𝑪𝒉𝒂𝒑𝒕𝒆𝒓 8

581 44 13
                                    

Sontak saja Serena menjadi pusat perhatian semua orang yang ada di sana, membuat ia meruntuki mulutnya yang tidak bisa mengerem sedikit suaranya.

Sementara Ratara hanya menatap Serena datar tanpa ekspresi, hanya keningnya yang terlihat mengernyit halus pertanda sama terkejutnya dengan gadis itu.

"Wait, jadi calon istri gua Serena?" Batinnya berusaha mencerna hal yang baru saja terjadi

"Kalian udah saling kenal? Baguslah kalau begitu," ucap Andra dengan senyum merekah, yang malah mengundang tatapan bingung dari Serena.

"Ratara ini kan ketua OSIS di sekolah aku, seantero SMA margasatwa juga tau dia siapa" ucap Serena dengan sedikit mencibir.

Rasanya gadis itu malas sekali bertemu dengan Ratara. Mengingat kejadian saat pulang sekolah tadi. Ratara yang sudah membuat Serena terbawa perasaan, namun masih memiliki hubungan dengan wanita lain? Dasar buaya.

Kita kayaknya langsung ke intinya aja kali, ya?" tanya Andra yang mengundang tatapan bingung dan penuh tanya dari Serena maupun Ratara.

Tetapi, kali ini Serena tetap diam tak ingin memotong ucapan papahnya.

"Rena, kenalin ini Tante Nara dan Om Aditama, mereka ini mama dan papanya Ratara" tutur Andra, dia menatap Aditama sejenak. "Kita sudah sepakat untuk menjodohkan kamu dengan anak mereka."

Serena menganggukkan kepalanya pelan. Hingga selang beberapa detik ia kemudian tersadarkan akan satu hal, kedua matanya sontak membulat sempurna.

"What?! Jadi ternyata aku Dijodohin sama Ratara? Papah yang benar aja dong!" pekik Serena terkejut.

"Papah serius nak. Kamu kan juga sudah setuju" tutur Andra. "Papah dan mamah sudah lelah hadapin sikap kamu yang bar-bar itu dan diluar kendali. Dengan perjodohan ini  papah harap, Ratara bisa bantu kamu untuk berubah.

"Halah bullshit, kau jodohin aku demi perusahaan kan" gumam Serena dengan tatapan tajamnya

Serena mengalihkan pandangannya dari kedua orang tuanya, ia beranjak dari sana dan keluar dari ruangan itu dengan berlinang air mata. Tak menghiraukan panggilan dari papah dan juga mama tirinya itu.

la terus mengikuti kemana langkahnya membawanya, hingga dia berhenti di bagian belakang restoran tersebut yang ternyata adalah sebuah taman.

Serena pun menghampiri bangku yang ada di sana dan duduk merenung. Penerangan di taman itu hanya berasal dari lampu-lampu yang disusun berjarak di sana.

Tangis gadis itu bahkan sudah pecah, ia masih tak menyangka papahnya itu. Orang yang satu satunya Serena miliki di dunia ini, tetap akan menjodohkannya dengan orang lain hanya karena perusahaannya saja. Padahal selama ini Serena berusaha menutupi kesedihannya dengan berbuat nakal. Berharap ayahnya akan memberikan perhatian lebih kepadanya.

"Ngapain nangis?"

Serena menolehkan kepalanya menatap Ratara yang berdiri di sebelah kanannya, hingga pria itu mendudukkan bokongnya di kursi yang sama dengan Serena.

"Ngapain lo di sini? Pergi sana!" usir Serena kasar, ia membuang wajahnya ke arah lain, tak ingin Ratara sampai melihat wajahnya yang berlinang air mata. Malu rasanya jika pria itu mengetahui wajahnya sekarang.

Bukannya pergi, Ratara justru menyandarkan punggungnya di sandaran kursi berbahan besi itu. la menatap ke langit yang malam ini bertabur banyak bintang, juga ada bulan yang menjadi sang primadona.

"Gua bilang pergi, ya pergi!" usir Serena lagi, kali ini dengan suara yang sedikit meninggi.

"Ini taman umum, lo enggak ada hak buat usir gua," jawab Ratara santai dengan wajah yang masih datar.

Loving you, in silent. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang