06

0 0 0
                                    

"Ee-ee, maaf jika aku datang mengganggumu, tapi aku hanya ingin memastikan jika apa yang aku lihat sejak kemarin bukanlah hantu ataupun semacamnya," jelasnya yang aku pun tidak terlalu peduli.

Menunduk sejenak lalu kembali memposisikan tubuhnya menghadap ku, "Aku Rizly, tetangga sebelah rumahmu."

Kali ini aku yang menunduk, mencari sesuatu yang pas untuknya tapi tak kunjung menemukan titik temu.

"Namamu?" Lalu pertanyaan itu menguap di udara merambat tepat di gendang telingaku. "Jingga." Iya, namaku Jingga.

Setelah pertemuan sore itu, hariku mendadak aneh. Lelaki yang mengaku bernama Rizly tinggal di sebelah rumahku sering datang mengunjungiku. Mungkin hampir setiap hari di waktu matahari mulai kembali ke persemayamnya. Sebelum aku bertanya, ia lebih dulu menjawab jika ia pecandu senja.

Lalu hadir waktu dalam hariku yang membuatku kembali runtuh dalam hitungan menit, saat Mama membuka pintu kamarku membawakan obat yang mampu mematikan rasa indra pengecapku sembari mengatakan, "Cepat sembuh Jingga sayang."

"Aku ... Tidak sakit, Mama...," Lirihku hanya sia-sia merambat di udara namun tak sampai di telinga Mama, yang ada Mama kembali mengunciku dalam kekalutan.

Ada saat di mana aku kembali memutar ingatanku, hingga denyutan itu kembali menusuk-nusuk tempurung kepala, lalu di saat tertentu aku semakin tidak mengerti mengapa dunia ini menyakitiku dan mengurungku, dengan itu kupikir sakit dalam sini harus lebih-lebih dinikmati, namun layaknya kenikmatan, itu akan menjadi keinginan berlebih lalu menyuruhku untuk melakukan hal yang menurutku ... Luar biasa.

—————

Senja Tenggelam Di MatamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang