Bab 4. Perasaan Tidak Terima

869 134 8
                                    

Ferrel melesatkan mobilnya menuju sebuah bar yang cukup diketahuinya. la dan beberapa temannya sering datang ke bar itu, sekadar untuk melepas penat dan kebosanan yang terkadang datang tanpa dikira-kira.

Tidak lama, keduanya sampai di sebuah bar. Bar yang tidak akan menerima pengunjung jika tidak sesuai dengan persyaratan mereka. Bukan bar utama, yang mana
semua kalangan bisa masuk. Sama sekali, tidak.

"Maaf. Dia masih SMA, tidak memenuhi syarat untuk masuk." Ucap penjaga itu, melarang Ferrel dan Marsha masuk.

Sebenarnya, penjaga itu tahu betul siapa Ferrel, tapi aturan tetaplah aturan.

Ferrel melihat Marsha yang menunduk dan ketakutan. Tangannya gemetar, dia sama sekali tidak berani melihat siapa pun.

Wanita ini sebenarnya hanya terbawa emosi sementara saja. Mengambil keputusan yang sangat beresiko, hanya untuk menyembuhkan patah hati.

"Aku antar pulang saja!" Putus Ferrel.
Menarik tangan Marsha kembali ke mobil.

Sampai di depan, pintu pun sudah terbuka untuknya, dia menarik tangannya lagi. Menetap Ferrel itu menantang, Sangat berbeda ketika mereka sudah berdua saja.

"Kamu berjanji membiarkanku masuk ke bar. Jangan jadi orang pengecut!" Tantang Marsha.

Ferrel menghela napas kasar, memijat
pangkal hidungnya kesal. Terpaksa, ia
menggunakan cara kotor agar bisa masuk tanpa syarat yang harus diagungkan.

"Halo, ayah!" Ferrel agak menjauh dari Marsha.

Dia menghubungi Sean, ayahnya. Hanya perintah ayahnya lah yang bisa menjadi tiket masuknya secara bebas. Hanya saja, cukup sulit. la harus menjanjikan sesuatu agar apa yang ia inginkan tercapai.

"Tolong, ini saja. Ferrel janji akan mengambil alih untuk mengatur acara peringatan pernikahan papa dengan mama. Bagaimana?" Tawar Ferrel. Agak ragu

tawarannya diterima oleh Ferrel.

"Kamu bersama seorang wanita?" Tanya Sean di seberang sana. Cukup lama bagi Ferrel untuk menjawab pertanyaan Sean.

"Kamu bisa menjamin tidak akan melakukan apapun padanya?" Tanya Sean lagi.

"Tentu saja. Ferrel hanya menolong
temanku, bukan bermaksud melakukan hal yang tidak-tidak." Jawab Ferrel. Agar mendapatkan hal yang dinginkannya,

Ferrel berjalan mendekati penjaga tadi.

"Baiklah, biarkan ayah bicara dengannya." Ferrel memberikan ponselnya pada penjaga tadi. Bisikkan kalau papanya lah yang akan
berbicara dengannya.

"Ya, Tuan?" Tanya penjaganya.

Ferrel menghampiri Marsha yang sedari tadi sudah melihatnya dari kejauhan. Wanita yang takut, tetapi terpaksa berani karena kekesalan dan kekecewaan yang alamiahnya.

"Ayo, masuk!. Tapi ingat, jangan lebih dari satu gelas. Setelah itu aku akan
mengantarmu pulang. Ini adalah pertemuan kita yang terakhir kalinya." Ungkap Ferrel.

Marsha mengangguk dan mengikuti Ferrel mendekati penjaga itu.

"Baik, Tuan. Saya akan melanjutkannya nanti." Ujar penjaga itu kemudian memberikan ponsel tersebut pada Ferrel.

"Silakan masuk." Ujarnya mempersilahkan Ferrel dan Marsha untuk masuk.

Suara gemuruh mulai terdengar. Aromanya yg udah bercampur jadi satu. Entah itu dari sebatang rokok, parfum dari setiap pengunjung, hingga dari minuman yang
dituangkan di setiap meja. Terlebih lagi, seperti lautan manusia di tengah bangunan ini, yang melenggak-lenggokkan badannya,

PACARKU TERNYATA ADIK ANGKATKU (FreSha) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang