TTOFT: BAB 2 "Ibu"

43 6 2
                                    

Dari depan teras rumah, di depan pagar kayu rumahnya. Soobin bisa melihat orang-orang sibuk membawa makanan atau bahkan hiasan natal dan perlengkapan untuk festival nanti malam. Bukan hanya orang dewasa, anak-anak juga ikut andil membantu. Namun, sebagian besar dari mereka hanya bermain, berlarian ke sana-kemari. Terlihat sekali, semua orang di desa sangat antusias. Tak terkecuali Soobin. Dia juga sama antusiasnya untuk malam festival sebelum natal nanti. Ibu bahkan sudah berjanji akan ikut ke festival.

Ini adalah kali pertama semenjak dia pergi ke festival sepuluh tahun yang lalu. Ibu orang yang sibuk. Semenjak pindah ke desa ini, ayah hampir tidak pernah mengirimkan uang. Yah, walau aslinya ayah meninggalkan sebuah usaha dan sekarang ibu yang mengelolanya. Itu mengapa ibu sangat amat sibuk sekarang.

Soobin tidak mengeluhkan soal itu. Dia juga tidak bisa membenci ayahnya karena tidak ada kepastian jelas mengenai keberadaannya. Bahkan bagaimana kehidupannya di sana. Yang Soobin tahu adalah, ibunya itu memanglah wanita yang pekerja keras. Tanpa hadirnya seorang suami, ibu juga tidak pernah mengeluh. Soobin sangat kagum dengan ibunya. Dia wanita yang luar biasa.

Tunpukan putih membuat gunugan kecil di taman. Itu bekas salju semalam. Butiran kristal seukuran makhluk mikroskopik menjadi tinggi. Sungguh ajaib memikirkan bagaimana alam mengatur semuanya. Soobin mendekat dan mengambil salju itu. Membentuk bola salju seukuran telapak tangannya. Dingin, itu yang dia rasakan ketika butiran tebal halus itu menyentuh kulitnya. Sungguh menyenangkan bisa bermain salju setelah sekian lama menanti.

Suara derap sepatu bot berjalan kearahnya. Arin menghampiri Soobin, ikut berjongkok melihat apa yang adiknya sedang buat. Arin hanya menonton, tetapi entah mengapa dia menjadi ngilu sendiri, ketika melihat adiknya dengan santai, memainkan salju dengan telapak tangan telanjang tanpa sarung tangan.

"Kamu tidak kedinginan?" Tanya Arin heran.

Soobin tersenyum. "Pastinya, tapi jika yang kakak maksud dingin dalam arti mengigil karena salju... um... tidak, sih," ujar Soobin santai.

Tangan besarnya memainkan salju melempar-lemparkan bola itu dari tangan satu ke lainnya. Seakan itu hanya bola biasa, dari apa kulit Soobin terbentuk? Tidak ada raut kedinginan di wajahnya, pemuda ini seperti menikmati apa yang tengah dia lakukan. Seakan dia memang ditakdirkan menjadi pengeran es.

Dulu ibu pernah menceritakan mengenai peri es. Bukan hanya peri es, tetapi semua dongeng mengenai peri. Ibunya seperti sangat menyukai peri. Bahkan setiap sebelum tidur, ibu akan menceritakan dongeng itu kepadanya dan Soobin. Arin sampai sekarang pun masih hafal mengenai cerita dongeng ibunya. Karena Soobin setiap malam pasti akan mendatangi kamarnya dan meminta untuk diceritakan kembali mengenai kisah peri-peri itu. Walau dirinya sudah remaja, Soobin itu selalu ingin didongengkan sebelum tidur. Arin tidak akan berpikir sampai jauh dan hanya menceritakan kisahnya. Sebenarnya, Soobin sengaja mengorek informasi dari cerita-cerita dongeng fiksi ini karena rasa penasarannya yanh sungguh amat tinggi. Dia masih mencari kebenaran mengenai Todoland dan ayahnya.

Ibu tidak pernah menyinggung mengenai bagaimana Todoland itu dan seperti apa kehidupan di sana. Ibu hanya tersenyum ketika Soobin bertanya. Meninggalkan rasa penasaran yang amat tinggi untuk tahu mengenai kebenaran mengenai negeri itu. Soobin berspekulasi bahwa Todoland itu adalah sebuah negeri dongeng yang benar-benar ada nyatanya. Tetapi, dia belum memiliki bukti kuat untuk menyakinkan hal itu.

Semuanya hanya cocoklogi dari pemikirannya sendiri. Tidak akan ada yang percaya. Dan salah satu teorinya adalah ibunya itu bukan pergi berdagang menuju kota, melainkan pergi menuju Todoland untuk bertemu ayah.

Suara roda gerobak mengalihkan atensi kakak beradik itu. Mereka mengenal suara itu. Soobin melemparkan bola salju itu ke Arin tanpa rasa bersalah.

"Soobin!" pekiknya.

Soobinya hanya tertawa dan berlari menuju pagar kayu rumahnya. Menengok ke arah selatan dan benar saja. Ibunya pulang. Wanita itu tersenyum dan melambaikan tangan kearah Soobin. Arin menubruk tubuh Soobin dari belakang -balas dendam- dan ikut melihat ke arah selatan. Senyum gadis itu merekah ketika dia melihat sosok wanita yang selama ini dia tunggu kehadirannya. Arin mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi, melambai girang ke arah sang ibu.

Soobin berjalan menuju gerbang. Dia membuka pengait gerbang kayu itu. Suara derit kayu mengalihkan perhatian Arin. Lantas gadis itu berlari mengikuti Soobin. Keduanya keluar, melambai dan berteriak heboh. Beberapa orang di sana juga melihat kejadian itu ikut berdiam diri menonton.

Gerobak kuda itu mendekat dan masuk ke pekarangan rumah. Soobin dan Arin mengejarnya. Ibu yang baru saja turun, langsung mendapatkan serangan pelukan dari kedua buah hatinya yang dia tinggal sepuluh tahun ini. Air mata haru pun keluar. Pelukan erat itu tak bisa lepas. Beberapa orang yang masih di sana menatap haru tapi ada juga yang tidak menyukai keluarga mereka. Itu bukan hal penting yang harus dipikirkan. Toh mereka tidak akan rugi juga.

Pelukan erat terlepas. Ibu menatap Arin dengan mata masih setia mengeluarkan cairan bening asinnya. Anak gadis yang dia rindukan kini lebih cantik. Mata biru bersinarnya itu masih sangat cantik. Ibu mencium kening Arin penuh rindu.

"Kamu semakin cantik saja. Apa sudah ada pria yang medatangimu?" Canda ibunya membuat Arin merengek manja.

Ibu tertawa. Soobin juga, dia tahu kakaknya sudah menolak banyak pria. Mulai dari yang muda perjaka hingga duda tua kaya raya, kesatria bahkan menteri kerajaan. Sungguh pria mana yang kakaknya itu idamkan. Soobin bertatapan dengan ibu. Dia tersenyum manis. Tangan kanan ibu mengulur menyentuh pipinya. Soobin menyentuh tangan ibunya, lalu mengecupnya penuh rindu.

"Soobin rindu ibu," ucapnya lirih.

"Berapa lama ibu meninggalkanmu, hingga kamu jadi setinggi ini? Maafkan ibu karena terlalu lama pergi. Ibu juga rindu Soobin." Soobin tak bisa menahan tangisnya. Dia lamgsung memeluk ibunya erat.

Wanita itu tertawa dan menepuk tengkuk Soobin menyalurkan kenyaman pada sang anak. Meyalurkan rasa rindu lama yang perlu diobati.

.

.

.

.

.

To Be Continue

The Truth Of Fairy Tales - [Yeonbin] | Friendship StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang