Dua bulan Nadira menahan diri untuk tak muncul di hadapan Argi. Hari ini ia mulai penasaran dengan kabar lelaki yang sempat jadi pacarnya itu. Libur sekolah tak memberi ketenangan sedikit pun untuknya. Ia tak kuat menahan rindu. Tanpa memikirkan apapun, Nadira mengajak Dandi untuk mengunjungi rumah Argi.
Di sisi lain Dandi merasa sangat malas untuk mengikuti ajakan Nadira. Namun, rasa sabar dalam dirinya hadir begitu saja. Ia merasa mau melakukan apapun untuk gadis yang kini berjalan di depannya.
"Ayo buruan Dan," ucap Nadira yang lebih dulu melewati pintu utama.
"Sabar tuan putri."
Keduanya tiba di pekarangan rumah. Dandi mulai menaiki motornya, dilanjut dengan Nadira. Dalam hitungan detik keduanya meninggalkan rumah.
Dua puluh menit berlalu. Dandi dan Nadira tiba di kediaman Argi. Baru saja turun dari motor, Nadira sudah merasakan sesak di hatinya. Seolah pisau telah menggores hatinya. Nadira tak bisa lupa bagaimana hubungannya berakhir begitu saja. Dengan semua sakit yang ia rasa, Nadira mencoba menahan itu semua. Ia menghela napas panjang lalu memencet bel rumah Argi.
Berulang kali Nadira mengucap salam dan memencet bel, tetapi tak ada satu pun penghuni rumah yang keluar.
"Mungkin lagi pada keluar," kata Dandi.
"Kalau gitu, kita tunggu, ya," pinta Nadira dengan wajah penuh harap. Dandi tak bisa menolak itu. Ia bingung mengapa kebahagian Nadira menjadi prioritasnya. Dandi merasa yakin bahwa ada yang salah dengan hatinya. Ia merasa jatuh cinta, lagi.
Mentari digantikan sinar rembulan. Bintang-bintang menjadi saksi Nadira yang setia menunggu kedatangan Argi. Sudah lebih dari lima jam ia di sana. Nadira terduduk di depan pagar rumah sembari menunduk. Ia tak kuat lagi untuk berdiri, juga tak kuat menahan tangis.
Dandi merasa kasihan dengan teman masa kecilnya itu. Ia mencoba membuat Nadira bangkit dan mengajak gadis itu untuk pulang.
"Gue masih mau nunggu Argi, Dan" lirih Nadira sembari menyeka air matanya.
"Rumahnya kosong Nad, lampunya aja gak ada yang nyala."
"Mungkin sebentar lagi Argi dan keluarganya pulang."
"Please Nad, jangan terlalu tolol, jelas-jelas rumahnya gak ada orang. Ayo pulang!"
Nadira hanya bisa diam. Ia pun menuruti ajakan Dandi. Di sepanjang perjalanan Nadira terus memikirkan Argi. Ia tidak tahu lagi harus berbuat apa untuk bisa mendapatkan balasan perasaan dari lelaki yang sangat ia idamkan itu. Semuanya berakhir sia-sia, bagi Nadira.
❤️ ❤️ ❤️
Setibanya di rumah, Nadira memilih untuk segera masuk ke dalam kamar. Dandi kehabisan cara untuk menghibur gadis itu. Dengan lesu Dandi menjelaskan kepada Risa apa yang terjadi dengan Nadira. Risa pun lupa memberitahu anaknya bahwa Argi telah pindah ke luar kota. Risa pun bergegas menemui Nadira. Dengan penuh usaha ia membujuk Nadira untuk membuka pintu kamar.
"Mamah mau ngomong soal Argi, nak," ucap Risa.
Dalam hitungan detik, pintu terbuka. Risa pun masuk dan kembali menutup pintu.
"Mamah mau minta maaf sama kamu," gumam Risa.
"Kenapa Mah? Kenapa harus minta maaf?"
"Mamah lupa kasi tahu kamu kalau Argi dan keluarganya pindah ke Bandung."
"Pindah?!" kaget Nadira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Waiting For You [TAMAT]
Teen FictionTidak sabaran, Nadir langsung saja mengajak Argi menjalin suatu hubungan; pacaran. Sialnya, ia ditolak, sebab bentuk tubuhnya yang bulat seperti bola, juga wajahnya yang penuh dengan jerawat seperti daun jambu yang Argi lihat di rumah temannya, dan...