"Mama ayo kita pergi saja dari sini...." Harap suara itu masih terdengar sampai sebelah, menembus hati mama yang lunak. Sayangnya bukan jawaban itu yang merambat ke telingaku, melainkan....
"Habiskan makananmu sayang, Jingga tau'kan mama sayang sama Jingga?" Nama itu, Mama menyebut nama yang Papa beri untukku lantas tubuhku merosot ke lantai.
Mama kembali melanjutkan kalimatnya, kudengar dan kuduga, mama juga sedang menahan air matanya, "Jingga ingin Mama senang'kan? Iya'kan? Mohon lakukan apa yang Mama perintahkan saja."
Kacau. Hancur. Telingaku berdengung kencang, menguapkan sejenak pikiranku agar melayang-layang di udara. Seakan waktu berhenti beberapa detik tapi tersadar kemudian aku sudah berlalu di waktu yang cukup lama hingga aku tak mendengar ataupun menduga bahwa Mama masih berdiri di balik pintu.
Aku tertawa kemudian, mengingat hal-hal yang telah aku lakukan beberapa hari yang lalu sampai sekarang ini. Lihatlah diriku dengan sebelumnya, sangat tidak layak dianggap sebagai manusia ataupun apapun itu. Namun, kata Mama....
'Apapun itu Jingga harus menikmati dan mensyukuri apa yang terjadi'
Jadi, dengan itu tawaku mulai memecah kembali, menikmati setiap rasa yang ditimbulkannya, mensyukuri udara yang masih melewati tenggorokan ke paru-paru lalu ke jantung kemudian ke seluruh tubuh dan pada akhirnya keluar kembali melalui hidung.
Makanan yang aku sisakan di nakas untuk makan lain waktu lagi, jangan sampai nanti Mama sibuk bersama suaminya. Di setiap hembusan napas senyumku mengembang bak putri raja.
Lalu di saat-saat yang tidak kuinginkan kehadirannya, ia yang tak ku sangka muncul dari bingkai jendelaku. Luntur sudah senyumku.
—————
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Tenggelam Di Matamu
Short StoryTentang Jingga bertemu dengan si tinggi Rizly