Part 07. Sekolah Malam.

3 1 0
                                    

   Mataku terbelalak ketika melihat jam dinding sudah menunjukkan angka tujuh malam. Aku segera beranjak dari kasur, melemparkan buku novel ke sembarangan arah tanpa peduli. Kakiku terus melangkah acak terburu-buru mencari seragam sekolah.

Rambutku segera ku sisir hingga rapih serta tak lupa untuk mengoleskan bedak tipis-tipis ke wajahku. Kuas kecil berwarna merah muda ku oleskan ke bibir kecilku agar aku gak terlihat pucat. Setelah selesai bersiap-siap, aku bergegas keluar kamar dan tidak lupa membawa tas.

   Mamaku terkejut melihatku terburu-buru berangkat sekolah. Beliau menghampiriku dan bertanya,"Enjina, kenapa kamu berangkat ke Sekolah? Ini malam hari?"

"Sekarang pelajarannya jam malam, mom. Aku sendiri tidak tahu, kenapa? Tapi aku akan baik-baik saja." kataku tenang berusaha menyakinkan mama.

Beliau mengangguk sambil mengelus kepalaku, tersenyum. "Hati-hati!" katanya dan aku segera berangkat ke sekolah.

   Hutan yang lebat dan gelap. Suara binatang malam terdengar begitu nyaring membuat tubuhku merinding. Aku sesekali ketakutan dengan suara-suara hewan malam dikarenakan aku tak terbiasa mendengarnya. Coba bayangkan yang biasanya mendengar suara klakson jalanan, pengamen, orang-orang mengobrol, banyak cahaya lampu dimana-mana dan juga musik dari toko-toko.

  Kini semuanya menjadi senyap. Tak ada cahaya kecuali sinar bulan dan bintang. Tidak ada lagi suara bising kendaraan dan klakson hanya ada suara angin serta rasa dingin dari angin malam tersebut. Aku berjalan menuju ke rumah Darius.

   Baru pertama kalinya, aku ke rumah Darius. Penasaran, bagaimana rumah Darius itu. Kakiku berhenti saat ada rumah bak istana di hutan ini. Aku melihat sekeliling, tidak ada satu orang pun di sini. Lalu aku membaca di pagar bahwa ada tulisan "Parveen Family" — sudah di pastikan ini rumahnya Darius.

"Besar sekali tetapi kesannya menyeramkan." komentarku sedikit merinding.

  Menyentuh besi pagar yang dingin, berusaha untuk membukanya karena tidak di gembok. Saat mendorongnya, suara decitan dari besi tersebut terdengar nyaring. Aku pun masuk ke dalam, menutup kembali lalu berjalan menuju pintu berukuran besar.

  Dalam pikiranku berkata bahwa mereka sengaja menjual rumah yang kini menjadi tempat tinggalku sebab mereka keluarga Parveen sudah memiliki rumah jauh lebih besar. Namun, anehnya mengapa mereka menjual rumah sebelumnya dengan harga murah pada keluargaku.

   Aku mengetuk pintu rumah tersebut dengan alat pengeruk pintu yang menempel. Terus menggoyangkan benda tersebut ke pintu terbuat kayu, menunggu sang pemilik keluar dari rumahnya.

  Akhirnya si pemilik rumah pun membuka pintu. Mataku terkejut ketika melihat yang membuka pintu itu bukan Darius melainkan wanita cantik jelita dengan bibir berwarna merah merona, tersenyum ke arahku.

"Wah siapa yang datang ke sini?" tanyanya membuatku melongo melihat penampilan wanita muda ini sangat seksi dan cantik.

'Aku benar-benar insecure'-batinku.

"Permisi, apa Darius ada di dalam? Aku temannya Darius." kataku sesopan mungkin, tidak lupa tersenyum.

"Oh, kamu temannya Darius. Apa kamu yang membeli rumah kami sebelumnya?" tanya wanita tersebut, aku membalas anggukkan mantap.

"Iya, benar sekali." jawabku singkat. Pandanganku tak bisa teralihkan oleh wanita ini seolah aku sudah terhipnotis.

"Kau pasti belum tahu, aku kan. Aku adalah Anita Parveen, ibunya Darius." kata Anita membuatku semakin terkejut hingga mulutku menganga tak percaya bahwa orang di hadapanku ini adalah ibunya, Darius.

Kulit putih pucatnya sangat cantik, muda, bibir merona, mata cantik dengan bulu mata lentik dan rambut yang terurai panjang masih sehat sempurna. Beliau seperti gadis berusia 25 tahun.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

7 Bayangan (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang