Saya sudah sangat gagal menjadi seorang suami. Karena saya baru mengetahui kesakitan yang di alami istri saya selama ini.
-Bilal Abidzar Ar Rasyid
°°°
Bilal memperhatikan setiap objek sekitar, tangannya sesekali juga ikut bermain memegang satu persatu pakaian yang terpajang di ruangan. Bilal berniat berjalan menghampiri kasir Butik untuk bertanya. Tapi, sebelum berjalan langkah kakinya seketika langsung terhenti.
"Bilal?" Panggil seorang wanita paruh baya kepadanya.
"Mama! Assalamualaikum, Ma." Bilal langsung menoleh dan mencium tangan Mama Lenka.
"Wa'alaikumussalam warahmatullah! Tumben sendirian kesini, nak? Lea mana?" Mata Mama Lenka menoleh sedikit ke arah pintu.
"Bilal emang sengaja kesini sendiri, Ma! Soalnya ada yang mau Bilal omongin sama Mama."
"Oh, boleh nak! Mau ngomong apa?"
"Kita bicara disana aja ya, Ma." Bilal menunjuk kursi di luar Butik.
Mama Lenka menganggukkan kepalanya dan berjalan mengikuti langkah Bilal.
Setelah mereka berdua duduk, Bilal terdiam sejenak. Mulutnya tertutup rapat seakan kesulitan untuk berbicara. Bilal bingung, mau memulai pembicaraan dari mana dulu.
Mama Lenka yang melihat itu justru mengerti maksud dari kedatangan Bilal menemuinya. "Kenapa nak? Lea bikin masalah? Cerita sama Mama?"
"Nggak kok, Ma!"
"Terus apa?"
"Hem, ada yang mau Bilal tanyain sama Mama."
"Apa nak?"
"Sebenarnya hubungan Lea sama Papa itu gimana, Ma? Kenapa Lea bisa sebenci itu sama Papa? Bahkan buat nyebut nama Papa aja, Lea nggak mau?"
Mama Lenka tidak bisa berkutik sedikitpun, bibirnya langsung terdiam seribu bahasa. Mama Lenka bingung, gimana menjawab pertanyaan dari Bilal.
"Ma? Bilal berhak tahu?" Lanjut Bilal membangunkan lamunan Mama nya.
Dengan tarikan nafas panjangnya, Mama Lenka memberanikan diri untuk bercerita. "Sebenarnya, wajar kalau Lea sangat benci sama Papa. Papa sudah sangat keterlaluan, dia benar benar sudah melukai fisik maupun batin Lea."
Bilal semakin dibuat bingung dengan jawaban Mama Lenka. Terlebih selama ini Lea tidak pernah menunjukkan sisi sedihnya sedikitpun dihadapan Bilal. "Maksud Mama?"
"Dari kecil, Lea selalu mendapat perlakuan kasar dari Papa. Mungkin itu juga yang membuat Lea jadi perempuan liar, Lea selalu keluyuran nggak jelas, pergaulannya bebas bahkan Lea ikut minum minum juga kayak Papa."
Bilal mengernyitkan keningnya seakan bingung. "Perlakuan kasar?"
"Iya, nak. Awalnya Lea cuma mau belain Mama. Ketika Papa kalah main judi dan dalam keadaan mabuk berat, Papa melampiaskan emosinya sama Mama. Mama selalu dibentak, dipukul, disiksa habis habisan sama Papa. Ketika Lea mencoba melindungi Mama, Lea juga ikut kena amukan Papa."
Batin Bilal benar benar hancur, badannya seperti remuk mendengar ucapan Mamanya. Ia tidak habis pikir kenapa ada laki laki sekejam itu."Jadi, karena ini Lea sangat benci sama Papa?"
"Iya, nak. Mama selalu nasehatin Lea untuk jangan pernah benci sama Papa. Karena bagaimana pun juga dia itu tetap Papa nya."
"Astaghfirullah hal Azim. Papa sudah sangat keterlaluan, Ma. Terus kenapa Mama masih tetap mau bertahan?"
Mama Lenka hanya tersenyum tipis. "Bagi Mama, pernikahan itu hanya sekali seumur hidup, nak. Selagi Mama masih kuat, in syaa Allah Mama akan terus bertahan."
"Tapi Ma, ini nggak adil buat Mama sama Lea."
"Mama sudah bertahan sejauh ini, nak. Mama sudah ikhlas, mungkin ini juga sudah jadi takdirnya Mama."
Bilal berusaha bersikap tenang sambil tertunduk menahan air mata yang hampir tumpah. Bagi Bilal mendengar ceritanya saja dada sudah terasa sangat sesak, ia tidak sanggup membayangkannya seberapa sakitnya jadi Mama Lenka dan juga Lea.
"Sebenarnya, ini juga yang jadi alasan Mama mau menjodohkan Lea sama Bilal, karena Mama yakin Bilal bisa merubah Lea. Maafin Mama, Bilal."
"Kenapa Mama minta maaf?"
"Mama sudah bikin hidup Bilal sengsara karena perjodohan ini. Kalau seandainya Bilal sudah tidak sanggup sama situasi ini, Mama nggak maksa. In syaa Allah Mama ikhlas kalau seandainya Bilal mau mengembalikan Lea sama Mama lagi."
DEGH
Jantung Bilal seketika langsung terhenti. Kata kata yang begitu menyakitkan terdengar sangat jelas ditelinga nya, kata kata itu seperti peluru yang langsung menancap tepat mengenai dadanya.
"Maksud Mama?"
"In syaa Allah, Mama ikhlas, nak. Kalau seandainya Bilal mau menceraikan Lea."
"Nggak, Ma. Sampai kapanpun Bilal nggak akan pernah menceraikan Lea. Mama sendiri bisa bertahan sama Papa dan Bilal juga akan melakukan hal yang sama. Bilal yakin, kalau suatu saat Lea pasti bisa berubah."
"Bilal, Mama cuma tidak ingin menghalangi kebahagiaan kamu, nak."
"Justru kebahagiaan Bilal ada bersama Lea, Ma. Lagi pula perceraian juga sangat dibenci oleh Allah."
Air mata Mama Lenka langsung mengucur deras di kedua pipinya. Mama Lenka sangat terharu ternyata dia telah menitipkan anaknya ditangan laki laki yang tepat. "Kamu yakin, nak?"
"Yakin. Bilal janji sama Mama, Bilal akan menjaga Lea dengan baik, Bilal juga nggak akan pernah ninggalin Lea sampai kapanpun."
"Mama akan selalu mendo'akan yang terbaik untuk kalian berdua."
Setelah itu, obrolan mereka langsung terhenti karena Mama Lenka dipanggil salah satu karyawannya. Karyawannya memberi tahu bahwa ada pelanggan setia di butiknya yang ingin mengambil pesanan.
Mereka langsung menghentikan obrolannya. Sekaligus, Bilal juga ikut berpamitan karena ingin segera pulang.
Sesampainya dirumah.
Dengan langkah yang masih lesu. Bilal perlahan berjalan naik kelantai atas menuju kamarnya. Tapi, langkah kakinya justru langsung terhenti didepan pintu kamar Lea, karena pintu kamarnya sedikit terbuka. Matanya langsung tertuju dengan sosok gadis mungil yang sedang tertidur pulas di atas ranjang.
Bilal membuka Lebar pintu kamar Lea dan berjalan menghampirinya. Bilal sedikit tersenyum karena melihat posisi tidur Lea yang sangat berantakan.
Bilal memperbaiki posisi tidur Lea dengan sangat pelan. Ia memberikan bantal dikepala Lea dan juga menyelimuti seluruh badannya. Perlahan, Bilal juga ikut merebahkan badannya di lantai tepat diatas kepala Lea.
"Ya Allah, maafkan hamba. Ternyata hamba juga sudah ikut melukai hati istri hamba sendiri." Batin Bilal dengan penuh penyesalan sambil memandangi langit kamarnya.
Bilal membalikkan sedikit badannya sambil menoleh ke wajah Lea. Ia kembali beranjak dari duduknya dan menatap wajah Lea yang masih tertidur pulas. Tangannya juga ikut bermain merapikan rambut Lea yang sedikit berantakan.
Bilal langsung mendekati wajah Lea nyaris tanpa celah. Tanpa sadar, bibirnya hampir saja mendarat di bibir mungil Lea.
"Astaghfirullah hal azim." Bilal langsung mengusap wajahnya seakan tersadar dan bergegas keluar kamar meninggalkan Lea.
°°°
Bersambung.
Jangan lupa Vote dan comment ya!
Kita lanjut lagi ke part selanjutnya!
Love you🤍

KAMU SEDANG MEMBACA
Lentara Untuk Zaujaty [END]
Teen Fiction"WHAT? DI JODOHIN? NGGAK. GUE NGGAK MAU." Bagaimana jika kamu di jodohin orang tua tanpa persetujuan kamu? Apalagi di jodohin sama laki laki yang belum pernah kamu kenal sama sekali? Apa yang akan kamu lakukan? Yaps itulah yang dirasakan oleh Azzale...