RTF10 - Raja Yang Kehilangan Ratu

18 14 0
                                    

•••Happy Reading•••

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

•••Happy Reading•••

"Ayo main."

Ajakan Reyner membuat Arina tertegun. Di saat ia cepat-cepat ingin segera menjauh dari Reyner, pemuda itu malah mengajak bermain. Tentu saja Arina jadi kebingungan harus merespon apa. Di satu sisi ia takut jika berada di dekat Reyner, tapi di sisi lain ia juga khawatir jika Reyner akan marah kemudian mengamuk saat permintaannya tak dituruti.

Arina berada di ambang kedilemaan menentukan dua pilihan yang sama-sama mengerikan. Ia pun seakan tak punya pilihan lain hingga akhirnya mengiyakan permintaan Reyner daripada menghadapi kebrutalan Reyner saat mengamuk.

Dengan rasa takut yang mendera, Arina memulai permainan. Tangannya bergerak sedikit gemetar menjalankan bidak catur di atas papan. Padahal saat ini Reyner tampak tenang dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan melakukan sesuatu yang macam-macam, tapi rasa takut Arina terhadap Reyner selalu saja seberlebihan itu.

Di tengah permainan, rasa takut Arina tiba-tiba berubah dengan rasa heran ketika melihat Reyner begitu pandai menjalankan bidak miliknya. Ia jadi berpikir, apakah orang yang sedang mengalami gangguan jiwa bisa memikirkan strategi secerdas ini dalam menjalankan permainan catur.

Permainan terus berlanjut, rasa takut Arina kini benar-benar sirna dan terganti dengan rasa tertantang untuk dapat mengalahkan Reyner. Ia menyusun strategi sebaik mungkin untuk menjatuhkan bidak milik Reyner.

Keduanya begitu fokus pada permainan. Meskipun mulut keduanya saling diam, tapi otak mereka terus berputar untuk saling menjatuhkan.

Reyner agak sedikit kaget saat menyadari bahwa Arina juga ternyata sangat jago bermain catur, dalam waktu yang begitu singkat saja, bidak miliknya sudah banyak yang dijatuhkan oleh Arina.

Arina semakin menjadi-jadi, dengan sangat cerdas dia pun berhasil menjatuhkan bidak menteri atau ratu milik Reyner. Tentu saja hal itu membuat Reyner semakin ketar-ketir, karena bidak yang perannya sangat krusial untuk melindungi raja sudah tidak dia miliki lagi, yang artinya bidak raja miliknya kini berada dalam posisi tidak aman.

"Sudahi saja permainannya. Aku sudah pasti kalah." Reyner mengangkat tangannya dari atas papan catur. Dia nampak putus asa kala menyadari dirinya sudah berada di ambang kekalahan.

"Kok nyerah sih. Permainan kan belum selesai." Arina merasa belum puas.

"Percuma. Aku sudah kehilangan ratu. Sudah pasti aku akan kalah."

Arina tersenyum. Ia menatap Reyner dengan penuh arti.

"Permainan akan berakhir hanya ketika raja terjatuh, bukan kehilangan ratu. Jadi jangan menyerah hanya karena kamu kehilangan ratu," tegas Arina, ia mengatakan itu sesungguhnya bukan hanya tentang permainan catur yang sedang dimainkan, tetapi perkataannya juga merupakan nasihat untuk Reyner.

Arina tahu Reyner baru saja kehilangan perempuan yang sangat dicintai, untuk itulah ia berusaha memberi nasihat agar Reyner tidak terpuruk apalagi putus asa sekalipun ia baru saja kehilangan ratu yang sempat bertahta di hatinya.

Reyner tertegun setelah Arina mengatakan itu. Ia terdiam cukup lama sebelum akhirnya memalingkan wajah ke arah lain.

"Permainan tidak akan mudah. Raja akan kesusahan mencapai kemenangan tanpa peran ratu, keadaan akan sangat genting ketika raja tak lagi memiliki ratu."

"Ayolah, Rey, jangan pesimis seperti itu. Permainan belum selesai, peluang kemenangan masih bisa didapatkan sekalipun sulit. Jadi ayo berusaha lagi." Arina terus memberi semangat kepada Reyner yang seperti sudah tidak berselera untuk bermain.

"Baiklah." Reyner menyetujui meskipun dengan semangat yang hampir meredup. Ia kembali menjalankan bidak miliknya yang tersisa. Ia kembali memutar otak untuk menyusun strategi demi mendapatkan kemenangan. Sampai akhirnya tak berselang lama dari itu. Tiba-tiba saja...

Skakmat!

"Tuh, kan, argghh... tetep kalah juga kan!" Reyner memekik kesal ketika bidak raja miliknya berhasil dijatuhkan oleh Arina. Sementara Arina, ia malah tertawa, ia merasa puas bisa mengalahkan Reyner.

"Ah, gak seru!" Reyner bersilang dada sembari memalingkan wajah ke arah lain. Wajah kesalnya kentara sekali dengan bibir yang mengerucut.

Arina tersenyum kecil, ia tiba-tiba merasa gemas dengan ekspresi Reyner yang merajuk seperti anak kecil. Ia sangat tidak menyangka jika pria yang biasanya selalu terlihat mengerikan ketika marah ternyata juga memiliki sisi mengemaskan seperti ini. Arina merasa seperti sedang melihat anak umur lima tahun yang merajuk gara-gara tidak dibelikan mainan. Lebih dari itu, ia seperti sedang berhadapan dengan laki-laki waras yang tidak menderita sakit jiwa sedikit pun.

"Santai aja, Rey, ini kan cuma permainan. Kamu masih punya kesempatan untuk mengalahkan aku di lain waktu." Arina menjeda kalimatnya. Ia kemudian meraih bidak raja milik Reyner. Ia perlihatkan bidak itu di depan wajah Reyner.

"Yang terpenting, kamu jangan jadi orang seperti raja di dalam catur ini. Terlihat begitu penting tapi nyatanya sangat lemah. Selalu bergantung pada perlindungan dari peran bidak lain, padahal statusnya adalah raja. Lebih parahnya lagi, saat kehilangan ratu, raja seperti sudah kehilangan semua kekuatannya. Dari kekalahan ini, kamu ambil saja hikmahnya dengan cara tidak menjadikan bidak raja catur sebagai role model untuk kehidupan."

Reyner hanya diam. Dia tak merespon sepatah kata pun perkataan Arina yang panjang lebar itu. Reyner kemudian bangkit dari kursi. Ia pergi dari tempat itu meninggalkan Arina begitu saja.

Arina menatap punggung Reyner yang mulai menjauh dengan tatapan penuh arti. Ia pun bergumam. "Permainan belum berakhir, Rey. Setelah ini, aku, kau, bahkan seluruh dunia akan melihat siapa dalang sesungguhnya di balik permainan ini."

•••


Reveal The FactTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang