SATU

1.2K 113 11
                                    

The Myth

Selain suara deru napasnya sendiri dan jangkrik yang saling bersahut, Morana Castello tidak mendengar apa pun lagi. Hutan Westfall tidak pernah kedatangan pengunjung. Katanya, hanya orang tanpa akal sehat yang akan memijakkan kaki di hutan angker itu. Mungkin mereka benar. Mora sudah tidak memiliki akal sehat. Yang tersisa darinya setelah kapal dagang ayahnya tenggelam ke dasar Laut Nordic adalah insting untuk bertahan hidup. Pasalnya, sudah genap dua bulan sejak tabungan mereka habis total. Tidak ada lagi uang untuk membeli bahan makanan dari pasar.

Penduduk Avenell juga tidak pernah suka beramah-tamah, seolah melempar senyum atau bertukar sapa dapat menimbulkan virus mematikan. Jadi, mengharapkan bantuan dari orang asing bukan sebuah pilihan. Mora masih ingat momen pertamanya memasuki wilayah Hutan Westfall. Ia terjatuh lantaran pandangan yang ditutupi kabut tebal. Dengan luka menganga di lututnya, ia menyeret diri sendiri untuk pulang dengan seonggok kelinci di tangan. Tidak apa, karena begitu melihat senyum cerah Nehemia—adiknya—, seluruh rasa lelah Mora terbayarkan.

Embusan angin menyapa tengkuk Mora, mengirim sensasi membekukan. Musim dingin telah hampir tiba dan ia membencinya lebih dari apa pun. Tidak ada tungku pemanas di rumah mereka, yang artinya, untuk dua sampai tiga bulan ke depan, mereka akan meringkuk kedinginan dan berpotensi terkena hipotermia. Keinginan ia sekarang cukup sederhana; untuk tidak berakhir mati secara menyedihkan. Baginya, dilupakan adalah hal paling menakutkan. Ia tidak ingin menghilang secara sia-sia dari dunia penuh makhluk mortal ini.

Sudah lebih dari dua jam Mora berkelana di dalam hutan, tapi ia masih belum menemukan tanda-tanda kehidupan. Biasanya, ia hanya akan melintasi lapisan paling luar sehingga hewan buruannya tidak pernah mencapai taraf memukau—paling-paling hanya kelinci, burung, atau ikan dari sungai yang mengalir di sisi timur hutan. Namun sayangnya, sungai telah separuh membeku dan ikan-ikan telah bergerak menuju perairan yang lebih luas.

Mora menggigit bibir kuat, tahu dirinya tidak lagi memiliki hak istimewa untuk memilih mana yang dirinya mau lakukan secara sukarela atau tidak sama sekali. Sekarang opsinya hanya dua; hidup atau mati.

"Kau pernah mendengar rumor itu?" Percakapan yang pernah terjalin dengan sang adik kembali terputar di benaknya, beriringan dengan langkah kaki yang membawanya bergerak semakin dalam. "Avenell memiliki legenda paling menyeramkan di sepenjuru tanah Elisora. Tidak heran tanah atau rumah di sini dijual dengan harga yang sangat murah."

Saat itu, Mora hanya menanggapi seadanya, tertawa kecil sebagai respons. Nehemia memang selalu memiliki imajinasi yang liar. Namun berada di sini, seorang diri, berhasil membuat sang gadis mempertanyakan sisi rasionalnya juga.

"Namanya Noir. Orang-orang mengatakan bahwa dia adalah awal dan akhir, eksistensi yang dikutuk untuk melihat segalanya. Ah, katanya juga, Noir menjadikan hati gadis perawan sebagai makan siangnya demi menjaga fisik tetap awet muda. Kau pernah mendengar desas-desus soal Dunia Atas, kan? Ada yang berkata bahwa Dunia Atas tidak ada bedanya dengan Surga."

"Lantas? Untuk apa Noir berada di sini dan bukannya di Dunia Atas?"

"Dia sedang dihukum."

Mora mengambil napas panjang, menggelengkan kepala untuk mengusir berbagai macam pikiran buruk yang mampir di kepalanya. Demi Gideon dan Nehemia, ia harus berani. Ia baru saja merayakan debutantenya, berarti ia sudah dianggap sebagai seorang wanita dewasa yang harus bersikap tangguh dalam setiap situasi.

Suara unggas yang menggaok keras di atas kepalanya berhasil membuat jantung Mora melompat diakibatkan rasa terkejut. Ia menengadahkan kepalanya, menemukan seekor gagak baru saja mendaratkan kaki pada sebuah rantai pohon raksasa. Ia menegak saliva kasar sebelum mengangkat busurnya, mengarahkan anak panah kepada gagak bermata merah darah tersebut. Lakukan dengan benar jika tidak mau mati! Suara di kepalanya berseru lantang. Namun saat gagak itu menolehkan kepalanya ke bawah dan menatap Mora tepat di mata, sang gadis kehilangan nyali.

Embrace of Endless NightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang