Six

20 2 0
                                    

Don't forgot to vote and comment😁
Happy Reading!!










Alora sedang sibuk membuat cookies bersama mamanya sekarang. Sepulang sekolah tadi, Alora mendapati Sena baru pulang dari minimarket dan mengatakan kalau ia sedang sangat ingin membuat cookies. Jadilah mereka didapur dengan Alora yang membuat adonan dan Sena yang menyiapkan loyang untuk adonan cookies nya.
    
Semua cookies sudah hampir matang saat jam menunjukkan pukul empat dan Juna baru pulang dari kantornya.
    
"Cantik-cantiknya Papa lagi buat apa, nih?" Tanya Juna penasaran.
    
Alora sudah membuka mulutnya untuk menjawab, tetapi keduluan Sena.
    
"Yang jelas jenisnya makanan, mending Papa mandi dulu deh bau keringet, nih." kata Sena sambil menjepit hidung dengan jarinya.
    
Alora tertawa saat melihat itu. Ia melihat muka melas Papanya saat keluar dari dapur.
    
"Papa jadi bete tuh, Ma." kata Alora.
    
"Mending kamu mandi juga deh sana." Sena malah menyuruhnya mandi.
    
"Cookies nya kan...."
    
"Udah jadi, sana mandi." Sena berkata sambil mendorong putrinya keluar dari dapur.
    
Alora masih di dapur untuk melepas apronnya dan ia letakkan di atas meja lalu keluar dari dapur dengan memberengutkan bibirnya.

*  *  *

Gadis itu sedang melangkahkan kakinya menuju ke kelas yang bukan kelasnya. Alora pergi ke kelas Aru untuk memberikan cookies untuknya, karena ia tahu, cookies merupakan salah satu cemilan favorit Aru. Saat ia sampai di kelas itu, kelas XI IPA 4, Alora belum melihat satu siswa pun di situ. Ia tetap memberanikan diri untuk masuk dan berjalan ke meja paling belakang, tempat Aru duduk. Ia membuka tasnya untuk menulis surat agar Aru tau kalau cookies itu dari dia.
    
Saat meletakkan paperbag nya di meja, mata Alora tak sengaja melihat ke laci meja itu. Ia menunduk untuk melihat, dan ternyata, sebuah foto polaroid Aru dan seorang gadis di sebelahnya. Itu pasti Willona. Keduanya tersenyum manis. Alora tidak bisa mengelak kalau gadis itu benar-benar cantik. Ia mengambil ponsel di sakunya dan memotretnya. Ia pergi menjauh dari kelas itu setelah selesai memotret foto polaroid tadi.
    
Saat sedang berjalan ke kelasnya, ia berpas pasan dengan Ellara dan Agam. Keduanya tersenyum kepada Alora dan dibalas senyum juga dari gadis itu.
    
"Sendiri doang nih, Ra?" Tanya Ellara.
    
Alora mencibirkan bibirnya saat mendengar itu "Perasaan mata lo normal deh, Ell." katanya membuat Ellara tertawa.
    
"Kantin yuk?"
    
Kalimat yang baru saja keluar dari mulut Ellara itu langsung membuat Alora mendelikkan matanya "Masih pagi udah ngantin, yang bener aja."
    
Sejak sekolah disini, Alora memang tidak pernah pergi ke kantin pagi-pagi, alasannya hemat, padahal saat jam istirahat saja, ia tidak jajan sedikit. Emang bocah aneh.
    
"Emang sih." kata Ellara "Yaudah yuk kelas." Ellara menarik lengan Alora agar berjalan disampingnya dan mereka pergi meninggalkan Agam sendirian.
     
"Gue kok ditinggal, yang?" teriak Agam membuat Ellara menoleh ke belakang dan nyengir kepadanya.
    
"Lupa Gam, duluan ya." katanya.
    
Agam mencibirkan bibirnya setelah mendengar kata 'Lupa' yang terucap dari mulut Ellara.
   
"Itu cewek beneran nggak pernah pacaran, apa? masa sama cowok sendiri lupa." Agam masih terus mengomel ketika ia berjalan ke kelasnya.
   
Ia baru berhenti mengomel saat Aru datang dan merangkul pundaknya.
    
"KAGET ANJING!"  Teriak Agam karena Aru tiba-tiba saat merangkulnya. Ia juga tak mendengar sepatu Aru tadi.
    
Aru menggosok telinganya setelah mendengar itu "Kenceng banget teriakan lo kaya cewek." omelnya.
    
Agam mengabaikannya "Nggak sama deo?"
    
Aru menggeleng "Deo berangkat sama Naya."
    
"Loh, udah pacaran?"
    
"Lo pikir harus pacaran dulu baru boleh berangkat bareng?" Aru menatap tak percaya ke Agam.
    
"Enggak juga sih."
    
Mereka sudah sampai di kelas dan langsung berjalan ke belakang kelas, ke tempat mereka duduk. Agam memang duduk di sebelah Aru.
    
"Apatuh, Ar." Kata Agam menunjuk ke paperbag yang diletakkan di atas meja mereka.
    
Mata Aru mengikuti arah yang di tunjuk Agam dan terperangah kaget saat melihat paperbag itu. Ia langsung mengambilnya dan membuka apa isinya. Secarik kertas dan sebuah kotak. Ia mengambil dulu kertas itu dan membacanya bersama Agam,
    
Aru, itu cookies dari Alora sama Mama
dimakan yaa...

"Wah cookies, mau dong."

Agam mengambil paperbag nya dan mengeluarkan kotak yang ada didalamnya lalu membukanya. Benar saja, isinya cookies yang sudah di tata rapi di dalam kotak itu. Agam baru mau mengambilnya sebelum Aru menepiskan tangannya.
    
"Cookies nya buat gue, bukan buat elo." katanya.
    
Agam mengangkat satu alisnya setinggi mungkin saat mendengar itu "Lo udah suka Alora, nih?"
    
"Enggak."
    
Agam hanya mengangkat kedua bahunya dan duduk. Ia mengambil cookies dari kotak itu dan memakannya sebelum Aru sadar karena lelaki itu masih memegangi kertas tadi saat duduk di samping Agam.
    
Aru sebenarnya sedang berpikir tentang bagaimana bisa Alora masih memberikan cookies padanya, padahal waktu itu Aru sudah bilang 'jangan suka gue' sampai membuat gadis itu menangis. Ia menggelengkan kepalanya keras. Mungkin gadis itu memang tidak marah padanya. bodo amat lah
    
Ia baru mau mengambil cookies saat melihat foto polaroid dirinya bersama Willona yang tergeletak di laci meja. Ia mengambilnya dan memandang lama foto itu. Willona terlihat sangat cantik di foto itu, ingin sekali ia mengulang kisahnya bersama Willona. Tapi mustahil karena Willona tidak pernah menyukainya, tapi apa salahnya berteman lagi?

Tunggu...

Aru menatap bergantian dari cookies ke polaroid nya. Kalau Alora dari sini, dia pasti melihat foto itu kan? nggak mungkin enggak.

"Lo liatin apa sih?" tanya Agam.

Aru menggeleng, tapi Agam memajukan kepalanya untuk melihat apa yang ada di tangan Aru.

"Owh, liatin mbak mantan."

Aru langsung menyakukan polaroid itu dan menatap tak suka ke Agam.

"Kapan lo move on?" Tanya Agam.

Aru menghembuskan nafasnya, lelah. Sudah beribu kali Agam dan Deo bertanya tentang hal itu "Enggak tau."

Dan jawabannya selalu itu.

Agam hanya mencibir dan tidak berkata lagi.

*  *  *

Alora menatap ke luar jendela dengan sedikit kebutaan air matanya. Ini adalah jam istirahat dan dia sedang duduk sendirian di perpustakaan sambil terus menangis. Ia sangat beruntung karena perpustakaan selalu sepi. Jarang sekali ada yang kesitu kalau tidak disuruh. Ia sendirian disitu. Benar-benar sendiri, sebelum...

"Alora?"

Alora terkejut. Ia mengusap air matanya dengan lengannya dan menoleh untuk melihat siapa yang memanggilnya. Ternyata Naya.

"Kamu nangis?" Naya duduk di depan Alora sekarang.

"Enggak." Alora berkata sambil menggelengkan kepalanya.

"Masih ada air matanya tuh di pipi" Kata Naya membuat Alora salah tingkah. Gadis itu meraih dasinya dan mengusap pipi dengan dasinya.

"Lo ngapain di sini?" Tanya Alora.

Naya mengangkat buku yang ia bawa "Pinjam buku."

Alora hanya mengangguk untuk menanggapi.

"Kamu kenapa nangis di sini?" sekarang gantian Naya yang bertanya pada Alora dan hanya dibalas gelengan dari kepala gadis itu.

"Karena Aru ya?" Naya bertanya lagi dengan hati-hati.

Alora melebarkan matanya saat mendengar itu. Tapi ia tentunya sadar kalau ia waktu itu mengirimkan foto Aru ke grup angkatan, jadi pantas saja Naya tau kalau ia menyukai Aru.

Alora membuka mulut untuk sekedar menjawab 'iya, karena Aru' tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya membuat ia menutup lagi mulutnya.

"Enggak apa apa kok kalau kamu enggak cerita, aku juga sadar kalau kita enggak sedeket itu." Kata Naya sambil tersenyum. Alora membalas senyum itu setipis mungkin.

"Aku ijin duduk sini ya? kamu boleh nangis lagi, kok." Naya berkata sambil membuka bukunya dan mulai membacanya.

Alora hanya terdiam dan dia bahkan tidak menangis lagi seperti yang disuruh Naya.

---       TBC      ---

Say you love meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang