03

2.3K 263 20
                                    

Arsena sudah siap, berniat menelfon Aidan untuk mengajak berangkat bareng.

Tiga panggilannya tak terjawab padahal berdering, akhirnya Arsena mengalah, ia menghela nafasnya panjang. Susah sekali menghubungi Aidan, padahal jika di kirimi pesan sudah di baca hanya tak di balas saja.

Akhirnya ia memilih keluar untuk segera ke meja makan.

"Pagi, ma.. pa.. Hen.." sapa Arsena yang sudah duduk ditempatnya.

"Pagi sayang, tidur kamu nyenyak ?" Tanya sang mama sambil memberikan segelas susu rutin anak bayinya.

Arsena nampak lesu, mungkin karena Aidan yang tidak membalas pesan maupun menjawab panggilan darinya. Padahal jika Aidan gak mau, Arsena juga gak bakalan maksa, dia bakal ngerti kok.

Mau sampai kapan harus Arsena terus yang mulai sesuatu, Aidan gak keliatan effort nya sedikitpun.

"Pergi sama siapa dek ?" Arsena menoleh menatap Samuel, papanya.

"Sama Henry ?" Balas Arsena ragu, ia menatap Henry yang memakan sarapannya dengan santai.

"Boleh" balas Henry membuat Samuel dan Arsena mengangguk.

"Nanti adek telat pulang lagi ya" izin nya menatap semua orang.

"Mau kemana ?" Tanya Samuel. Pasalnya ia begitu sensi jika bayi nya pulang gak tepat waktu, sifat overprotektif dan posesifnya begitu kental jika menyangkut Arsena, bayinya.

"Mau main dulu sama Farhan, paling jalan-jalan aja di mall" balas Arsena.

"Jam 7 udah harus di rumah, telfon papa setiap 30 menit sekali, mau pulang juga harus telfon papa" ceramah Samuel, Marrisa dan Henry memutar matanya malas. Tapi ya sudah malas meladeni sifat Samuel yang begitu pada Arsena.

"Pa, anaknya mau main kok malah di suruh nelfonin papa, ya gak bebas dong mainnya" ucap Marrisa.

"Papa kan harus tau keadaan adek Ma, papa gak mau adek kenapa-napa, jadi papa harus tau, untung papa gak nyuruh adek nelfon setiap 5 menit sekali" bela Samuel membuat Marrisa memutar matanya jengah.

Sementara Arsena hanya tertawa pelan melihat keributan kecil papa dan mama nya, sebenernya ia tak begitu masalah jika di posesif-in sama papa nya, justru ia merasa aman dan di lindungi dan ia tak merasa risih sedikitpun.

"Yaudah pa, ma.. Abang berangkat ya" ucap Henry yang bersiap-siap bangun, membuat Arsena juga dengan cepat menghabiskan sereal nya.

"Abang, adek lagi sarapan, tunggu dulu nanti dia tersedak" omel Samuel kesal membuat Henry memutar matanya malas.

Terkadang Samuel ini berlebihan. Bukan terkadang sih, tapi emang berlebihan.

"Cepet Arsena nanti telat" ucap Henry yang menggoda Samuel, membuat pria paruh baya itu memelotot kan matanya menatap Henry.

"Abang !" Barulah tawa Henry dan Marrisa terdengar mengalun, menggoda Samuel tentang Arsena memang yang paling menyenangkan.

"Adek berangkat ya, dahh~ ma.. pa.." Arsena segera pamit setelah mencium pipi keduanya, berlari menyusul Henry yang sudah lebih dulu keluar.

"Adek jangan lari-lari, lantai nya licin ?" Teriak Samuel khawatir.

Pluk.

Marrisa memukul suaminya kesal. Sementara Samuel justru hanya cengengesan gak jelas.

"Hehe, bayi papa ma.." ucap nya tersenyum canggung.

"Udah sana siap-siap, papa juga harus ke kantor"

"Iya, iya"

------------------

Di dalam mobil, karena Henry pergi bersama Arsena maka ia wajib membawa mobil, biasanya ia memakai motor karena keseringan anak-anak ngajak nongkrong pulang sekolah.

See You Aidan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang