6. Delivery

32 16 4
                                    

-----♡♡♡-----

Happy Reading 🌷

Rahen mengeluarkan mobil miliknya dari perkarangan mansion hingga membelah jalan raya. Tadi Rahen sempat menukar mobil yang akan ia bawa ke kampus. Didalam mobil, ia memutar lagu untuk menghiasi keheningan, sesekali mulutnya ikut bersenandung.

Saat netra hitamnya tak sengaja melihat sebuah gedung perusahaan yang merupakan milik keluarganya, Rahen jadi teringat bagaimana perjuangannya memasuki jurusan Arkeologi. Sangat sangat ditentang, bahkan Rahen hampir mengorbankan nyawanya untuk itu.

Rajendra, papah Rahen menginginkan anak satu satunya untuk meneruskan bisnis Nagara's company. Bisnis keluarganya dalam bidang ekspor impor. Namun, Rahen adalah cowok keras kepala menuruni darah kental Rajendra. Maka cowok itu tidak akan melakukan hal yang tidak ingin dia lakukan. Persetan dengan melawan keluarganya sekalipun. Karena Rahen tidak pernah merasa ada orang yang pantas ia turuti.

"Everyone can only talk, but they're blind," tanpa sadar senyum miring nya muncul saat dia mengingat tentang keluarganya.

Satu tangan yang nampak urat menonjol milik Rahen itu memutar kemudi, saat satu tangan lainnya mengambil handphone yang terus berdering dari saku celana.

Nama Gian terpampang jelas dengan foto profil cowok itu yang sedang berada di kebun binatang.

"Hm?"

"HALO HEN! LO LAGI DIMANA?!"

Shit. Rahen menjauhkan handphone dari telinganya saat Gian justru berteriak membuat telinganya berdengung.

"Apaan sih?! Santai aja bisa nggak?!" Rahen jadinya ikut nyolot.

"Sorry, gue mau nebeng dong Hen! WOYLAH DASAR BOCIL SETAN!"

"Bangs*t!!"

"Halo Hen, aduh sorry gu-

Tut.

Rahen memutuskan sambungan telepon sepihak. Tidak peduli bagaimana keadaan Gian sekarang. Daripada telinganya nanti budeg karena suara Gian yang kayak toa.

Gerbang kampus sudah dilalui Rahen, hingga mobilnya berhenti diparkiran kampus. Rahen keluar dari mobil sambil merapihkan rambutnya yang berantakan. Tapi hal itu, ternyata membuat beberapa cewek diparkiran memekik histeris. Belum juga Rahen menyugar rambut, udah panas aja tuh cewek-cewek.

"Hm, not attractive."

Cowok berkulit sawo matang itu mengayunkan kakinya menuju gedung Arkeologi. Nyatanya, bagi sebagian anak kampus, cowok kaya Rahen itu jauh terlihat lebih menarik. Apalagi saat ini Rahen sedang mengenakan kemeja biru dongker yang lengannya digulung sampai siku. Kemejanya tidak longgar sehingga membuat tubuh liat-nya tercetak, membuat mata mahasiswi Utara jelalatan.

Rahen dan Gian satu fakultas dan departemen. Sebetulnya, Gian hanya ikut ikut saja, cowok itu tidak punya pendirian akan jurusan di kampus. Berhubung dia juga akan mewarisi perusahaan ayahnya. Ya, anggap saja kuliah ini hanya demi mendapat gelar. Begitu katanya.

Sedangkan Vero Fakultas Teknik dan Varo masuk FISIP prodi Sosial. Itulah kenapa Rahen dan ketiga temannya selalu menempati kantin yang berbeda beda. Apalagi yang mentalnya paling jauh adalah Vero. Jarak gedung Teknik cukup jauh dari gedung mereka.

Rahen duduk dikursi koridor FIB. Dia berniat menelpon Gian. Sudah jam sebelas tapi cowok bule itu belum kelihatan batang hidungnya. Apa ada terjadi sesuatu dengan Gian? Apalagi tadi Rahen mutusin sambungan telepon gitu aja.

Rahen berdecak saat Gian menolak panggilannya.

Matanya mengedar ke sekeliling hingga tanpa sadar terhenti di satu tempat. Didepan jalan yang memisahkan gedung Departemen nya dan Departemen Sastra terdapat seorang gadis yang sangat mencolok bagi Rahen. Dia terlihat sedang mengobrol dengan temannya, yang Rahen tau sebagai gebetan Vero.

LOVE AWARENESS Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang