Suasana tegang terasa di ruang tamu itu, namun Nindia berusaha terlihat berbeda. Dia tersenyum riang dan seakan tidak tau malu. "Hai..., ibu tiri aku. Alias istri siri Pak Jaka." Sapa Nindia sembari menatap intens istri Pak Jaka.
"Nindi..!." Pak Jaka menegur Nindia. "Kamu kok tumben kayak gini?."
Nindia hanya tersenyum membalasnya. "Gak apa-apa. Cuman lagi bersemangat aja. Gini ya, aku gak bisa lama disini. Aku cuma mau bilang, mulai minggu depan terpaksa aku harus tinggal disini selama enam bulan soalnya ibu sama Nanda lagi pusing. Aku gak mau nambah pusingnya ibu dan aku butuh konsentrasi."
Wajah Pak Jaka dan istrinya langsung kaget. "Hah?. Gak bisa lah." Istrinya langsung menyanggah.
"Bisa lah butir."
"Butir?." Istrinya bingung lagi.
Nindia tertawa. "Ibu tiri kan disingkat butir. Gak ada masalah kan aku panggil itu?. Oh ya masalah aku mau tinggal disini kenapa gak bisa ya?. Aku kan anaknya Pak Jaka juga, sama kayak Mas Ikbal anaknya butir atau kakak tiri aku juga boleh tinggal disini. Come on, masa sebagai suami anda tidak mendapatkan hak yang sama sih?."
"Nindi..!." Tegur Pak Jaka.
Istri Pak Jaka merasa anaknya disebut langsung bicara. "Jangan bawa-bawa nama anak saya."
"Gini deh aku punya pilihan kalau aku gak boleh tinggal disini, pertama bawa Pak Jaka kembali ke rumah, kedua aku tinggal di kosan tapi dibiayain semuanya dengan catatan aku gak mau kosan murah ya, ketiga aku kasih tau seluruh warga sekitaran sini kalau kalian berdua ini sebenarnya punya keluarga masing-masing yang ditinggalkan dan pernikahan kalian sebenarnya diragukan. Oh atau aku mau kasih tau itu di tempat kerja Mas Ikbal?."
Istri Pak Jaka langsung berdiri, sepertinya tangannya sudah gatal ingin menjambak rambut Nindia. "Awas ya..."
Pak Jaka langsung bicara. "Oke.., kamu boleh tinggal disini."
"Mas...!."
Nindia tersenyum penuh kemenangan. Ah andai saja dia tau selama ini kalau balas dendam menyenangkan, mungkin dia tidak harus menunggu sampai sakit seperti kemarin. "Ya udah minggu depan aku kesini lagi. Siap-siap ya butir, tolong bersihin kamar buat aku." Lalu setelah itu pun Nindia keluar dengan wajah riang dan sesuai perkiraannya Pak Jaka mengejarnya.
"Nindi."
"Apa sih...?."
"Jangan aneh-aneh nanti ya disini."
"Aneh-aneh apa sih?. Udah ah, ada Om Yuda yang nungguin aku di depan." Jawab Nindia sengaja terdengar genit.
Tangan Nindia langsung dicengkeram Pak Jaka. "Kamu kenapa sih Nindi?. Kamu kok jadi beda gini?. Sejak kapan kamu deket sama om-om?."
Nindia berhenti lalu menengok ke ayahnya dengan sorot mata tajam. "Aku beda begini karena kamu. Aku harus deket sama om-om semenjak kamu cuma kasih biaya secukupnya. Gak peduli dengan keperluan anaknya. Kamu lebih pilih mengasihi istri dan anak orang lain." Dan dengan sengaja Nindia mencium Yuda saat Yuda menunggunya di samping mobil.
Sesuai harapan Nindia, Pak Jaka menampilkan ekspresi tidak senang bahkan tangannya mengepal.
**Yuda masih heran sejujurnya, kenapa tadi tiba-tiba Nindia menciumnya. Di depan orang lain pula. Selama ini Yuda cuma dapat cium pipi Nindia saja. Eh kenapa tiba-tiba Nindia mencium bibirnya. Janggal menurut Yuda.
"Mau nanya ya pasti kenapa tadi aku tiba-tiba cium kamu?."
"Iya aku heran. Sama bapak tadi juga siapa?. Kok kamu pengen liat dia kita kayak gitu?."
"Tadi bapakku." Jawab Nindia lurus sementara Yuda terkejut dan langsung mengerem mobilnya secara mendadak. "Kenapa sih?." Nindia kesal handphonenya jadi terjatuh.
Yuda menepuk jidatnya dengan tangan sendiri. "Wah..., kamu gila. Kamu cium bibir aku tadi depan bapak kamu?."
"Iya, emang kenapa?."
"Wah..., kamu bener-bener gila."
"Baru tau aku gila?." Balas Nindia dengan cuek. Berbeda dengan Yuda yang semakin terkejut dengan sikap Nindia. Penuh rahasia dan tidak mudah ditebak. "Ya udah, sekarang aku pengen kita ke tempat biasa orang kayak kamu nongkrong."
"Maksudnya?."
Posisi duduk yang semula menghadap jalan menjadi menyamping untuk menghadap Yuda yang duduk di kursi pengemudi. "Ya tempat temen-temen kamu nongkrong."
"Biar apa?."
Dengan sadar dan penuh kesengajaaan, Nindia mendekat pada wajah Yuda. "Biar aku tau, dimana om-om seumuran kamu nongkrong."
"Terus kamu mau gaet om lain?."
Semakin dekat wajah Nindia dengan wajah Yuda. "Mungkin."
"Wah....., gi..." lalu tidak terduga Nindia mencium pipi Yuda.
"Iya aku gila." Nindia tersenyum lalu mengubah posisi duduknya ke semula. Dalam hatinya dia bertekad akan mendekati Ikbal. Bagaimana pun caranya. Apalagi Nindia tau Ikbal juga kerja dimana dan temannya siapa saja. Terpaksa kali ini Nindia memanfaatkan Yuda lagi untuk dia bisa mendekati Ikbal. Selain kemarin untuk membantunya soal biaya kuliah.
Jahat, tapi begitu cara Nindia bertahan hidup.
**Masih ingin lanjut?.
KAMU SEDANG MEMBACA
Semua Tentang Kita
RomanceNindia Ayu Prameswari hanya berpikir untuk bisa berdiri di kaki sendiri dan membalaskan dendam pada manusia-manusia yang dianggapnya sudah memporak porandakan hidupnya yaitu ayah dan ibu tirinya. Nindia bertekad akan membuat anak kesayangan dari ibu...