"Keraguan adalah bayangan yang mengiringi cinta, mengajari kita untuk lebih dalam memahami dan menghargai perasaan yang sebenarnya."
-Rivano Arsa Wiratama-
Tak terasa seminggu berlalu sejak kedatangan mereka di Desa Suka Damai, mereka juga telah melakukan observasi desa selama seminggu ini. Rivano dan Arshela bangun lebih pagi dari biasanya. Hari ini mereka akan pergi ke kantor desa untuk berbincang dengan kepala desa dan para pejabat lain di kantor desa. Tujuan mereka adalah membahas tanggal yang tepat untuk mengadakan seminar program kerja (proker) yang telah mereka rencanakan.
Setelah bersiap-siap, Rivano dan Arshela berangkat menuju kantor desa dengan membawa segala persiapan yang dibutuhkan, seperti proposal kegiatan, jadwal yang diusulkan, dan beberapa dokumen pendukung lainnya. Namun, sebelum mereka berangkat, terjadi sedikit perdebatan di posko. Dewina, sempat ingin memaksa ikut dalam pertemuan tersebut. Katanya sih, ingin berkontribusi lebih dan ikut andil dalam proses diskusi.
"Gue juga mau ikut, boleh ya?" Tanya Dewina penuh harap.
Fiona, dengan mulut pedasnya, segera menyela. "Emangnya apa sih jabatan lo di posko ini? Sok banget. Biarin ketua sama sekretaris aja yang pergi," ucapnya dengan nada sinis.
Dewina terdiam sejenak, merasa tersinggung dengan perkataan Fiona. Suasana sempat hening, dan ketegangan terasa di antara mereka. Rivano, yang tidak ingin suasana semakin panas, segera mengambil inisiatif untuk menengahi mereka berdua.
"Udah, kalian berdua berdua enggak usah berdebat. Gue paham Dewina ingin berkontribusi, tapi untuk saat ini, biar gue dan Arshela yang mengurusnya. Kami akan memastikan semua informasi disampaikan secara lengkap ke kalian," kata Rivano dengan suara menenangkan. "Lagian juga motor cuma satu enggak mungkin 'kan gue bonceng dua cewek sekaligus, jarak kantor desa dari sini juga lumayan jauh. Jadi, gue enggak mungkin bolak balik kesini buat jemput lo."
Arshela mengangguk setuju. "Bener, Wi, kalau lo ikut juga, kasian Fiona enggak ada yang bantu dia masak."
Dewina akhirnya mengalah dan tersenyum tipis, "Ya udah deh, kalau gitu gue enggak usah ikut. Semoga pertemuannya berjalan lancar." Ucap Dewina, sebenarnya alasan dia ingin ikut, karena hanya ingin lebih dekat dengan Rivano.
Rivano dan Arshela berangkat ke kantor desa menggunakan motor Pak Rustam. Rivano, yang menjadi pengendara, meminta Arshela untuk berpegangan dengan erat. Arshela menurut dengan memegang bagian belakang almamater Rivano. Namun, Rivano merasa tidak ada pergerakan, dan itu membuatnya sedikit kecewa.
Saat mereka melintasi jalan yang berliku, Rivano tiba-tiba menancap gas motornya. Membuat Arshela tersentak kecil dan secara refleks memeluk pinggang Rivano untuk menjaga keseimbangan. Rivano merasakan getaran hatinya tersentuh oleh kehangatan pelukan Arshela.
Setelah beberapa saat, mereka sampai di kantor desa dengan selamat. Rivano melirik ke arah Ashela yang sedang turun dari motor, tersenyum penuh makna. "Maaf ya, tadi gue enggak sengaja tancap gas," ujarnya sambil memandang Arshela dengan penuh arti.
KAMU SEDANG MEMBACA
KKN (Kuliah, Kerja, Naksir) {Proses Terbit}
Ficção AdolescenteDi tengah-tengah tanggung jawab untuk membantu desa dan menyelesaikan proyek KKN dengan sukses, Arshela dan Rivano terperangkap dalam labirin perasaan yang rumit. Meskipun keduanya merasakan tarikan emosional yang kuat, kesalahpahaman dan ketakutan...