3. Mulai Terbiasa

4 3 0
                                    

"Hai."

Bella menghela napas, sudah terlalu biasa. Total sudah satu minggu lamanya, Rendy selalu berada di depan kelasnya, entah itu saat jam istirahat pertama dan kedua, lalu jam pulang sekolah.

"Pulang bareng, ya."

"Gue mau ke toko buku, lo balik duluan aja."

"Gue anter, Bel."

Lagi, Bella menghela napasnya, lalu mengangguk, berdebat dengan Rendy hanya membuang tenaga. Saat Rendy menyodorkan tangannya, Bella pun memberikan tangannya untuk digenggam, selalu begitu, ia jadi tak perduli lagi bagaimana banyaknya mata di lorong sekolah itu menatapnya.

Benar kata Rendy, tak ada yang berani mengganggunya, sebab anak-anak Crownd selalu mengawasi di manapun ia berada, jadi orang-orang harus berpikir dua kali jika ingin mengusiknya.

Kekuatan pacar ketua -calon maksudnya, mereka belum jadian.

"Mau nyari buku apa, cantik?"

"Jangan sampe gue pukul lo, ya." Bella mendengus keras. "Biar dikata lo ketua Crownd, gue nggak takut."

"Bagus," Rendy tersenyum, lalu memakai helm-nya. "Jangan takut sama gue ya, cantik, calon pacar lo ini."

Bella mendengus lagi, lalu mengambil helm yang disodorkan Rendy padanya. Kemarin-kemarin, Bella tak mengenakan helm, namun karena ia protes, Rendy lantas membelikannya sebuah helm berwarna hitam bermotif kucing, itu agak menyebalkan sebenarnya.

"Toko buku mana?" Rendy bertanya, ketika motornya perlahan meninggalkan parkiran sekolah.

"Yang paling deket aja, tapi sebelumnya, pergi makan dulu, yuk, tadi istirahat gue nggak makan, perut gue agak sakit."

"Kenapa baru bilang?!" Rendy menaikkan tempo gas motornya, untuk mencari tempat makan terdekat, ia tau soal asam lambung Bella yang sering kambuh kalau telat makan, itu sebabnya sekarang ia panik, takut Bella-nya kenapa- kenapa.

Laju motor Rendy mulai memelan, kala ia memasuki halaman sebuah kafe. Usai parkirkan motornya, Rendy turun lebih dulu seperti biasa, lalu mengulurkan tangannya untuk menggendong Bella turun.

"Makan nasi, ya."

Bella mengangguk, ia belum makan nasi hari ini, itu sebabnya perutnya terasa sakit.

Rendy menggenggam tangannya, lalu membawa ia masuk ke dalam kafe. Bella bahkan membiarkan Rendy yang memesan makanannya, ia percaya dengan lelaki itu, sebab mereka memiliki selera yang sama soal makanan.

Usai memesan, Rendy kembali membawanya semakin masuk ke dalam, untuk mencari posisi duduk yang nyaman.

"Bel, gimana?"

"Apanya?"

Tangan Rendy perlahan bergerak maju, mendekati tangan Bella untuk ia genggam dengan hati-hati. "Udah suka sama gue?"

Bella menaikkan pandangannya, menatap Rendy, namun ia tak menjawab, sebab jawabannya hanya akan menyakiti lelaki itu.

"Nggak papa, baru seminggu, gue masih harus berjuang lagi."

"Hm," Bella mengangguk saja, tidak mudah baginya jatuh cinta pada orang asing, apalagi mereka baru kenal selama seminggu ini.

"Tapi, Bel," tatapan mata Rendy terlihat sedikit lain kali ini. "Lo nggak ada orang yang lagi disukai, 'kan? Bakal susah nantinya."

Bella menggeleng, terakhir kali dia suka sama orang itu saat ia di kelas 11, ia menyukai seorang teman les yang menurutnya keren, bukan jatuh cinta, hanya sekedar suka saja.

Dan hal itu membuat Rendy sontak tersenyum lebar. "Syukurlah. Tapi, Bel...pintu hatinya dibuka, ya, biar gue bisa masuk."

"Iya," Bella mendengus, ia sedang mencoba hal itu, membuka hatinya untuk Rendy, walau itu cukup sulit, karena baru berjalan satu minggu.

SinestesiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang