Kembali pulang

237 28 6
                                    

Disini kita akan membahas betapa berharganya orang yang kita sayangi sebagai tempat kita kembali pulang.

This trio ori part, hope u like it(⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

Happy reading cinta🤍
.
.
.
.
.

Peluh mengalir dengan halus di tubuhnya, peluh itu menitik dan jatuh ke bumi pertanda bahwa sang pemilik tubuh telah bekerja dengan keras. Manik merah itu menatap lelah alat kontruksi didepannya, pekerjaannya masih terlalu banyak, namun dirinya harus pulang tepat waktu demi dua makhluk yang telah menunggu dirinya dirumah.

"Halilintar, bersihkan alat itu lalu simpan dengan baik. Setelahnya kamu boleh pulang, dan ambil ini." perintah sang mandor sambil menyodorkan sebuah kantong plastik hitam yang lumayan berat.

Halilintar menatap bingung kantong plastik didepannya, "Ini apa pak?" tanyanya pelan.

"Ini nasi sisa kami tadi, daripada terbuang lebih baik untuk kamu dan adik-adikmu." jawab si mandor itu lagi.

Wajah Halilintar seketika berseri, ia menerima dengan cepat kantong plastik itu dan membungkuk sambil menggumamkan kata terimakasih berkali-kali.

Sang mandor hanya tersenyum, "Sebaiknya kamu cepat, kasihan adik-adikmu."

Halilintar mengangguk, "Baik pak, sekali lagi terimakasih." ucapnya tulus dan kembali pada pekerjaannya.

Setelah hampir satu jam berkutat dengan pekerjaannya, pemuda berusia 20 tahun itu kembali dengan langkah girang ke rumahnya yang terlihat tak layak ditempati. Sebuah gubuk usang dengan dinding yang ditambal menggunakan kardus dan plastik serta atap dari daun anyaman yang hampir layu.

"Assalamualaikum Taufan, Gempa." salam Halilintar sebelum memasuki rumah.

Senyum kecil terukir diwajah Halilintar saat suara berisik langkah kaki berlari menuju pintu rumah, "Waalaikumsalam kak!" jawab seorang remaja berumur 17 tahun dengan girangnya.

"Kak Alin pulang Gem!" teriak remaja dengan manik biru shappire yang bersinar terang, Taufan.

Satu remaja kembali keluar dengan tangan yang memegang spatula usang sambil menatap pintu dengan polos, remaja berusia 14 tahun itu tersenyum saat melihat kakak sulungnya menatap mereka dengan hangat, "Selamat kembali kak!"

Si sulung itu langsung melangkahkan kakinya masuk dengan senyum sumringah, "Kalian udah makan?" tanyanya.

Taufan menggeleng, "Belum kak, Gempa ga bisa masak karena beras ga ada." jawabannya pelan sambil menunduk.

Halilintar menatap heran keduanya, "Terus kalian lagi rebus apa di dapur?" penasaran Halilintar, kakinya ia arahkan menuju tempat masak tradisional yang menggunakan kayu sebagai bahan bakarnya.

"Itu batu kak, kami sengaja ngerebus itu supaya pas pulang kakak mikirnya kami udah makan." jawab Gempa dengan lirih, manik emasnya menatap takut pada sang kakak.

Halilintar tercekat, manik merah itu bergetar dengan rasa bersalah yang memukul bahunya keras, "Maafin kakak, kalian pasti lapar kan? Ayo kita makan, tadi kakak dapat nasi dari bos kakak." ucap Halilintar lagi sambil merangkul kedua adiknya menuju ruang tengah yang menjadi ruang multifungsi.

Another life Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang