Prolog

26 1 0
                                    

(Opening)
(Happy Reading!)

-
-

-
"Aku gak mau pindah, mom." kataku cemberut melihat mama sama papa sudah mengemasi barang-barang mereka.

Sedangkan aku masih duduk cemberut melihat kedua orang tuaku bersiap-siap. Koper dan baju aku masih ku biarkan di atas sofa. Aku sama sekali tidak setuju dengan pindah rumah ini sebab aku tidak bisa bertemu dengan teman-teman ku lagi di sekolah dan pastinya melakukan adaptasi di lingkungan baru itu membuatku merasa malas.

   Mama ku dengan cepat mengemasi barang-barang ku. Beliau tidak mau mendengar ucapan "tidak" dariku. Itu membuat memutar bola mataku malas. Mau tidak mau, aku mengiyakan dan ikut mereka berdua.

  Namaku Enjina Lewis, aku di besarkan oleh kedua orang tuaku dan terlahir di keluarga Lewis. Nama ayahku Cannor Lewis sedangkan mamaku bernama Cintya Lewis. Kami memiliki darah Inggris bercampur darah dari Indonesia. Sebab mamaku itu berasal dari Indonesia.

  Dalam perjalanan menelusuri jalan raya. Cuaca hari ini sangat cerah dan panas.  Begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang di setiap harinya. Aku lebih fokus menatap layar ponsel membalas teman-teman ku yang sedih. Terutama sahabat ku Angel, ia paling dramatis memberiku pesan kalimat perpisahan serta memberiku sebuah video dan foto sebagai kenangan.

   Kami semua pindah karena ayahku harus bekerja di daerah yang penuh hutan. Ayahku itu seorang peneliti tumbuhan serta pengamat lingkungan, tidak hanya itu saja, banyak sekali pekerjaan ayahku yang tak bisa ku sebutin satu-satu. Ayahku memang pintar dalam bidang apapun jadi beliau itu orang kepercayaan perusahaan di tempat kerjanya.

    Ketika aku bertanya dimana tempat sekolah baru dan rumah baruku, ayahku mengatakan kalau tempatnya di tepi hutan sedangkan gedung elit di tengah hutan. Dalam pikiranku hanya satu pertanyaan. Mengapa ada satu gedung elit berada di tengah hutan? Aku tidak tahu pasti, sekolah model apa bisa-bisanya jauh dari pemukiman warga dan dunia luar.

  Sekitar 3 jam perjalanan, aku merasakan mobil berhenti mendadak dan segera mataku ini terbuka melihat Papa sama Mama sudah turun dari mobil. Aku melihat dari jendela mobil. Sebuah rumah berukuran besar, berwarna putih, serta mempunyai gaya rumah kuno. Bisa dikatakan rumah kaya jaman era 80-an menurutku.

   Roda kecil dari koper terdengar saat aku menyeretnya. Suasana di sini agak samu membuat badanku terasa merinding. Namun, sekuat tenaga aku abaikan. Kemungkinan aku tak biasa tinggal di rumah besar tanpa ada tetangga kiri-kanan. Ya, rumah ini berdiri kokoh sendiri di tepi hutan. Serta lumayan jauh dari jalan raya.

"Ini seriusan,Pa. Rumah kita dan tidak ada tetangga?" tanyaku ketika masuk ke dalam rumah membuat mulut menganga.

Semua barang perabotan rumah sudah tersedia di sini bahkan ada permadani yang indah. Sekitar ruangan juga banyak vas bunga tinggi. Papa berhenti sejenak melihatku yang penuh tanda tanya.

"Ada kok. Tetangga kita tuh agak jauh dari rumah. Tapi papa percaya kamu akan segera dapat teman baru dan akrab. Jadi ia bisa nemenin kamu waktu masuk sekolah, besok." katanya membuatku shock.

"Apa! Besok! Besok aku harus pergi sekolah sama orang yang sama sekali tidak ku kenal!" kataku masih tak terima.

"Sudahlah, Enjin. Sekarang kamu masuk kamar, siap-siap. Karena sebentar lagi. Ada tamu." kata mama mendorongku ke kamar baruku.

7 Bayangan (On-going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang