4. Marquess Elias Reed Markey

41 3 1
                                    

Exel pamit untuk memulai misi barunya dan misi rahasia Iyane yang hanya dirinya seorang yang tahu.

■□■□■□■□■□■□■□■

"Tiga bulan untuk mengumpulkan seluruh alat musik itu? Apa kau bercanda?"

"Maaf, Lady, dari seluruh alat musik yang Lady inginkan, beberapa di antaranya tidak tersedia di wilayah kita, tiga bulan adalah waktu tercepat yang bisa ditempuh kereta barang dari negara seberang, saya berharap Lady bisa memahaminya." Exel tertunduk dalam, benda-benda itu memang tidak bisa instan didapat oleh Iyane di zaman kolot tahun 1400-an. Iyane mengusap mukanya kasar.

Bagi Iyane, tiga bulan itu terlalu lama untuk menyelesaikan satu percobaan pindah dimensi, tapi mau bagaimana lagi, dengan berat hati ia mencoba menerimanya.

Iyane mendesah, "baiklah. Untuk sekarang, siapkan orang yang pintar di dunia nada dan alat musik untuk menjadi guruku. Se-ge-ra." Markey sempat membeku, tetapi setelah mencerna ucapan Iyane, ia menunduk sebentar dan kemudian pamit pergi melaksanakan titah Lady.

Cein yang melihat Exel kedapatan tugas-tugas tak biasa dari Iyane pun diam-diam merasa prihatin, mau bagaimana lagi, alasan dia ada di sini pun karena Iyane membutuhkan asisten, tetapi cara Iyane sedikit lebih kejam terhadap Exel ketimbang pegawai yang sudah turun-temurun melayani keluarga Markey.

"My Lady," panggil Cein.

"Hng." Sejak Exel meninggalkan ruang, Iyane menyandarkan kepalanya di sofa sambil meletakkan sebuah buku yang lebar dan tipis menutupi seluruh wajahnya.

"Exel sudah berjuang dengan sungguh-sungguh, My Lady, saya sangat berharap My Lady tidak terlalu keras padanya." Jemari Cein bertaut gusar.

'Itu bahkan tidak seberapa dengan apa yang dia perbuat di dalam novel, dia kabur setelah membuat Jayden terjerumus dalam masalah hutang pribadinya, lalu pergi ke tempat antah-berantah dan hidup dengan nyaman di sana.'

"Hanya dengan syarat, dia bisa membuktikan kalau dia kompeten dalam tugas pertamanya," ungkap Iyane, Cein hanya bisa pasrah jika itu yang Lady-nya inginkan.

Tak lama dari itu, seseorang mengetuk pintunya.

"Masuklah." Iyane masih bergeming dengan buku di mukanya.

"Iyane." Suara bariton yang familiar membuatnya membeku, dan Iyane kemudian menjatuhkan buku di wajahnya itu dan membetulkan posisi duduknya seakan tak pernah terjadi apa-apa.

"Iya, Papa?" tanya Iyane dengan ceria.

"Hari pertama pelatihan untuk calon Count telah dimulai, tidakkah sebaiknya kita berkunjung langsung melihat kegiatannya?"

Iyane membulatkan matanya, rahangnya nyaris jatuh karena terkejut, tidak menyangka Papanya akan secepat ini mengabulkan permintaan hadiahnya.

"Papa luar biasa! Mari kita berkunjung!"

Terlepas dari titel "kado," Marquess Elias pasti banyak melewati pertemuan dengan para Count dan perencanaan yang matang untuk melaksanakan kegiatan pelatihan ini, bukan? Iyane benar-benar dibuat tak berkutik dengan kegesitan Papanya, membuatnya merinding.

■□■□■□■□■□■□■□■

Kini, persiapan untuk ke tempat pelatihan calon Count tampaknya lebih rumit dari biasanya. Bagaimana tidak? ada kepala pelayan yang ikut menata diri Iyane dan memilihkan gaun yang lebih indah lagi untuk dikenakannya. Setidaknya ada tujuh pelayan di kamarnya, Iyane yang terbiasa hanya dilayani Cein merasa ulah Papanya ini berlebihan.

Selesai dengan segala tetek bengeknya, Iyane pun menaiki kereta kuda bersama Papanya, menuju tempat yang hanya ia tahu merupakan tempat pelatihan.

Sebenarnya banyak yang ingin Iyane tanyakan, tetapi seluruh pertanyaan itu menggantung di ujung lidahnya entah kenapa. Kehidupan Iyane dengan Papanya pun baik-baik saja, tidak ada masalah apapun—jika yang di restoran tidak masuk hitungan.

"Apa yang menyebabkan Exel menjadi asistenmu, Iyane?" di kala Iyane sibuk mencari kata yang pas, Marquess Elias menyambar pertanyaan duluan.

"Hanya karena aku butuh bantuan seseorang yang sedang menganggur, supaya dia bisa fokus pada apa yang mau ku- ... pelajari."

"Alat musik? sebanyak itu?"

Seharusnya Iyane membicarakan hal ini dulu pada Papanya sebelum dia memulai misi, ditanyai sesudah terjadi rasanya membuat lehernya tercekat.

"Aku sedang melakukan percobaan, Papa, ada lagu yang ingin kumainkan, dan firasatku mengatakan bahwa aku harus mencoba semuanya jika aku ingin merasa puas." Bohong jika Iyane bilang hal itu akan membuatnya puas, karena jika ia berhasil mendapat cara kembali ke dimensinya, ia tidak tahu apa yang akan terjadi pada diri Iyane yang akan ditinggalkannya, apakah jiwanya akan kembali? atau tubuh ini akan mati?

"Jangan memaksakan dirimu, nikmatilah prosesnya, tidak perlu buru-buru." Nasihat lembut dari Marquess Elias membuat Iyane melemaskan otot-ototnya, sejauh ini ia berusaha sendirian, memaksa dirinya untuk terus di atas tanpa peduli waktu dan kondisi, tiba-tiba saja seseorang hadir dan menjelaskan bahwa sekarang sudah waktunya dirinya mengambil jeda, seperti dipersilakan istirahat, dia tak dapat menahan tawanya yang ringan.

"Terima kasih, Papa, aku sangat membutuhkan kata-kata itu."

Padahal Papanya tidak tahu, bahwa jiwa yang berada dalam tubuh anaknya ini bertujuan untuk menjauhinya jika perpindahan dimensi dapat terjadi lagi. Perasaan bersalah pada jiwa Iyani menyeruak sampai ke akar terkecilnya.

'Apa yang aku lakukan?'

■□■□■□■□■□■□■□■

"Pelatihannya di pusat Archillen? kediaman Duke William? Papa serius?"

Iyane menatap tak percaya pada pemandangan di depannya, mansion yang lebih mirip istana, menjadi tempat pelatihan yang berawal dari idenya?

Mereka berdua disambut baik oleh para penjaga, dan kemudian diantar sampai ke kelas pertama hari ini, yakni kelas kebugaran yang dilaksanakan selama kurang lebih 30 menit, Iyane dapat melihat kakaknya, Lady Bellane, yang tampak percaya diri dalam barisan laki-laki itu, satu-satunya Lady yang menjadi calon Count, rambutnya yang panjang diikat kuncir kuda.

Jangan lupakan, Grey, yang berada di tengah-tengah barisan dengan muka yang sulit diartikan, pria itu sebenarnya cukup rupawan, mengingat ini novel BL.

Kelas dimulai dari pemanasan, tes kegesitan dan kekuatan, kemudian disusul dengan beberapa exercise beserta pelatihnya yang tampil dengan penuh energi, menyenangkan sekali, terutama melihat pesertanya berkeringat, tanda mereka benar-benar melakukan olahraganya dengan baik, kemudian waktu kelas pertamapun habis.

"Bagaimana menurutmu kelas pertama ini, Iyane?" tanya Marquess Elias dari samping.

"Saya rasa Papa sudah menyiapkannya dengan baik, tidak ada alasan untuk saya tidak menyukainya. Mungkin menambah sedikit variasi dalam bentuk tes hariannya, seperti berpedang, mereka dapat menunjukkan kebolehan mereka dari latar keluarga yang berbeda, seni pedang yang berbeda juga."

Setelah kelas pertama selesai, mereka langsung diarahkan untuk mempersiapkan kelas selanjutnya, yakni kelas menulis dan berdiskusi, disusul dengan beberapa tes kecil. Jika isinya para calon Count, Iyane berharap tinggi terhadap intelektualitas mereka.

Semua peserta telah duduk di kursinya masing-masing, Iyane duduk di kursi kosong pada pojok belakang kelas, dengan ditemani Marquess Elias di sampingnya, kemudian guru mereka—yang tampak familiar sekali, memasuki ruangan.

"Selamat siang, para calon Count dari Dukedom Archillen, sebuah kehormatan dapat bertemu secara langsung dengan kalian di kelas ini, sebagai anak pertama dari Duke William, saya berharap kalian dapat mengemban tugas Count dengan baik." Pembukaan dari anak pertama Duke William, matanya yang jeli menelisik setiap wajah yang menjadi calon Count.

Iyane tampak mencoba mencerna keadaan, kemudian ia menoleh ke arah Papanya.

"Menangkap dua burung dengan satu batu," ucapnya pelan.

Menjadi Kakak dari Protagonis - IyaneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang