BAB 4 CEMBURU

35 18 1
                                    


"Cemburu adalah kilatan emosi yang memperlihatkan betapa dalamnya kita peduli terhadap sesuatu atau seseorang, bahkan saat kita merasa rentan dalam prosesnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Cemburu adalah kilatan emosi yang memperlihatkan betapa dalamnya kita peduli terhadap sesuatu atau seseorang, bahkan saat kita merasa rentan dalam prosesnya."

-Arshela Pramudya-

Arshela sedang bersantai di teras depan rumah posko mereka, menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya. Di tangannya ada secangkir teh hangat yang sesekali ia hirup, menikmati aroma yang menenangkan. Matanya terpejam sejenak, menikmati momen ketenangan di tengah kesibukan program Kuliah Kerja Nyata mereka.

Rivano, yang baru saja selesai dengan tugasnya, berjalan mendekatinya dengan langkah santai. Dia membawa dua botol air mineral di tangannya. "Boleh gue duduk di sini?" tanyanya dengan senyum yang selalu membuat Arshela merasa hangat.

Arshela membuka matanya dan melihat ke arah Rivano, lalu mengangguk sambil tersenyum, "Boleh." Dia menepuk kursi di sebelahnya, mengisyaratkan agar Rivano duduk.

Rivano duduk di kursi sebelah Arshela, membuka satu botol air mineral dan meneguknya. "Lelah juga ya hari ini," katanya sambil meregangkan tubuhnya.

Arshela mengangguk setuju. "Iya, tapi seru juga. Gue suka ngelihat hasil kerja keras kita mulai terlihat."

Rivano tersenyum, menatap Arshela dengan lembut. "Benar. Ngomong-ngomong, lo ngapain di sini sendirian? Nggak ikutan yang lain?"

Arshela mengangkat bahu ringan. "Cuma mau menikmati momen tenang aja sebentar. Kadang butuh waktu buat diri sendiri, tahu kan?"

Rivano mengangguk paham. "Iya, gue ngerti. Kadang perlu juga ngebreak sejenak biar nggak terlalu stress."

Keduanya terdiam sejenak, menikmati suasana sore yang semakin teduh. Langit mulai berubah warna, menandakan senja akan segera tiba. Suara canda tawa teman-teman mereka terdengar dari dalam rumah posko, namun di teras itu, mereka berdua menikmati keheningan yang nyaman.

"Lo suka banget sama suasana kayak gini ya?" tanya Rivano tiba-tiba, memecah keheningan.

Arshela tersenyum lagi, kali ini lebih lebar. "Banget. Ada sesuatu yang damai dari angin sore dan langit senja. Kayak semua masalah bisa hilang sebentar."

Rivano mengangguk setuju. "Gue setuju. Kadang hal sederhana kayak gini yang bikin kita inget kenapa kita suka berada di tempat ini." Dia menatap wajah Arshela dari samping, mengagumi kecantikan murni dari gadis itu. Bahkan tanpa dipoles apapun, wajah Arshela tetap memancarkan pesona alami yang membuatnya tak bisa berpaling.

Hening kembali menyelimuti mereka, tapi kali ini ada kehangatan yang terasa berbeda. Rivano merasa dadanya berdebar lebih kencang. Dia menatap langit yang mulai berubah warna, namun pikirannya terus kembali ke sosok Arshela di sebelahnya. Setiap kali Arshela tersenyum atau tertawa, ada sesuatu yang membuat hati Rivano bergetar.

Arshela, yang merasakan tatapan Rivano, melirik ke arahnya dengan sedikit malu. "Kenapa liatin gue terus, Van?" tanyanya dengan tawa kecil, mencoba menyembunyikan rasa gugup yang tiba-tiba muncul.

KKN (Kuliah, Kerja, Naksir) {Proses Terbit}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang