2 - Motor

99 18 0
                                    

Ceritanya di adaptasi dari kisah nyata satu keluarga lalu disesuaikan dengan kebutuhan cerita.
**

Disaat mencari ayahnya, Nindia terus saja menangis sembari bicara tak jelas. Ines yang mengemudi hanya bisa mengelus punggung Nindia sesekali. "Sabar, Nin. Gue yakin semua keadaan ini bakal berakhir kok. Lo liat kan ban mobil aja muter, apalagi hidup kita. Gak akan selamanya lo kayak gini."

"Sampai kapan tapi?. Ini udah terjadi selama 12 tahun, kalau lo perlu gue ingetin lagi."

"Ya lo harus percaya semua bakal berakhir rasa sedihnya. Gue yakin."

Handphone Ines berdering disaat itu, ada panggilan dari kakaknya. "Ya mas. Ada apa?. Aku lagi dijalan sama Nindia."

"..."

"Hah?. Sekarang banget?. Terus ini Nindia gimana?."

"..."

"Janji ya gak usah banyak tanya."

"...."

"Ya udah deh."

Nindia yang merasa tidak enak langsung bilang, "gak apa apa gue bisa sendiri kok, Nes."

Wajah tidak enak Ines langsung terlihat. "Sorry ya, gue harus jemput sepupu gue di stasiun. Itu loh Yuni, yang di Semarang. Dia gak mau dijemput sama kakak gue. Maklum lah Mas Bagas kan bawel orangnya, suka jail sama dia. Jadi lo aja yang dianterin sama Mas Bagas ya. Gue yang jemput Yuni."

Kaget Nindia saat mendengar kalau Bagas yang akan mengantarnya mencari Pak Jaka. Masalahnya kan tidak enak sampai harus merepotkan orang lain untuk urusan pribadi, pikir Nindia. "Gak usah, gue bisa sendiri kok. Bisa naik ojek atau angkot."

"Jangan, gue gak ijinin. Ini udah malem. Lo harus bareng Mas Bagas. Tenang aja, dia udah gue wanti-wanti. Dia gak akan komen atau nanya apa-apa. Dia udah janji sama gue. Jadi lo harus mau. Kalau gak mau, lo ikut gue pulang." Ines, orang yang kalau sudah bicara tidak bisa diganggu gugat lagi membuat Nindia diam saja dan menurut karena dia juga tidak punya pilihan lain sebenarnya. Takut malam-malam begini sendiri mencari ayahnya yang cukup jauh dari kota.

Di depan sebuah bank besar, Bagas sudah menunggu. Benar saja apa kata Ines, tanpa bertanya sedikitpun Bagas mengantarkan Nindia ke tempat yang Nindia sebutkan. "Mas, gak apa-apa nganterin aku?."

"Gak apa-apa."

"Oh, oke."

"Gimana kuliah?. Aman?." Tanya Mas Bagas yang disyukuri oleh Nindia. Mending bertanya soal kuliah karena itu akan membuat moodnya bagus, daripada ditanya soal Pak Jaka. Moodnya akan terjun bebas.

Nindia pun dengan semangat menjawab pertanyaan Bagas. "....Sarannya dong Mas Bagas nanti buat skripsi aku ajuin temanya apa. Biar aku ada gambaran dari sekarang." Lanjut Nindia setelah menjelaskan mengenai perkuliahannya. Kebetulan Bagas satu jurusan dengan Nindia dan Ines.

Di perjalanan itu, akhirnya suasana menghangat ketika membicarakan mengenai perkuliahan. Bukan Pak Jaka. Dan Nindia merasa Bagas sangat baik juga humble.

Hingga tidak terasa kalau keduanya sudah sampai di tempat yang dituju. "Sebentar ya aku turun dulu." Nindia turun dari mobil lalu menghampiri rumah yang sudah bisa Nindia prediksikan kosong. Pak Jaka pasti sudah pindah semenjak Nindia menemukan alamatnya beberapa bulan lalu. Andai saja ayahnya itu masih bekerja akan mudah bagi Nindia menemukan ayahnya. Masalahnya sekarang semakin sulit menemukan ayahnya karena Pak Jaka baru saja pensiun dari pekerjaannya. Dari berita yang didengar Pak Jaka sekarang hanya mengelola rumah kos-kosan dan tempat makanan yang Nindia tidak tau dimana letaknya sebab semua usaha itu dimulai ketika ayahnya sudah pensiun. Berita itu pun didapat oleh Nanda dari pamannya— Om Haris yang cukup dekat dengan Pak Jaka.

Semua Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang