Restu!

132 18 5
                                    

Pertemuan pertama Yibo dan ayah dari kekasihnya itu memang terbilang cukup lancar. Dia tidak dipaksa untuk menjauhi kekasihnya dan tidak ada drama tidak penting lainnya—tolong jangan ingatkan singa ini soal drama ketakutan dia saat pertama kali ataupun saat waktu makan siang waktu itu. Namun, entah kenapa Yibo dan Zhan merasa jika sang ayah tidak merestui hubungan mereka.

Bayangkan saja, setiap kali Yibo bermain di mansion Xiao, pria berkepala tiga itu hanya menatapnya dengan datar. Tidak pernah mengajaknya berbicara, dan sekalipun diajak berbicara jawabannya teramat sangat singkat.

Oleh karena itu, Yibo dan Zhan sepakat untuk melancarkan sebuah rencana. Rencana yang bertujuan mengais restu sang duda beranak satu itu. Ah, Zhan... Kau salah langkah. Tapi, good luck, Zhan. Kamu sendirian.

Setelah dirasa rencana mereka sudah matang. Yibo sudah berada di mansion Xiao dengan tas ransel dan 2 koper yang lumayan besar. Sesuai rencana, dia akan menginap di mansion Xiao selama 2 bulan.

Saat itu yang menyambut kedatangan Yibo adalah sang calon ayah mertuanya dan beberapa orang yang tidak Yibo kenal yang saat itu sedang melakukan rapat di ruang tamu mansion Xiao. Tuan Xiao yang melihat kedatangan Yibo dengan membawa 2 koper yang lumayan besar mengernyitkan keningnya. Namun, enggan untuk berkomentar.

“Loh?? Yibo?? Ada apa? Kamu cari Zhan? Zhan sedang di luar...” tanya seorang wanita yang sudah tidak asing lagi bagi Yibo, Liu Zhan, sekretaris ayah kekasihnya itu.

“Ah, itu bibi. Zhan-ge sedang mengambil barang-barangku yang lain di mobil. Sebentar lagi dia akan masuk. Tadi Zhan-ge keluar untuk menjemputku.” jawab Yibo dengan ketawa canggung.

“Didi, kenapa berhenti di sini? Kenapa tidak tunggu gege di sofa atau langsung masuk ke kamar gege aja, huh?” tanya Zhan dari belakang Yibo dengan menenteng box hitam yang cukup besar.

“Itu, ge, di ruang tamu ada om-om dan tante-tante, aku malu masuknya.” Zhan yang mendengar jawaban Yibo hanya memutar bola matanya malas. Karena dia tahu, alasan Yibo berdiam diri itu karena dia bingung harus mengatakan apa pada ayahnya.

“Om Ye, tolong bawakan koper-koper Yibo ke kamar saya ya, tangan saya penuh soalnya, terima kasih. Ayo didi.” Zhan melangkah ke kamarnya dengan diikuti oleh dua orang. Saat bertatapan dengan sang ayah, Zhan hanya cengengesan.

“Tuan Xiao, it—” ucapan Liu Zhan dipotong oleh tuan Xiao, “Zhan.”

Zhan yang dipanggil oleh ayahnya otomatis menghentikan langkahnya dan menolehkan kepalanya. “Iya, dad?”

“Di kamar yang lain.” balas tuan Xiao singkat. Melihat akan ada perdebatan antara ayah dan anak, salah seorang pelayan mengambil box yang dibawa oleh Zhan.

“Lah? Kenapa, dad? Zhan kan pacarnya Yibo. Jadi boleh dong tidur berdua di kasur yang sama.” protes Xiao Zhan.

“Haoxuan, antar Yibo pulang.” tegas tuan Xiao yang sudah jelas jika beliau menolak penjelasan dari Zhan.

“EH EH EH!!! IYA IYAAA BEDA KAMAR IYA! GALAK BENER.” Zhan dibuat panik oleh hal itu. Karena jika Yibo dipulangkan, maka, rencana yang telah mereka susun dengan sempurna gagal total.

Yibo yang berada di belakang Zhan hanya bisa diam dan menerima hasil akhirnya dengan tenang. Karena dimanapun dia tidur itu tidak akan berpengaruh apa-apa terhadapnya.

Yibo langsung menunduk dengan memilin ujung bajunya saat netranya bertatapan dengan manik jelaga ayah dari kekasihnya itu. Yibo merasa pria paruh baya itu menatapnya dengan tajam seakan tengah mengulitinya.

Zhan yang melihat ayahnya menatap kekasihnya dengan tajam langsung menyenggol kekasihnya itu. Lalu dia berbisik, “Buatin Daddy kopi sana.” Yibo yang mendengar bisikan itu langsung tersentak dan mengangguk cepat.

Ketika Yibo sudah berlari ke dapur, Zhan menghampiri sang ayah, duduk di sebelahnya seakan tak terjadi apa-apa. Dia bahkan dengan sengaja meminum kopi milik sang ayah. Sean yang melihat tingkah laku anaknya hanya bisa diam, dia terlalu malas untuk menegurnya.

“Zhan, itu tidak sopan. Kalau kamu mau minum kopi kan bisa dibuatkan baru.” teguran dari sekretaris sang ayah hanya ditanggapi dengan senyum tidak jelas oleh Zhan. “Punya Daddy lebih enak keliatannya.” sambung Zhan dengan santai.

Semua orang yang melihat hal itu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya maklum. Sikap calon pewaris keluarga Xiao ini memang sedikit mengkhawatirkan.

“Haikuan, lanjutkan rapat.” lelah dengan sikap anaknya, Sean memilih kembali fokus pada pekerjaannya. Dia ingin segera istirahat. Ah, umur memang bukan hanya sebuah angka.

Alaaahhhh!! Lebay kali bapak-bapak satu ini. Baru juga kepala tiga udah berasa 70 tahun aja.

Zhan memperhatikan jalannya rapat dengan seksama. Karena, dia tahu mau tidak mau, suka tidak suka dia akan menjadi pemimpin dari perusahaan keluarganya itu. Meskipun tingkahnya serampangan bahkan nyaris seperti orang gila, Zhan sadar jika dia harus merubah dirinya dan perubahan itu untungnya dibantu dengan sangat oleh kekasihnya.

“Uhmm... Itu... Anu..” lamunan Zhan menjadi buyar ketika mendengar suara sang kekasih. “Ada apa, didi?” tanya Zhan. Dia lupa jika beberapa saat lalu dia meminta sang kekasih untuk membuatkan ayahnya kopi.

“Daddy-nya Zhan-ge.. Maaf Yibo ganggu... Yibo buat kopi untuk daddy-nya Zhan-ge... Daddy-nya Zhan-ge mau minum kopi buatan Yibo...” Sean dan Zhan terdiam, para pelayan dan karyawan itu pun ikut terdiam. Sejenak suasana menjadi hening.

Setelah mendapatkan kesadarannya kembali, Sean menolehkan kepalanya. Menatap manik jernih milik kekasih dari anaknya itu. Tatapannya beralih pada secangkir kopi yang berada tepat di dada sang empu.

“Ah... Bergadang lagi, bergadang lagi. Untung cantik.” batin Sean.

“Yibo, jatah kopi untuk tuan Xiao sudah habis. Tuan Xiao tidak minum kopi lebih dari 3 cangkir. Tua—”

“Terima kasih.” ocehan sekertarisnya itu dibuat bungkam dengan Sean yang mengambil kopi dari tangan Yibo. Dia menyesapnya secara perlahan, dan di detik kemudian dia dibuat menyesali perbuatannya sendiri.

Sean terbatuk kecil, lalu meletakkan kopinya ke meja. Dia terdiam sejenak, dia sangat familiar dengan rasa kopi itu. Kopi buatan Yibo memiliki rasa yang selama ini dia rindukan. Sebuah rasa yang akan selamanya dia ingat.

BUUCCIIINN!!!

Sean menatap Yibo dengan tatapan yang tak bisa diartikan. Zhan pun bingung ayahnya ini senang atau justru marah pada kekasihnya itu. Apa Yibo salah memasukkan sesuatu ke dalam kopi buatannya?

“D-daddy-nya Zhan-ge... Apa kopi buatan Yibo tidak enak?? Maaf... Maaf... Daddy-nya Zhan-ge... Besok Yibo buat yang lebih baik lagi... Maafkan Yibo....” Yibo yang ditatap sedemikian rupa menjadi panik. Dia takut jika ayah dari kekasihnya itu semakin tidak menyukainya. Dia hampir saja menangis jika tidak mendengar seruan dari ayah kekasihnya itu.

“Ini enak.”

Deg!

“Jangan dirubah. Saya suka rasanya.”

Deg! Deg!

“Tolong buatkan lagi untuk nanti malam dan seterusnya.”

Deg! Deg! Deg!

Ah, sial! Itu hanya pujian kecil, tapi kenapa Yibo merasa begitu bangga.

Ah!! Berapa kata yang ayah dari kekasihnya itu lontarkan.

AAAAAAAAAAAA!!

Kenapa Yibo sangat bangga dengan hal remeh ini. Yibo tidak bisa menahan senyumnya, dia mengangguk dengan cepat seraya meremas tangannya sendiri—menahan diri untuk tidak memeluk ayah dari kekasihnya itu.

Harusnya jangan ditahan biar si pak tua itu seneng.

Next?

Sweet Little Lion Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang