[5] The Talk We Don't Hesistate

361 47 22
                                    

Sebagai salah seorang yang berkecimpung di dunia bisnis, membangun relasi dengan berbagai orang membuat Yan Hiraya juga cukup memahami berbagai kepribadian. Itu membuatnya juga menjadi sosok yang sangat analitis dalam memahami sikap maupun kepentingan 'tersembunyi' dari lawan bicaranya.

Hanya saja, dalam beberapa kondisi, sikap analitis itu terkadang bisa mengubahnya untuk menjadi sosok yang cukup 'menghakimi' kepribadian milik seseorang. Seperti hal-nya saat ini. Yan Hiraya tidak hanya bertemu dengan kolega pria saja. Dia satu dua kali juga bertemu dengan berbagai wanita; baik itu dalam tujuan yang terang-terangan mendekati dirinya secara personal, maupun sekadar relasi bisnis.

Dalam kondisinya dengan Ni Lara saat ini, tentu tidak ada kepentingan bisnis di antara mereka. Yah, walaupun perjodohan yang sedang 'diusahakan' terjalin di antara mereka sebenarnya memang tidak terlepas dari kepentingan terselubung (di antara kedua orang tua mereka), setidaknya saat Yan Hiraya berkata bahwa dia ingin mendengarkan pandangan Ni Lara mengenai perjodohan ini, seharusnya wanita itu sudah paham bahwa Yan Hiraya akan mengesampingkan penuh soal 'kepentingan' itu di antara mereka.

Namun, sepertinya Ni Lara tidak memahami 'maksud' itu. Oleh karenanya, saat mendengar respon Ni Lara berupa pertanyaan balik kepadanya, secara tidak sadar, dalam kondisi ini pria itu telah menempatkan dirinya sebagai hakim yang memahami orang tanpa berpikir analitis yang dalam. Yan Hiraya telah secara langsung 'menghakimi' kepribadian Ni Lara begitu saja sebagai sosok wanita yang tidak memiliki pendirian dan ketegasan yang sempat terlintas di matanya saat ia melihat Ni Lara.

Yan Hiraya tidak menyukai pribadi yang seperti itu. Apalagi, dalam persoalan ini, kepribadian yang dimiliki oleh Ni Lara justru akan membuatnya semakin merasa penat.

"Kamu bertanya apa pandanganmu penting dalam persoalan perjodohan ini?" Saat bertanya seperti itu, terlihat sekali Ni Lara gugup seperti orang ketakutan saat berusaha menatapnya.

Yan Hiraya menggeleng kepala samar. "Ni, sejujurnya saya nggak mengerti kenapa kamu sampai bertanya seperti itu."

Ada jeda yang kembali menyelimuti mereka karena Ni Lara tidak memberikan respon apa pun selain terus menghindari tatapan Yan Hiraya. Ini pertemuan pertama mereka, apakah benar-benar terlalu terburu-buru bila Yan Hiraya membahas hal ini?

Yan Hiraya menghela napasnya pelan. Dia mengalah untuk menjelaskan sesuatu yang sebetulnya sama sekali tidak membutuhkan penjelasan apa pun darinya.

"Kalau kamu ingin mendengar alasan saya bertanya seperti itu, jawabannya adalah iya." Kedua mata pria itu memandang lurus dan serius pada kedua mata jelita Ni Lara yang terlihat redup. Suaranya terdengar sangat melunak. "Pandanganmu sangat penting dalam persoalan ini, Ni. Perjodohan ini akan terjalin di antara kita, yang menjalaninya juga kita. Kamu pasti paham kalau semua ini akan melibatkan kehidupan kita kedepannya, Ni ...."

Alis Yan Hiraya mengerut samar melihat bagaimana Ni Lara terdiam. Baru saat ini dia mampu melihat dengan jelas banyaknya raut kekhawatiran di antara kedua alis wanita itu. Itu membuat Yan Hiraya sedikit merenung dan tanpa sadar menatap Ni Lara dengan intens.

Apa maksud dari sikapnya?

Di mata Yan Hiraya, Ni Lara memang terlihat pemalu di awal pertemuan mereka. Meski begitu, di sisi lain, dia juga sempat melihat bahwa wanita itu memiliki ketegasan dan kecerdasan dalam sorot matanya untuk dapat mengerti situasi. Oleh karena itu, Yan Hiraya berani dan percaya diri untuk mengajaknya mengobrol mengenai perjodohan di antara mereka di saat pertemuan pertama mereka.

Namun, entah mengapa, saat ia membahas persoalan perjodohan, semua perkiraan itu mendadak buyar. Hilang begitu saja, menjadikan sosok Ni Lara menjadi seorang wanita yang tampak begitu tidak percaya diri dan penuh ketakutan—mengingat dia adalah keturunan Edhie Tanuredja, sikap seperti itu adalah hal di luar prediksinya. Bagaimana Ni Lara bisa hidup beriringan dengan semua kontroversial dan sorotan kehidupan seorang Tanuredja? Apakah sikapnya itu adalah hasil dari semua hal tersebut?

DI LUAR RENCANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang