TTOFT: BAB 6 "Sahabat"

15 3 2
                                    

Sudah pukul enam pagi hari. Namun, mentari masih saja belum ingin menampakkan dirinya. Wajar saja jika sedang berada di musim dingin. Matahari akan muncul paling tidak nanti pukul delapan pagi. Sekarang, dirinya sedang di dapur untuk mengumpulkan beberapa makanan yang sekiranya dapat bertahan hinga berbulan-bulan lamanya. Di saat-saat seperti ini, semua persediaan pangan harus terpenuhi sebelum salju turun. Karena suhu dingin dan jarangnya matahari yang muncul, membuat tanaman yang tidak kuat dingin akan mati, atau burulnya lagi gagal panen.

Sekantung penuh roti kering, selai, mentega, keju, dan beberapa daging dan sayuran olah yang difermentasi, cukup untuk perjalanannya menuju hutan selatan. Dia juga akan transit ke suatu desa pastinya, sehingga dia tidak perlu membawa banyak makanan. Setelah dia semua terkumpul, Soobin akan membawanya ke kamar sebelum orang rumah menyadari rencananya. Dia memeluk semua keperluannya dan beranjak dari tempat- sedetik sekelibat bayangan orang melintas dari belakangnya- Soobin terkejut. Dengan berani dia menoleh ke belakang dan malah mempertemukan kedua dahi dengan kencang membuat suara benturan nyaring.

"Aduh!" Pekik mereka kompak.

Kantung roti Soobin terjatuh. Dia yang masih merasakan nyeri, meringis sambil mengambil kantung rotinya lagi dan menatap sang kakak yang masih mengusap dahinya dengan ringisan. Perempuan itu terlihat sekali baru bangun tidur. Sepertinya dia tadi melihat sesuatu di bawah meja dapur, sehingga dia penasaran dan mencari tahu siapa di sana. Beruntung bukan pencuri, melainkan adiknya Soobin yang sedang mencuri makanan kering dan fermentasi.

"Kamu ini sedang apa, banyak sekali makanannya?" Tanya Arin yang jelas bingung.

Bagaimana tidak, adiknya itu tipikal orang yang makan untuk hidup, jadi, dia tidak akan mudah kelaparan. Soobin yang merasa sudah ketahuan pun menghela napas. Dia menatap netra kakaknya dengan pandangan malas. Jika begini, dia tidak bisa menyembunyikannya lagi dari kakaknya. Terpaksa Soobin membongkar rencananya.

"Aku mau ke Todoland." Ucapnya singkat. Arin sukses dibuat membeku di tempat.

Adiknya itu sedang sakit atau memang gila. Orang bodoh mana yang ingin pergi ke tempat misterius itu yang bahkan tempatnya saja tidak ada pada peta. Arin itu memang orang nekat, dia akui. Namun, dia tidak akan senekat Soobin. Pemuda penuh rasa keingintahuan yang tinggi, rasa penasaran yang perlahan bisa saja membunuhnya. Tetapi dia mana peduli? Lebih baik dia mati dalam pengetahuan dibanding mati penasaran. Prinsip yang cukup menarik. Arin menatap mata Soobin, sangat lama. Membuat yang lebih muda ikut diam. Kakak menghela napas. Dia tersenyum dan menepuk pundak Soobin yang sekarang lebih tinggi darinya.

"Pergilah jika itu pilihanmu, kembalilah dengan selamat. Untuk ibu, aku bisa mengurusnya nanti," ujar Arin lembut penuh keyakinan.

Soobin tersenyum. Mengucap kata 'terima kasih' sebelum benar-benar meninggalkan Arin di dapur sendiri.

Dengan segera, dia memasukkan persediaan makan perjalanannya ke dalam ransel barunya. Dia kurang mencari dokumen-dokumen penting untuk melewati perbatasan. Pintu kamarnya terbuka. Menampilkan sosok Arin yang berjalan mendekat dengan membawa beberapa kertas di sana. Dia meletakkannya di atas ranjang Soobin.

"Dokumenku." Gumam Soobin.

"Setidaknya kau pulang dengan selamat, jangan sampai aku dapat surat penahananmu di perbatasan karena dokumen yang kurang," ucapnya dengan mata memincing tajam.

Soobin tertawa kecil dan memasukkan dokumennya ke dalam tas selempang kulitnya. Dia tidak bodoh untuk menyerahkan diri dengan suka rela. Mana mau dia ditahan di penjara sempit di bawah tanah.

"Kamu mau pergi kapan?" Tanya Arin. Mungkin dari raut wajahnya datar. Nanum, nada bicaranya tidak bisa bohong. Soobin tahu Arin sangat khawatir.

"Malam natal nanti. Aku akan pergi saat tengah malam. Jika aku pergi pagi harinya, orang-orang akan melihatnya," jawab Soobin.

The Truth Of Fairy Tales - [Yeonbin] | Friendship StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang