Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Seno kaget setengah mati.
Kaget waktu dia buka pintu toilet cowok di lantai paling atas gedung Fakultasnya, ada Naura yang lagi duduk deket jendela.
Posisi toilet di lantai paling atas itu emang deket tangga. Posisinya juga sebelahan persis sama toilet perempuan. Di mana di tiap toilet cuma ada dua bilik.
Yap, itu bukan toilet utama, jadi cuma ada sedikit biliknya. Bersebelahan langsung sama toilet perempuan pula.
Di setiap ujung koridor ada jendela yang hadap langsung ke koridor persis. Kayaknya, selain buat penerangan, juga buat sirkulasi udara. Soalnya dari pagi sampai sore selalu dibuka. Dan baru ditutup sama petugas kebersihan kalau udah mulai gelap.
Seno kira, tinggal dia sendiri di lantai paling atas ini. Nggak tahunya ada Naura.
Ya... emang, sih, barusan tuh baru aja kelar UAS salah satu mata kuliah di salah satu ruang kelas yang ada di lantai itu. Cuma, Seno kira semua temen-temennya tuh udah pulang. Minimal udah turun semua deh.
Eh ternyata belum.
Kalau begitu... Naura denger dong pas Seno nangis tadi. Mana, matanya masih merah. Seno emang nggak nangis yang sampai teriak-teriak gitu, cuma tetep aja bersuara sampai kerasa sesak. Kalau udah kayak gitu, Seno pasti cari tempat sepi buat nangis yang nggak banyak dilewatin atau didatengin orang lain.
"N-naura?"
Naura sukses dongak waktu denger namanya disebut Seno.
Seno nggak bisa buat pura-pura anggep kalau Naura nggak denger. Apalagi nggak ada sumpelan sama sekali di telinga cewek yang lebih pendek dari dia ini.
Naura sendiri juga nggak bisa buat pura-pura nggak denger suara tangisan Seno di dalem toilet tadi. Dia yang baru aja mau turun ke lantai bawah, denger suara dari dalem sana. Naura nggak tahu kalau itu Seno. Yang Naura tahu, Naura harus nungguin sampai orang itu keluar. Takutnya ada apa-apa.
Dan kalau sampai ketakutannya beneran jadi kenyataan, Naura bakal ngerasa bersalah banget.
Seno lap dua tangannya di kedua sisi celana jeans warna coklatnya. Dia arahin pandangannya nggak tentu arah waktu Naura terus lihat ke arah dia. Seolah lagi nunggu apa kalimat selanjutnya yang bakal keluar dari mulutnya itu.
Jujur, Seno sedikit ragu, tapi dia coba paksain buat jalan ke arah Naura. Terus duduk di sampingnya.
"Lo... tadi denger?" tanya Seno lagi.
Arah pandangan Naura nggak ke Seno lagi. Melainkan lurus ke depan. Naura bisa ngelihat gelagat perasaan terintimidasi Seno waktu dia lihatin sebelumnya. Makanya, Naura coba nggak lihatin Seno lagi.
"Hm."
Seno nelen salivanya.
Perasaan yang sebelumnya sedih, tapi udah lega sedikit karena udah nangis, jadi bercampur sama rasa malu.
