adek

234 19 1
                                    

"Matahari itu bisa saja menangis di balik awan mendung yang menutupinya tapi selalu ada langit cerah selepas hujan badai"

.
.
.
.
.

Ruang rawat menjadi kunjungan wajib selama tiga minggu ke belakang setelah pulang sekolah dan di sinilah dia. Haizar, duduk di kursi dekat ranjang Mahesa sembari menenggelamkan kepalanya pada lipatan lengan.

"Keren lo begitu bang ??, hudang bang karunya barudak"

"Bang dua minggu lagi acara graduation loh, semua wajib tampil dan lo harus ikut"

"Bangun bang, lo ketinggalan ujian banyak banget nanti gue kasih contekan deh"

"Kangen, kangen bang Hesa"

Matanya terpejam mengeluarkan air mata tapi tak ada isakan yang terdengar.

Tak dapat di pungkiri bebannya terlalu banyak sehingga membuatnya lupa kalau dia butuh istirahat, spekulasi buruk selalu mengghantui membawa kembali trauma besar yang telah lama dia kubur.




Mahesa merasakan tubuhnya seolah di hempaskan dari ketinggian membuatnya memejamkan mata. Aneh, tidak ada rasa sakit.

Netranya hitam nya kembali dia buka lalu menyipit saat cahaya ruangan menyorot tajam di susul rasa ngilu pada dadanya dan kebas di seluruh tubuh

Ruangan asing, lalu netranya beralih pada gumaman lirih di sisinya. Ujung bibirnya tertarik membentuk senyum lembut melihat mataharinya tengah menyembunyikan wajah di balik lipatan tangan

"Kangen, kangen bang Hesa"

Gemas sekali, baru kali ini dia melihat si bebal Haizar menjadi begitu menggemaskan.

Mahes mengulurkan lengannya mengusap surai sang adik.

"Abang juga kangen Haihai" bisiknya serak.

Haizar menggerjap linglung lalu memgangkat wajahnya menatap sang abang yang kini tengah menatapnya dengan senyum tipis.

"Hei kamu nangis ??"

Haizar memalingkan wajahnya tapi malah bahunya bergetar di susul tetesan deras air mata, berbalik memeluk Mahesa .

"Kangen, maaf harusnya Haizar yang di sini bukan abang"

Mahes terkekeh gemas lalu mengusap pungung Haizar lembut

"Hus, gak boleh ngomong gitu kamu kan tau kalau ini udah takdir dan gak bisa di cegah mau kamu di sana atau ngak juga, kalau takdirnya kena ya kena"

Dari tangisannya Mahes tau kalau Haizar tidak hanya memikirkan hal itu tapi banyak hal yang di bawanya pada bahu sempitnya.

"Maaf, Haizar cengeng ya bang" Mahes menggeleng

"Stop minta maaf kamu gak salah, nangis itu wajar karena kamu manusia mau cewe atau cowok sama aja"

Perlahan Haizar tenang lalu remaja itu melepas pelukannya, mata sembab, hidung merah, begitu juga pipinya. Sangat imut.

Ah, Mahesa jadi berfikir kenapa Haizar bisa Alter ego sih mana kejam lagi.

"Eh, iya lupa gak panggil dokter kalo abang dah sadar" Haizar merutukki kebodohannya membuat Mahesa semakin gemas.

"Gak usah, kamu di sini aja kalo mau panggil yang lain aja" Haizar mengangguk.

Mahes memincing menatap luka memanjang di plipis kanan Haizar tampak masih basah, ujung bibirnya juga agak sobek semuanya tampak baru.

"Abang gak sadar berapa lama Zar ??"

Barudak Bandung ||Haechan X DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang