Hello gays,
Happy reading~
***
"Dari mana saja kamu Ganesha?!" Tanya sang papa yang sedang duduk seraya menatap buku di tangannya. Geraman tertahan sangat terdengar jelas di balik pertanyaannya.
"Beli buku buat tugas sekolah," jawab Ganesha.
"Apa kamu berpikir bahwa papa adalah orang bodoh yang mampu kamu bohongi Ganesha?!" Suaranya semakin besar. Urat-urat di leher sang papa terlihat menegang dan alisnya menukik, sangat jelas bahwa ia sedang menahan amarahnya.
"Ngga. papa adalah orang yang sangat cerdas. Papa bahkan tau apa yang di lakukan anaknya, meskipun terhalang jarak. Jadi, aku ngga perlu jelasin panjang lebar apa aja yang aku lakuin hari ini," ucap Ganesha.
Sang papa tertawa.
Bulu kuduk Ganesha meremang hanya dengan mendengar tawa itu.
"Ah, terimakasih atas pujianmu anakku." Ia membelai wajah sang anak. Menatap setiap pahatan wajahnya, seperti melihat dirinya dulu.
Plak
Satu tamparan melayang di pipi kanan Ganesha. Rasa nyeri seketika menjalar di area wajahnya. Tamparan yang sangat keras itu membuat darah segar langsung mengalir di sudut bibirnya.
"HAHAHA!"
Dia tertawa melihat luka yang dibuatnya terhadap anaknya. Psycopath!
"Aku tidak suka dengan anak pembangkang," ucapnya lirih di telinga Ganesha.
"Hidup adalah tanggung jawab, Ganesha. Di balik tanggung jawab, ada pilihan. Mengapa kamu mau menjadi pecundang yang memilih pilihan yang bodoh, anakku?"
"—hukuman apa kira-kira yang cocok untuk pecundang kecil ini, hm?"
Ganesha diam. Seperti yang dibilang papanya, hidup adalah tanggung jawab. Ia sudah siap akan hukuman yang akan menyambutnya setelah melanggar aturan papanya.
"Apapun akan aku terima."
Seringai seketika terbit di bibir sang papa. Pertanda, otaknya sedang bekerja. Menyusun cara untuk men-jerahkannya.
***
Alisha saat ini tengah duduk di meja belajarnya seraya menatap ke luar jendela. Ingatan kejadian tadi sore membuat bibirnya terus mengembang. Perasaan senang mendominasi di dalam dirinya, sepertinya ia benar-benar lagi dimabuk asmara. Ia merasakan kupu-kupu tengah menggelitik perutnya—butterfly effect.
Suara deringan ponsel membuyarkan lamunannya. Segera ia mengambil dan mengangkat telepon dari sang ibu.
"Assalamualaikum ibuu"
"Waalaikumsalam," jawab ibu di seberang sana.
Wajah dan suaranya berubah mengikuti usia. Disana ibu nampak tersenyum sambil menatap ke arah kamera. Dia juga terlihat sedang melakukan sesuatu, namun tak nampak dalam kamera.
"Ibu lagi ngapain?" Tanya Alisha. Kini ia sudah berbaring di kasurnya seraya menatap ibunya dari layar ponsel. Senyumnya terus mengembang dan matanya tak pernah teralihkan dari sang ibu.
"Ini ibu lagi ngulek sambel. Kamu disana gimana?"
"Baik kok. Ibu gimana? Masih sering pusing gak? Obatnya masih banyak atau tinggal dikit? Uang ibu masih ada?"
"Kamu nih, nanya-nya selalu aja beruntun, pusing ibu." Protes ibu.
Alisha terkekeh mendengar ucapan ibunya. "Karna ibu kalo gak ditanya juga gak ada inisiatif buat kasih tau Alisha,sih," Balas Alisha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alisha: Dibalik Layar
Teen Fictionhello selamat datang dikarya aku🤩🤩 "Cinta adalah anugrah" -- Audoria Alisha Elvrete "Cinta adalah jebakan" -- Ganesha Xabilo Holiq ***** *Hanya cerita pasaran yang ditulis untuk mendapatkan ending yang memuaskan~ ******