[Two]

50 19 13
                                    

Malam yang gelap dengan hembusan angin dingin yang cukup menyiksa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Malam yang gelap dengan hembusan angin dingin yang cukup menyiksa. Sepasang tungkai pucat penuh luka itu terus berlari sekuat yang ia bisa memasuki wilayah hutan Silva yang rimbun. Tak peduli lagi dingin atau tajamnya ranting kayu kering yang lukai telapak kaki. Dua benda itu seakan sudah mati rasa sebab rasakan sakit yang berulang-ulang.

Sementara itu dari belakang, ia masih mendengar samar-samar banyak langkah kaki yang terdengar berlari mengejarnya.

Pasukan Ignis.

"Akh!"

Akar pohon besar yang mencuat dari tanah buatnya tersandung. Ia terjatuh, dapati kakinya terluka parah dengan darah yang mengalir deras akibat gesekan. Dengan nafas tersenggal, tubuh lemas yang lelah bukan main, ia putuskan untuk pasrah sebab tak ada lagi yang tersisa hingga akibatkan diri tak sanggup lagi berlindung. Dan pada detik berikutnya, seluruh pandangan lantas seketika menggelap.

.
.
.

🍃🍃🍃🍃🍃
.
.
.

Benjamin abaikan rasa sakitnya, terus berjalan mencari jalan keluar berharap dapat temukan rumah dan diperbolehkan tinggal untuk satu malam meskipun nyatanya pemuda itu tidak menemukan apapun sejak tadi siang. Bahkan langit yang tadinya terang kini perlahan mulai terlihat gelap. Udara dingin terasa semakin menusuk perut dan dadanya yang tidak berbalut kain.

Tanpa baju, tanpa ponsel, dan dompetnya, ia menyusuri jalan ikuti naluri, dengan kaki yang menahan perih akibat terus-terusan injak ranting kering yang cukup tajam.

Tempat asing ini tampak tak nyaman baginya. Banyak pikiran buruk berkelana tanyai apa sebab ia bisa berada disini dan siapa yang membawanya kemari.

Bagaimana bisa?

Dengan kuat pemuda itu coba terka kemungkinan apa yang terjadi; penculikan, jual beli manusia, dendam pribadi, namun setelah ia pikir kembali jika memang ada orang jahat yang ingin menjualnya, maka orang tidak waras mana yang mau membelinya?

Lagipula, dia itu 'kan miskin. Siapa yang mau menculik orang miskin?

Larut dalam pikiran buatnya tak merasa kalau ia telah cukup lama berjalan, buatnya lelah bukan main. Ia hampir saja menyerah kalau saja tidak mendengar suara langkah kaki yang beradu dengan ranting kayu kering dan dedaunan kering tak jauh dari tempatnya berdiri. Suara itu terdengar cukup jelas. Benjamin tersenyum penuh harapan. Dengan cepat ia segera mencari sumber suara.

"Hei," Teriak Benjamin, "apa kau mendengarku?"

Namun setelah itu, Benjamin tidak mendengar apapun selain deru nafasnya. Suasana mendadak sunyi. Pemuda tinggi itu sempat mengerutkan dahi kebingungan dan menoleh ke sekitar. Tepat pada saat ia membalikkan badan, sebuah pedang panjang berada tepat dipinggir lehernya, menggores sedikit batang leher putih itu hingga mengeluarkan cairan berwarna merah.

absconditus [ENHYPEN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang