RTF03 - Misi Kemanusiaan

38 31 4
                                    

Happy Reading :)
~~~~~~~~~~~~~~~

.
.
.

"Saya menugaskan kamu menjadi jurnalis investigasi untuk menguak kebenaran dari kasus ini."

Arina terpelonjak dengan mata terbelalak, ia bahkan sampai tak bisa mengatupkan mulut karena saking terkejutnya dengan ucapan Panji yang bernada perintah itu.

"Ta--tapi, Pak?"

"Tapi apa? Kamu mau menolak?" sergah Panji dengan tatapan tajamnya.

Arina hanya bisa menelan saliva saat melihat tatapan Panji yang kembali menyeramkan itu. Ia tercekat dan hanya bisa menggelengkan kepala sebagai bentuk ketidakberdayaannya.

"Tidak, Pak. Saya tidak bermaksud menolak, tapi saya belum memiliki pengalaman dalam dunia investigasi. Apa tidak sebaiknya Bapak berikan tugas ini kepada jurnalis lain yang lebih berpengalaman saja?"

"Jangan coba-coba mengatur saya. Di sini saya atasanmu, saya lebih berhak menentukan siapa orang yang akan saya berita tugas. Jika saya sudah menunjuk kamu, itu artinya kamu harus siap dan tidak berhak untuk menolak tugas dari saya, apalagi mencoba melempar tugas ini kepada orang lain, itu sama sekali tidak sopan," tegas Panji dengan nada arogan.

Arina menghela nafas, apapun yang ia ucapkan seakan selalu salah di mata Panji. Lagi-lagi ia pun hanya bisa pasrah ketika dipersalahkan padahal dirinya hanya ingin memberikan saran. Arina berusaha sabar dan lapang dada menghadapi tingkah pimpinannya yang kadang membuat ia selalu darah tinggi setiap hari.

Sampai sekarang Arina selalu bertanya-tanya, dosa apa yang telah ia perbuat sampai ia dikarunia sosok pemimpin yang begitu otoriter, sombong, keras kepala dan tidak mau menerima saran dari siapapun. Arina masih tidak habis pikir memiliki pemimpin semacam itu. Hari-harinya selalu dibuat stress oleh ulah satu manusia bernama Panji.

"Pantesan gak laku-laku, orang sifatnya aja kayak gini. Yaiyalah, mana ada sih cewek yang mau nikah sama cowok rese dan egois macam dia ini. Mana ada cewek yang mau punya pemimpin keluarga yang super otoriter kayak gini. Hih, amit-amit, jauhkan Ya Tuhan, jauhkan saya dari modelan laki-laki seperti ini." Arina bergumam dalam hati seraya begidik ngeri.

"Kenapa menatap saya seperti itu?" tukas Panji kala ia menyadari perempuan di hadapannya menatapnya dengan tatapan tak biasa.

Arina terkesiap saat tatapannya kepada Panji malah disadari oleh orangnya. Buru-buru ia menggelengkan kepala untuk merespon pertanyaan Panji.

"Yasudah silahkan kamu boleh keluar. Untuk lebih jelasnya terkait tugas kamu, nanti akan kita bicarakan di rapat redaksi."

"Baik, Pa. Saya permisi." Arina bangkit dari kursi kemudian keluar dari ruangan itu dengan perasaan kesal yang hampir meledak-ledak.

•••

"Arrggg!!! Sialan! dasar pimred gila, pimred gak punya otak." Arina menumpahkan segala kekesalannya dengan ribuan sumpah serapan yang keluar dari mulutnya. Ia lempar semua bantal sofa yang ada di apartemen Sinta dengan penuh kekesalan.

Sang pemilik apartemen hanya bisa bersilang dada sembari mendengus sebal melihat tamunya ini datang hanya untuk mengacak-acak tempat tinggalnya.

"Yaudah lah, Rin, terima aja sih. Itung-itung buat pengalaman." Riyandi datang dari arah dapur sembari membawa senampan minuman. Padahal di sini dia juga tamu, tapi begitulah Sinta, dia tidak mau repot sedikit pun untuk menyiapkan minuman, untuk itu lah dia menyuruh tamunya untuk menyiapkan sendiri minumannya. Entah belajar akhlak dari dunia mana, perilaku Sinta memang kadang sesinting itu.

"Iya aku tau, tapi masalahnya aku belum pernah sekali pun terjun di dunia investigasi, aku sama sekali gak punya pengalaman di bidang itu, Yan. Sedangkan yang aku ketahui dunia investigasi itu sangat menyeramkan bahkan taruhannya adalah nyawa. Tidak sedikit jurnalis yang gugur saat sedang menyelidiki kasus yang misterius. Gimana kalo aku mainnya gak rapih terus ketauan sama pelaku aslinya terus akhirnya aku ikutan dibunuh juga sama pelakunya? Gimana coba?"

"Husst, gak boleh ngomong gitu, gak baik, secara gak langsung kamu udah berburuk sangka sama Tuhan," sahut Riyandi berusaha menasihati sahabatnya.

"Gak gitu maksudnya, Yan. Ya aku cuma takut aja. Soalnya tugas ini berat, taruhannya bener-bener nyawa, dan aku gak sudi banget pertaruhin nyawa aku cuma buat nurutin kemauan pimred sinting itu!"

Riyandi menghela nafas, dia tatap mata Arina dengan serius. "Rin, kita ini jurnalis. Kita bekerja bukan untuk mengabdi kepada Panji apalagi buat nurutin kemauan Panji. Kita ini mengabdi kepada masyarakat lewat kebenaran berita yang kita sajikan. Jadi, jangan pernah berpikir bahwa tugas apapun yang kita jalankan itu hanya sekedar untuk menuruti perintah atasan, tapi jalankan tugas itu sepenuh hati demi melayani kepentingan semua masyarakat."

"Rin, jadikan tugas ini sebagai misi kemanusiaan. Sebab kasus yang akan kamu selidiki ini menyangkut keadilan hukum untuk seseorang. Jika penyelidikanmu membuahkan hasil berupa bukti bahwa adanya tindak pembunuhan, maka di sini kamu telah berperan untuk membantu mengungkap kejahatan pelaku yang disembunyikan sekaligus memberi keadilan untuk Mira."

Arina terdiam mendengar penjelasan panjang lebar yang Riyandi berikan. Ia mulai merenung dan membenarkan apa yang Riyandi katakan bahwa tugas yang diberikan kepadanya ini memang bagian dari misi kemanusiaan. Arina terdiam cukup lama, akalnya sudah mulai menerima dengan ikhlas tugas dari atasannya itu, tapi hatinya seakan belum sejalan dan masih meronta enggan menerima tugas yang menurutnya terlalu berat ini.

"Duh kamu ini ribet banget ya, Rin. Tinggal jalanin aja, investigasi itu gak semenyeramkan apa yang kamu kira, jadi selow aja gak usah overthinking." Sinta menyahut.

Arina mendengus dan melempar tatapan sebal ke arah Sinta. "Iya aku tau. Ujung-ujungnya juga aku bakal jalanin tugas ini, kok. Lagian mana mungkin juga aku nolak, bisa-bisa aku langsung dihempas sama panji kalo berani nolak tugas yang dikasih sama dia."

"Nah tuh kamu sendiri paham. Jadi, udah lah cari aman aja. Selagi tugas yang dia berikan masih sanggup kita jalanin, ya jalanin aja."

Arina lantas mengangguk. Berkat dukungan dan nasihat dari dua sahabatnya, Arina akhirnya mulai berlapang dada untuk ikhlas menerima tugas yang diberikan atasannya.

•••



Di part selanjutnya kita bakal kenalan sama Bang Reyner. So, stay tuned terus ya!

Jang lupa vote dan commentnya.



Reveal The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang