The Pain
"Nehemia ..." Nama itu keluar dalam bentuk bisikan lirih. "Di mana adikku?"
"Jangan bergerak. Tubuhmu masih terlampau lemah." Anna menahan bahu Mora, membawanya kembali berbaring. Dari jarak sedekat ini, kerut-kerut samar di wajah sang wanita dapat dilihat secara jelas. "Kau tidak perlu mengkhawatiri adikmu. Dia berada di tempat yang aman."
Mora akan bersikap keras kepala jika menyangkut adiknya. Ia tetap memaksakan diri untuk turun dari kasur sekalipun oleng, berjalan cepat menuju pintu. "Kenapa dikunci?" katanya tajam kepada Anna, melempar sorot penuh tuduhan. "Buka!"
Anna membuang napas berat sebelum mengeluarkan kunci dari sakunya, membuka pintu itu dan membiarkan Mora bergegas keluar. Mata sang gadis memandang nyalang ke segala sisi, mencoba mencari eksistensi Nehemia. Ia lantas dibuat terkesiap saat keningnya menubruk sesuatu—seseorang.
Noir memberi sorot tidak terkesan, meraih salah satu tangan Mora yang diperban untuk diangkat ke udara. "Kau berniat mati?"
"Di mana adikku?!"
"Aku meminta Rune untuk mengantarnya ke Keynes."
Mora meneguk saliva kasar, menepis tangan Noir sebelum mengambil langkah mundur. Ia seperti baru saja disambar oleh petir. "Tanpa membiarkanku mengucapkan selamat tinggal?"
"Kalian sudah pernah mengucapkan selamat tinggal," balas Noir datar. "Dan bukankah itu yang kau inginkan? Untuk ayah dan adikmu memiliki hidup yang baik, kembali seperti sediakala." Ia terus melangkah maju, mengukung Mora pada dinding di belakangnya. "Ada harga untuk segala sesuatu, Marina. Aku telah menepati janjiku untuk memastikan mereka berdua hidup dengan baik selagi kau berada di tempat ini."
"Kau telah membohongiku."
"Apa maksudmu?"
"Para warga tahu kalau cepat atau lambat kau akan datang untukku." Mora memilah kata-katanya secara waspada. "Apa yang sebenarnya kau rencanakan? Kenapa harus aku?!"
Sekalipun ada kilat terkejut di kedua iris violet itu, Noir tetap menjaga ketenagannya dengan sangat baik. "Kau mendengar terlalu banyak. Seharusnya aku menghabisi seluruh mortal tidak berguna di sana." Saat ini, hanya ada kekejian yang tersisa di suara serta sorot matanya. "Namun kau telah salah berprasangka, Gadis Kecil. Aku tidak pernah membohongi atau menjebakmu. Kau yang secara sadar membunuh burung gagak itu. Kau yang telah secara sembrono mengikat takdirmu sendiri kepadaku."
Saat ini Noir terlihat seperti ancaman berbahaya. Mora mencoba lepas dari kukungan pria itu, tapi pria itu sudah lebih dulu mengarahkan kedua lengannya sebagai penjara.
"Lantas bagaimana dengan gadis-gadis sebelumnya? Kau juga mau bilang kalau mereka terjebak di sini karena kebetulan semata?"
"Gadis-gadis sebelumnya," Noir mendekatkan wajah, "datang secara sukarela kepadaku."
"Dan kau mau aku memercayai omong kosong itu?" dengus Mora sinis. "Untuk apa mereka datang secara sukarela? Untuk tinggal bersama sosok sepertimu?"
Seringai mengerikan terbit di bibir Noir. Untuk sesaat, memori dari Avenell kembali terputar di benak Mora. Apa yang mampu pria itu lakukan. Bagaimana wujud aslinya. Tubuh sang gadis semakin bergetar, tapi ia menahan diri untuk tidak ambruk ke bawah. Noir adalah predator. Kalau ia bersikap seperti mangsa yang lemah, sosok keji itu akan semakin berada di atas angin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Embrace of Endless Night
FantasyMorana Castello hanyalah gadis yang baru saja merayakan debutante saat keluarganya dinyatakan bangkrut. Demi bertahan hidup, mereka harus melipir ke desa terpencil bernama Avenell. Mora dipaksa untuk keluar dari zona nyamannya, melakukan segala cara...