Kaivan Matteo Elgino
Laurinda Amarantha Rushea
💙
"Oke," ucap Laurin pada akhirnya untuk mengakhiri perselisihan diantara dirinya dan suaminya. Laurin lelah terus bersitegang dengan suaminya. Apalagi mereka berada di ruang tengah di mana semua pekerja yang ada di rumah suaminya bisa mendengar semua yang mereka perdebatkan.
"Terserah kamu. Pada akhirnya, aku juga yang diam dan kamu yang berkuasa. Padahal aku udah lapang dada buat kita pisah aja biar kamu bisa bareng sama wanita itu," lirihnya. Laurin menyugar rambut halusnya ke belakang yang rasanya ingin ia jambak dengan sekuat tenaga. Mungkin pening di kepala lebih baik dari luka di hatinya.
"Sayang," Pria di depannya berusaha mendekat.
"Diam di tempatmu! Aku nggak kebayang betapa kotornya tubuhmu karena udah dijamah wanita itu," sinis Laurin.
"Amara, aku bisa ngabulin semua permintaan kamu tapi selain bercerai. Aku nggak bisa pisah dari kamu." Ujar Kaivan dengan mutlak. Ia baru pulang dari perjalan panjangnya dan ia langsung disambut oleh istrinya yang tidak terima kalau gugatan cerai yang ajukan di cabut. Entah dengan kuasa apa pria itu bisa menundukkan hukum.
"Terserah kamu, aku muak." Laurin bergumam pasrah. Ia kalah. Semua usahanya untuk terlepas dari pria itu sia-sia.
Laurin bergegas pergi tak lupa membawa serta tas dan kunci mobilnya. Ia tidak sudi untuk tidur di rumah ini lagi.
"Kamu mau kemana?" tanya Kaivan dari belakang. Pria itu bergegas mengikuti langkah istrinya menuju pintu keluar. Amarahnya memuncak saat istrinya memilih mengabaikan dirinya dan terus berjalan.
"Amara!"
Pintu besar berbahan kayu jati yang sudah sempat Laurin buka, tertutup lagi dengan cara dibanting oleh Kaivan. Belum selesai rasa terkejutnya akibat tindakan Kaivan, tubuh Laurin dibalik agar menghadap Kaivan.
Rahang Laurin dicengkram dan dipaksa mendongak. Air matanya akhirnya merembes. Tak bisa dibohongi, Laurin takut dengan suaminya yang telah menunjukkan gurat wajah yang marah itu. Apalagi rahang kokoh Kaivan sudah mengetat, menambah kesan angkuh dari pria yang sudah menikahinya lebih dari setahun yang lalu.
"Sudah cukup selama dua minggu ini kamu selalu tidur di hotel," tekan Kaivan. Tubuhnya menekan istrinya hingga wanita itu terhimpit antara pintu dan tubuhnya.
"Kai," rintih Laurin. Air matanya bercucuran. Tubuhnya bergetar karena takut.
"No, Amara. Call me Mas again!" titahnya.
"Kaivan..., please." Hatinya hancur entah sudah selebur apa.
Mendengar istrinya yang membantah. Kaivan lantas membungkam mulut istrinya. Ia pikir selama dua minggu ini istrinya telah lupa akan apa yang ia suka dan tidak suka.
Meskipun dalam tubuhnya mengalir darah keturunan Inggris, tapi ia begitu menyukai istrinya yang memangil dirinya Mas Kai. Wanita berdarah Jawa itu begitu lembut tutur katanya ketika memanggilnya dengan demikian.
Laurin berontak, ia berusaha melepas pagutan suaminya dari bibirnya. Dalam benaknya, bibir dan seluruh tubuh pria itu telah kotor karena sudah terjamah oleh wanita lain.
Laurin semakin kalut saat kedua tangannya disatukan di atas kepala dan dicengkram menggunakan tangan kiri suaminya. Sementara tangan kanan Kaivan masih setia berada di rahangnya untuk menahan segala bentuk perlawanan dari Laurin.
"Mengapa kamu menjadi begitu merepotkan setelah aku tinggal beberapa minggu ini, Amara?"
Tautan bibir mereka terlepas dan meninggalkan jejak lipstik yang berantakan di bibir mereka masing-masing. Mungkin setelah ini, PR Kaivan adalah menyingkirkan semua lipstik merah Laurin. Istrinya menjadi begitu seksi hanya dengan lipstik merah menyala yang dipakainya malam ini. Padahal nyatanya, Laurin memakai warna merah itu untuk menutupi bibir pucatnya.
Kaivan melepas kedua tangan Laurin dan beralih melingkari pinggang istrinya agar wanita itu dapat bersandar di tubuhnya. Kedua kaki Laurin pasti lemas sekarang.
"Sejak awal aku tidak ingin berpisah denganmu, Amara." Kaivan memeluk istrinya yang kini bergetar di dekapannya. Ia sebenarnya tidak berniat membuat istrinya takut seperti ini. Tapi, istrinya itu perlu diingatkan karena berperilaku tak penting.
"I love you, Baby," aku Kaivan pada Laurin. "tidak ada wanita lain di belakangku," lanjutnya.
Laurin menangis tergugu hingga terdengar begitu pilu bagi yang mendengar, terutama Kaivan yang merasa gagal menjadi suami. Dulu Laurin begitu berbunga ketika mendengar ungkapan itu dari mulut Kaivan. Namun, saat ini ia justru merasa kalau selama ini ia hanya jatuh cinta sendirian. Ingatannya melayang pada saat sebuah paket berisi foto yang menangkap sederet adegan mesra suaminya dengan wanita lain.
Tanpa banyak bicara, Kaivan menggendong istrinya menuju lift untuk ke kamar yang berada di lantai tiga. Kaivan menyempatkan menatap tajam para pembantu yang melihat aksinya itu. Tatapan tajam pun cukup untuk membungkam mulut para pekerja di rumahnya.
Kaivan harus menenangkan istrinya dahulu sebelum akhirnya memikirkan hukuman apa yang pantas bagi siapa yang menjadi dalang dibalik foto yang sampai pada tangan istrinya. Ia harus memberikan pelajaran yang setimpal kepada orang itu atas memanasnya hubungan pernikahan mereka yang telah Kaivan usahakan susah payah.
💙
25 Januari 2024
by Chocopurple
KAMU SEDANG MEMBACA
SERAYU RAGU
Romance18+ Lebih dari satu tahun Kaivan dan Laurin menjalani kehidupan rumah tangga mereka. Sepanjang waktu yang mereka habiskan, mereka isi dengan cinta dan kasih sayang. Kaivan, pria blasteran itu menjadi suami yang posesif karena memiliki istri secant...