Rumah yang Reno berikan padaku ia bangun dengan arsitektur rumah impianku. Aku ingat ketika aku melihat-lihat katalog rumah lalu aku menunjukkan rumah impianku pada Reno. Rumah yang tidak terlalu besar namun memiliki halaman cukup luas untukku membuat taman bunga dan kebun sayur. Sungguh beruntung wanita yang nanti akan menjadi pendamping Reno. Dan sungguh beruntung aku yang pernah menjadi bagian dari hidupnya.
Meskipun rumah ini begitu indah dan merupakan rumah impianku. Namun, aku masih tetap dengan rencana awalku untuk pergi dari Warembor. Aku berencana untuk menetap di Verseile. Ibu kota negara bagian Everolin. Kota yang cukup besar jika dibandingkan Warembor. Sebenarnya kehidupan kota tidak terlalu cocok untukku namun aku memiliki beberapa teman dan kenalan yang menetap disana. Akan lebih mudah bagiku untuk menetap di Verseile dibandingkan kota lain karena dulu aku menghabiskan beberapa tahun berkuliah di kota itu sehingga lebih mudah untukku beradaptasi.
Sudah satu minggu aku menempati rumah pemberian Reno. Aku rasa sudah saatnya untukku pindah ke Verseile. Kenny, orang yang banyak membantuku dalam proses perpindahanku ke Verseile sudah berhasil memperoleh tempat di sebuah rumah tua yang berusia 300 tahun untuk ditinggali selama aku menetap di sana. Rumah tua yang cukup besar. Pemiliknya saat ini membagi rumah itu menjadi beberapa bagian untuk disewakan seperti apartemen. Terlepas dari umurnya yang sudah tua dan rumor bahwa rumah itu horor aku memilih tempat ini karena letaknya tepat di samping Sungai Yor dan cukup jauh dari pusat Kota Verseile. Sangat cocok untuk orang yang tidak menyukai hiruk pikuk kota seperti ku.
Aku meletakkan kembali foto-foto rumah tua yang akan menjadi tempat tinggal ku nantinya ke dalam amplop. Kenny mengirimkan foto ini sebagai bahan tinjauan, aku sangat berterima kasih atas totalitasnya itu.
Sekarang aku akan memfoto beberapa bagian rumah ini untuk aku berikan ke agen properti. Aku tidak punya banyak waktu untuk menunggu rumah ini terjual, sehingga jalan cepatnya aku menawarkannya ke agen properti. Mereka sangat menyukai rumah ini dan memberikan harga yang bagus untuk rumah ini. Sesungguhnya aku merasa tidak rela menjual rumah yang dibangun oleh Reno dengan segenap hati. Namun, aku lebih tidak ingin hidup terjebak masa lalu dan rumah ini adalah salah satu wujud masa lalu itu.
Saat aku tengah memfoto halam depan rumah, sepasang suami istri melintas di depan rumahku. Si istri terlihat sedang hamil besar, ia berjalan perlahan-lahan dengan merangkul lengan suaminya sebagai pegangan. Awalnya aku berusaha menghiraukan mereka dan melanjutkan kegiatanku namun si istri menarik lengan suaminya untuk berjalan memasuki halaman rumahku.
"Wah rumah ini ternyata sudah jadi. Sudah lama aku tidak melewati komplek ini hingga tidak menyadarinya. Apakah anda pemiliknya?" tanya wanita hamil itu padaku.
"Ya, ini rumah saya."
"Rumahmu sangat indah. Perkenalkan, aku Helen Rosvielld dan ini suamiku, Vander Rosvielld."
Pasutri ini sungguh menarik, si istri yang manis dan unik hingga secara tiba-tiba masuk ke halaman rumah orang lain lalu mengajak pemiliknya berkenalan, bersanding dengan si suami yang terlihat dingin dan cuek. Kombinasi yang serasi.
"Ah ya, salam kenal, saya Esme," ucapku memperkenalkan diri seraya membalas jabat tangan dari Helen.
"Salam kenal, Esme. Ngomong-ngomong dimana laki-laki yang biasanya melihat proses pembangunan rumah ini. Emm, siapa namanya ya. Van apa kau tau siapa nama pria yang biasanya mondar-mandir di rumah ini?" tanya Helen pada suaminya yang hanya dibalas gelengan pelan.
"Aku pernah menceritakan pria ini padamu, Van. Bagiamana bisa kamu melupakannya. Bantu aku mengingatnya. Sepertinya kehamilan ini membuatku mudah melupakan beberapa hal," ucap Helen yang tampak lucu di mataku. Benar-benar manusia yang unik dan banyak bicara. Memiliki istri seperti Helen pasti membuat hidup Vander sangat bewarna, hahaha.
"Reno. Namanya, Reno," ucap Vander pada Helen.
Tunggu dulu, jadi mereka berdua mengenal Reno. Dugaanku sepertinya ini bukan pertama kali bagi Helen memasuki halaman rumah orang lain lalu mengajak pemiliknya berkenalan. Sepertinya ia melakukan hal yang sama saat Reno sedang mengawasi pembangunan rumah ini.
"Oh ya, Reno. Laki-laki tampan dan manis itu. Ya, walaupun suamiku tetap yang paling tampan dan manis, hehehe. Dimana dia Esme?"
Helen sungguh berani sekali memuji pria lain di hadapan suaminya. Jika itu aku pasti Reno sudah kesal dan akan mengomel tentang bagaimana menjadi istri yang baik bagi suaminya. Bahkan ia akan mengungkit-ungkitnya sampai setahun kemudian. Sedangkan reaksi Vander ia hanya menatap singkat Helen lalu membuang muka. Aku yakin dalam hatinya ia ingin mengomel seperti yang biasanya Reno lakukan tapi ia memiliki kontrol yang baik akan emosinya.
"Oh Reno, dia tidak ada di sini."
"Apa maksudmu ia tidak ada di sini?" tanya Helen dengan wajah bingungnya.
"Emm, aku tinggal di rumah ini sendirian."
"Oh, aku kira Reno adalah pemilik rumah ini mengingat betapa seringnya ia memantau pembangunan. Apa ia mandor yang mengawasi pembangunan rumahmu, Esme?"
"Tidak-tidak, dia pemilik rumah ini tapi memberikan rumah ini padaku."
"Lalu kau adalah...?"
"Ah, a-aku mantan istri Reno. Ia membangun rumah ini sebelum bercerai untuk diberikan padaku dan ya di sinilah aku berada."
"Oh jadi kamu mantan istri Reno. Jika kamu masih bisa menghubunginya sampaikan padanya dia masih memiliki hutang makan siang di rumahku. Aku sudah menyelamatkan wajah tampannya itu dari adonan semen," ucap Helen yang sukses membuat Vander mendelik lalu dengan malu-malu menatapku.
"Ya akan aku sampaikan pada Reno."
"Helen, aku rasa sudah waktunya kita kembali. Kamu terlalu banyak berdiri, tidak baik untuk kandunganmu," ucap Vander pada Helen. Entah ia mengatakan itu karena benar-benar mengkhawatirkan Helen karena terlalu banyak berdiri atau karena tidak enak padaku karena istrinya yang terlalu banyak bicara. Ya, meskipun Helen banyak bicara tapi ia sosok yang menyenangkan.
"Iya Vander-ku, sayang. Sepertinya kamu sudah tidak sabar pulang ya," jawab Helen sembari membelai lembut rahang tegas Vander yang dihiasi jambang tipis.
"Baiklah, Esme. Aku pamit ya, senang berkenalan denganmu. Sebagai bentuk sambutan tetangga baru aku mengundangmu makan malam di rumah ku. Rumahku si ujung komplek ini nomor 28," ucap Helen menawarkan dinner bersama padaku. Baiklah, selain suka masuk ke halaman rumah orang lalu mengajak berkenalan ia juga suka mengajak orang lain makan di rumahnya.
"Maaf, tapi malam ini aku tidak bisa. Aku ada keperluan yang penting."
"Baiklah, bagaimana jika makan siang besok?"
"Baiklah, akan aku usahakan untuk datang. Terima kasih tawarannya."
Setelah aku mengiyakan ajakan Helen untuk makan siang di rumahnya barulah ia pergi dengan tetap berjalan perlahan-lahan. Sepertinya kehamilan besar membuatnya susah berjalan. Jika kecelakaan itu tidak menimpaku aku rasa kandunganku sudah sebesar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Menyembuhkan Luka Kita
RomansEsme menjalani sebagian besar hidupnya ditimpa kemalangan. Seorang yatim piatu yang tidak mengetahui asal-usulnya dan tidak pernah merasakan cinta dalam hidupnya. Namun, setelah akhirnya ia menemukan kebahagiaan dalam hidupnya, mengapa ia harus diti...