RTF02 - Tugas Berat

42 31 9
                                    

Happy Reading :) ~~~~~~~~~~~~~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading :)
~~~~~~~~~~~~~

.
.
.

Di sebuah rumah makan depan kantor National News, tiga orang yang berprofesi sebagai wartawan itu tengah menikmati makan siangnya. Sembari menyantap makanan, mereka menyelingi dengan obrolan. Arina menceritakan semua permasalahannya kepada sahabat baiknya, Sinta. Dia menceritakan bahwa dia baru saja terkena semprot atasan gara-gara dia tidak meliput berita yang cukup menarik.

"Ooo jadi gitu masalahnya." Sinta mengangguk paham setelah Arina selesai menceritakan masalahnya.

"Iya itu sih sebenarnya memang salah kamu, Rin. Seharusnya saat kamu melihat insiden pembakaran pos polisi itu, kamu tanya sama Pak Panji, perlu di liput gak peristiwa itu atau dibiarkan saja karena kamu sedang fokus pada tugas kamu meliput aksi demo. Intinya sih kamu kurang koordinasi sama Panji."

Arina mendengus. Ia menatap sebal ke arah Sinta yang malah membela Panji di banding sahabatnya sendiri.

"Tuh kan, ujung-ujungnya kalo aku cerita ke kamu, kamu pasti bakal nyalahin aku dan terus-terusan belain pimred gak punya hati itu," serkas Arina dengan wajah kesalnya.

"Ya jelas lah, aku bakal belain Pak Panji. Secara, dia kan calon suami aku. Calon ayah dari anak-anak aku. He is my handsome man. Oh, Panji, I love you so much, baby," rancau Sinta dengan mata berbinar selayak seorang fans yang sedang membayangkan idolnya.

Melihat kelakuan Sinta, Arina langsung bergidik jijik. Ia ilfil melihat Sinta yang sepertinya sudah sangat mabuk kepayang dengan manusia bernama Panji. Yah, Arina sendiri mengakui bahwa atasannya itu memang memiliki wajah yang cukup tampan. Meskipun umurnya sudah mendekati empat puluh tetapi auranya selalu terlihat muda, gagah, berwibawa dan penuh kharisma. Untuk itulah kenapa hampir semua wartawan wanita yang ada di media massa ini kepincut dengan pesona seorang Panji, tak terkecuali dengan Sinta yang akhirnya ikut-ikutan jadi fans garis keras si perjaka tua itu.

"Aku kadang gak habis pikir sama cewek-cewek yang ada di sini. Otak mereka pada di taro di mana sih, bisa-bisanya mereka naksir sama perjaka tua yang mulutnya sepedas cabe rawit itu," cibir Arina.

Sinta melotot, tentu saja dia tidak terima idolanya dicaci maki di hadapannya.

"Kamu jangan sembarangan ya, Rin, kalo ngomong. Seenaknya ngatain My Honey perjaka tua. Dia masih muda, bahkan dia jauh lebih tampan dari seluruh oppa-oppa Korea."

Arina berdecih. "Modal tampan doang sih gak akan bisa bikin bahagia."

"Kata siapa? Dia juga tajir melintir kok. Harta dia gak akan habis bahkan sampe tujuh turunan, tujuh tanjakan bahkan tujuh belokan sekalipun."

Arina hanya bisa menggelengkan kepala sembari menghela nafas. Dia mulai pasrah dan tidak lagi mau meladeni ucapan Sinta. Dia sudah skakmat, karena sahabatnya itu selalu saja memiliki argumen untuk membela idolanya bahkan sampai di titik darah penghabisan.

Reveal The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang