Lima.

698 97 12
                                    

Minggu selanjutnya sudah terhitung 1 bulan kurang lebih hubungan keduanya stuck seperti itu saja. Aksa biarkan Air asik dengan dunianya, sedangkan Aksa sendiri sibuk dengan proposalnya.

Seperti saat ini contohnya, ia baru saja keluar dari ruang dosen dengan wajah lega luar biasa, seperti apa yang ia janjikan pada Yunda, teman satu KKN nya bahwa mereka bisa mengajukan nama untuk sidang proposal di bulan depan, Aksa buktikan, karena saat ini proposal nya susah di ACC dan layak untuk diseminarkan.

"Gimana?"

"Bisa! Udah di ACC, kapan mau ngajuin sempro nya, Yu?"

"Pertengahan atau awal aja jadi deh. Semoga aja ada Kouta nyaa. "

Aksa mengangguk singkat, semoga saja jadwal mereka sidang sempro nanti tidak terlalu jauh berbeda, bahkan kalau bisa sidang di hari yang sama.

"Sa, pacar lo."

Ketika mendengarnya Aksa sontak langsung naikan alisnya, bermaksud untuk bertanya lebih jelas lagi soal perkataan yang Yunda berikan.

"Tuh.." Tunjuk Yunda menggunakan dagu nya, mata nya juga ikut melihat kearah Air yang memang berdiri di belakang Aksa sendiri.

"Haii.."

Kata Air setelah keberadaannya Aksa temukan. Detik selanjutnya Yunda pamit undur diri dari keduanya yang entah kenapa terlihat sedikit canggung.

"Kenapa, ay? Tumben banget nyamperin aku sampe kesini." Aksa terkekeh, berusaha untuk biasa saja di hadapan Air yang masih terlihat begitu canggung padanya.

"Kangen."

Suara Air lirih, ada dua kemungkinan yang tercipta di dalam kepala Aksa, yang pertama Air mengatakannya karena merasa bersalah, lalu yang kedua, bisa jadi Air tak serius soal ucapannya. Jadi mana satu yang harus Aksa percaya?

Kemudian tawa Aksa terdengar, "Salah sendiri sibuk terus sampe pacar nya sendiri di anggurin. Tapi gak masalah deh, soal nya aku juga sibuk bimbingan." Aksa bawa berkas-berkasnya, jangan sampai tertinggal. Sebab hari ini rencananya ia juga Yunda akan mengajukan diri mereka untuk siap sidang sempro di bulan depan.

"Udah makan belum? Aku laper banget, makan yuk?"

"Boleh, sini aku bawain berkasnya."

Sebelum Aksa menjawab Air sudah lebih dulu ambil alih map plastik berisi kan berkas-berkas kekasihnya.

"Mau makan dimana?"

"Di kantin kampus aja, mau gak?" Jawab Aksa pada pertanyaan yang Air berikan.

Air menyetujui, mereka berjalan bersama sambil Aksa yang kaitkan tangannya pada lengan Air. Berinteraksi seolah mereka tengah baik-baik saja, tidak ada Air yang kedapatan selingkuh darinya, tidak ada Aksa yang hati nya sudah remuk tak tersisa. Mulai detik ini Aksa nobatkan dirinya berhak mendapatkan nominasi pemain terbaik segajat raya.

Ketika mereka sudah sampai-bukan pada kantin kampus melainkan pada warung makan sederhana yang letaknya berada di belakang kampus, Aksa lebih dulu memesa, ayam serundeng menjadi pilihannya.

"Bapak, cabe nya boleh minta banyakan gak, pak?"

Pertanyaan itu di angguki dengan si bapak plus dengan acungan jempol juga senyum ramahnya. Sebagai pelanggan Aksa jelas merasa senang atas sikap yang si bapak berikan.

"Kamu mau pesen apa, ay?"

"Ayam bakar kayaknya deh, kamu langsung aja cari tempat duduknya, by." Setelah Air mengatakan itu Aksa mengarah pada meja paling pojok belakang senagai pilihannya.

"Gimana bimbingannya, by?" Pertanyaan itu langsung Air layangkan setelah ia duduk di samping Aksa yang tengah mengambil kerupuk yang tergantung di dinding sampig kirinya.

[END] Mati-matian | Markhyuck Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang