04 : Tentang Keraguan & Ketakutan

1.7K 264 67
                                    

kalau lupa, boleh baca sebelumnya dulu kok hehehe.... (senyum watados setelah 11 bulan ga update)

.

.

Lika tentu pernah mendengar Janu mengumpat dan baginya, itu bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Namun, tak pernah sekali pun ia membayangkan, umpatan dari mulut Janu kali ini justru dilemparkan pada sahabatnya sendiri dan bahkan dengan penuh amarah.

"Janu!"

"Nggak bisa dibiarin, Lik."

Lika gagal menahan kekasihnya. Janu sudah lebih dulu melangkah lugas ke arah meja bar, mendatangi Nando dan Tasya yang kini telah memisahkan diri. Nando turun dari kursi lebih dulu, barangkali berniat untuk pasang badan, tapi Janu sama sekali tak mengindahkan keberadaan pria itu.

"Koh–"

"Pulang sekarang." Janu menarik tangan Tasya.

"Koh, please–"

"Pulang sama gue sekarang, Tasya." Janu mengambil tas gadis itu di meja lalu menggiring Tasya untuk segera menjauh dari Nando.

"Nu! Tunggu dulu!"

Tentu Nando tak tinggal diam, apalagi saat melihat wajah Tasya yang memerah dan seakan siap menangis. Dia menyusul Janu, menghalangi langkah pria itu.

"Jangan marah sama Tasya," kata Nando.

"Tai lo!" Janu melirik Nando sekilas tanpa berhenti melangkah.

"Gue yang salah, Nu. Gue yang ngajak Tasya!" Merasa tak digubris, Nando menahan lengan Tasya dan dengan begitu, Janu pun ikut berhenti. "Kalau lo cuma mau marahin Tasya setelah ini, biar dia pulang sama gue."

"Setelah apa yang gue lihat, lo masih berani, Do?" Janu menatap sahabatnya dengan penuh sengit, dia lalu menepis tangan Nando. "Adek gue bukan tempat pelampiasan lo."

"Gue nggak pernah jadiin Tasya pelampiasan, Nu!" balas Nando, bersahutan dengan dentuman musik yang memekak telinga.

"Stop! Udah, stop!"

Lika yang sejak tadi macam kipas angin, menoleh kanan kiri untuk melihat dua pria itu bersahutan, lantas mengambil posisi di antara Janu dan Nando. Tingginya yang semampai membuat jarak pandang mereka bertiga kini sejajar.

"Malu kejar-kejaran sambil marah-marah kayak gini tau nggak?" omel Lika. Dia menoleh pada Janu. "Kamu juga jangan kasar gitu dong sama Tasya."

"Lik, gue—"

"Lo juga, Do." Lika menoleh kesal pada pria itu. "Nggak malu berantem di sini?"

Apa mau dikata? Ratu sudah ikut marah. Janu hanya bisa berbalas lirikan sengit pada Nando yang juga terdiam. Namun, Lika benar. Semakin lama mereka di sini, semakin banyak pasang mata yang melihat.

"Kita pulang sekarang, Sya," kata Janu, lalu dia menatap Lika. "Ayo, Lik."

Tangan Nando terkepal seiring Janu melangkah ke pintu keluar bersama Lika dan Tasya. Dia bisa saja menyerah, demi mengalah pada amarah Janu yang meledak. Namun, membiarkan Tasya menanggung situasi tak mengenakan ini sendirian, malah membuat Nando semakin uring-uringan.

"Anjing! Kenapa ketahuan secepet ini, sih?"

Nando bergegas menyusul. Selain takut kepada Sean, yang paling Nando takutkan adalah Janu. Apa pun bisa dilakukan oleh Janu bila pria itu mau, termasuk memutus hubungan Nando dengan Tasya sampai ke akar, entah dengan cara apa.

"Janu!"

Baru kali ini, Janu tak menyukai namanya dipanggil oleh Nando. Suara yang kerap ia dengar lebih dari separuh usianya. Janu membuka pintu mobil, membiarkan Tasya untuk masuk. Namun, wanita itu malah diam di tempat.

Chance For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang