04

1.8K 253 47
                                    

Hari dimana Arsena mendengar kebenaran yang 50% sudah ia ketahui, Aidan gak pernah datang buat setidaknya ngejelesain yang mungkin bagi Aidan sendiri juga, buat apa dia ngejelasin fakta itu. Memang benar kok apa yang dia omongin sama Laura adalah kenyataannya, bagi dia kalau Arsena udah denger ya berarti itu nyata. Dia gak perlu repot-repot ngomong lagi.

Padahal, jauh di dalam hatinya, ada sebuah perasaan kecil dimana ia ingin mendatangi Arsena, tapi masih berpikir, buat apa dia datengin Arsena ?

Aidan menghela nafasnya malas, ia benci jika harus di pusingkan seperti ini, padahal juga Arsena nampak tak perduli, dia justru bersikap seperti biasa, kaya dulu, mengiriminya pesan walaupun pesan itu berakhir ia baca saja.

Arsena nampak tak lelah dengan sikap acuh dan cuek Aidan.

"Aidan !!" Aidan berbalik, melihat Arsena yang berlari menghampirinya, wajahnya begitu ceria pun dengan senyum yang begitu manis.

"Selamat pagi~" sapanya, dan Aidan hanya menatap Arsena diam, membuat pria itu menjadi kikuk sendiri.

"Kamu sendiri ? Mana temen-temen kamu yang lain ?" Aidan menghela nafasnya, tanpa menjawab ia justru berbalik melanjutkan langkahnya untuk ke kelas.

Arsena terdiam, menatap sendu punggung kekasihnya yang sudah pergi menaiki tangga untuk ke lantai 2.

"A-aidan !! Tunggu !" Teriak Arsena yang menyusul Aidan dengan sedikit berlari.

"Akkhhh.." naas nya Arsena tergelincir dengan lutut yang jatuh lebih dulu, Aidan berbalik lalu segera menghampiri Arsena.

"Lo kenapa sih, masih bocah ? Kenapa lari-lari di tangga" sentak Aidan membuat Arsena tertegun sesaat, bahkan sentuhan Aidan yang memeriksa lututnya pun tak bisa Arsena rasakan saking terkejutnya dengan nada tinggi Aidan.

"O-oh.. itu... aku mau ngajak kamu sarapan bareng di kantin, takut nya nanti keburu bel makanya aku lari, tapi tadi gak kenceng kok larinya, hehe.." jelas Arsena sambil menunjukkan cengiranya.

"Bisa bangun gak" Arsena mengangguk pelan walaupun tak yakin, tapi ia berusaha dan ya dengan bantuan Aidan juga.

"Makasih.." cicit Arsena pelan.

"Ayo, gue bantu" akhirnya Arsena dibantu Aidan untuk ke kelasnya, sepanjang perjalanan ia tak henti-hentinya memandang Aidan, ia jarang sekali memandang Aidan sedekat ini. Karena ya memang mereka jarang menghabiskan waktu berdua. Jika Arsena memberi pesan ingin jalan atau menghabiskan waktu berdua pasti Aidan gak pernah bales apapun, itu juga yang ngebuat Arsena berpikir kalau mungkin memang Aidan gak mau habisin waktunya sama dia.

Seperti ajakan sarapan baru saja, Aidan gak jawab kan.....

Aidan sadar kok dia di perhatiin terus sama Arsena, tapi buat negur kekasih nya itu ia begitu malas, jadi membiarkan Arsena terus menatapnya adalah opsi yang baik.

"Kok.... tapi aku belum sarapan" cicit Arsena pelan saat ia melihat kelas nya sudah keliatan di depan sana, Arsena pikir Aidan bakal ke kantin tapi ternyata ke kelas.

"Dengan keadaan kaki Lo yang kaya gini ? Gue gak mau ngebantu Lo sampe kantin" sarkas Aidan membuat Arsena membungkam mulutnya.

Arsena belum sarapan...

Dan tiba-tiba Aidan melepaskan tangannya membuat Arsena bingung, ia melihat ke depan sana dimana teman-teman Aidan berkumpul di depan kelasnya, pun ada Laura juga yang melihat ke arahnya dan Aidan.

Arsena ngeliat ke arah Aidan, dan ya kekasihnya itu pergi ninggalin dia dan justru nyamperin Laura sama teman-temannya.

"Kenapa Arsena ?" Tanya Laura yang terus memperhatikan Arsena.

See You Aidan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang