Belum Waktunya Pensiun

24 18 0
                                    

"Mas, Mas Fahry ganteng ya" Ungkapnya secara tiba-tiba disela belajar malam ini.

"Inget dah punya istri" Balas Hanan dari rebahannya di ranjang sang adik dengan ponsel digenggamannya.

"Tau kok, kalo udah punya istri" Balas Azizah lagi pada ucapan sang kakak yang manis belum ia sadari sejak kemarin, jika ia di bohongin oleh kedua kakak itu.

"Ya kalo udah tau ngapain masih suka?" Tanya Hendra tiba-tiba masuk, "ya emang salah!, orang suka doang" Ketus gadis itu. Menampilkan wajahnya yang merengut kesal, dari kursi belajarnya.

'Tuk' lagi Hendra mengetuk dahi gadis itu dengan buku Azizah yang ia gulung.

"ya salah lah. Suka kok sama suami orang, kocak" Bebernya sambil terkekeh, sedangkan Hanan malah tertawa puas mendengar jawaban yang di lontarkan bungsunya.

Kemudian gadis itu pun memutarkan kuri belajarnya menghadap kedua kakaknya yang sedang tertawa ringan.

"Lagian kata Mas Hanan gapapa, kok. Kalo mau jadi yang kedua!~" Ucapnya lagi sambil menunjuk Hanan dengan muka polosnya yang berhasil membuat Hanan tertawa terbahak-bahak. Yang tak sadar juga membuang ponselnya kesembarang arah.

Namun pernyataan tersebut segera menghadiahinya tatapan tajam dari si sulung. Ia mengajarkan adiknya sesat.

Hendra segera memukul kaki Hanan yang tertekuk untuk menahan tawa itu. "hahaha ampun, mas. Hanan cuma bercanda. Tapi bungsu lo malah percaya." Ucapnya berlari keluar kamar untuk menghindari amukkan Hendra karna ulahnya sendiri.

"Ya kalo tau dia polos ngapain lu ajrain sesat. Anjing!" Pekik Hendra dari dalam kamar si bungsu.

"Yaa maap, Hahahaha" Sautnya dari luar.

🧄🧄🧄

"Hahahaha. anjir sakit" Keluh Hanan yang rambutnya di jambak oleh azizah dengan spontan untuk menghindari kejaran Hendra.

"Dah lah capek, Mas. Pusing tau" Azizah menjatuhkan tubuhnya pada sofa ruang tengah setelah puas berlarian bersama kedua kakaknya itu. "Bapak dimana, ndok?" Hendra yang juga lelah.

"Kayaknya di belakang mas, tadi katane sih mau ngopi di belakang, tapi nggak tau masih atau nggak, cek aja" Balasnya dan segera diangguki Hendra.

Pemuda itu melangkah kearah dapur yang terhubung untuk ke Halaman belakang rumah. Yang dimana sekarang pak Ibrahim sedang berjongkok dengan cangkul mini miliki. 

Sementara azizah pergi setelah Hendra berjalan menuju belakang, sore-sore gini enaknya muter-muter sama pacar, tapi apa boleh buat suka sama orang aja nggak boleh, jadi ya ini adalah resiko lo mas, batin azizah kala sudah naik motor bersama Hanan.

Sedangkan Pak Ibrahim sedang sibuk bersama beberapa bunga yang mungkin akan ia upgrade untuk memperbanyak bunga tersebut.

"Bapak taseh nopo to?" [1]  Hendra yang menghampiri sang Bapak yang sedang asik menggali tanah untuk media tanam yang baru.

"Iki loh le, bapak tuh kasian sama bunganya nggak keurus gini, nggak kayak bapak" Jawab pak Ibrahim dengan tangan yang masih saja sibuk dengan pekerjaannya itu.

"Hah, maksudnya nggak kayak bapak gimana?" Belum pak Ibrahim menjawabnya Rian datang dengan ranjang jemuran dari samping rumah melangkah menuju mereka.

"maksud bapak. Bapak tuh kerawat mas sama kamu, sedangkan bunga mawarnya nggak, nggak di rawat dengan baik gitu loh maksude bapak" Jelas Rian pada sang kakak.

Dan segera berlalu masuk kedalam rumah bersama keranjang baju yang ia tumpukan pada kepalanya seperti penjuan jajan tradisional keliling dengan bakulnya.

The Seven BrothersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang