TTOFT: BAB 7 "Kado Milik Soobin"

19 3 1
                                    

"Kau sungguh akan pergi?" Tanya Beomgyu pada Soobin sekali lagi.

Setelah acara sarapan pagi di kediaman rumah Soobin, mereka memutuskan pergi ke kamar Soobin untuk berbincang. Beomgyu, sih, sudah sering ke sini jadi dia bisa dengan santai merebahkan diri di atas ranjang empuk milik sahabatnya. Soobin tidak keberatan. Dia justru mempersilahkan temannya itu tidur jika dia mengantuk. Bagaimana pun hanya Beomgyu -orang selain keluarganya- yang dia percaya.

Soobin yang masih menata perlengkapannya, beralih menatap Beomgyu yang sibuk menerawang isi plafon kamar.

"Menurutmu? Aku sudah memutuskannya, Gyu. Lagi pun, seseorang sepertiku memang perlu mencari kebenaran. Aku lebih suka mendengarnya langsung," jelas Soobin dengan mantap.

Beomgyu menegakkan punggungnya bersandar pada sandaran ranjang Soobin. Memandang sahabatnya dengan tatapan menelisik. Memang tidak ada wajah ragu di sana. Semuanya tentang Soobin itu adalah dia dengan rasa penasaran yang tinggi - juga nekat. Beomgyu akhirnya menghela napas. Jika sudah begini dia tidak bisa melarangnya. Kepala batu itu memang sulit ditaklukkan. Lagi pula tidak ada salahnya, toh, temannya hanya ingin pergi mencari ayahnya. Dia sudah dewasa. Tak apa. Apa yang harus Beomgyu khawatirkan?

"Terserah padamu, aku tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya saja, kau sungguh ingin meninggalkanku sendiri?" Raut wajah sedih Beomgyu membuat Soobin geli. Apa-apaan itu?

Dia melempar pakaiannya ke Beomgyu. Tepat mengenai wajahnya. Mereka pun tertawa dan saling melemparkan baju.

🌲🌲🌲

Arin berjalan menuju gudang belakang. Diliriknya kembali arah dalam rumahnya. Di area belakang rumah tidak ada siapa-siapa. Bagus. Arin segera menutup pintu perlahan dan berjalan cepat, menginjak salju yang menumpuk di halaman belakang. Tangannya segera meraih engsel pintu dan membukanya. Gudang gelap penuh barang lama. Langkah kakinya masuk ke dalam. Dia menutup pintu dan menyalakan saklar. Dengan segera gadis itu mencari barang yang dia cari. Di geledahnya semua peti dan rak-rak, hingga dia berhenti ketika menemukan sebuah peti berisi apa dia cari.

Secarik senyuman kelegaan terbit di wajah si gadis. Arin segera mengambilnya dan menutup kembali peti besar itu. Dia melangkah menuju pintu gudang. Di depan pintu berdiri sang ibu dengan wajah yang sama terkejutnya dengan Arin. Segera gadis itu langsung menyembunyikan apa yang dia ambil tadi, beruntung ibu tidak menyadarinya.

"Astaga Ibu... kau membuatku terkejut..." ucap Arin dengan menyentuh dadanya.

Dia tidak bohong. Sungguh jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ibu menghela napasn. Dia juga tidak jauh berbeda dengan Arin. Awalnya dia berniat mengambil beberapa benang wol untuk merajut dan malah bertemu dengan putrinya di sini.

"Kamu sedang apa di sini?" Tanya ibu.

"Aku... aku sedang mencari barang lamaku. Mendadak ingin menggunakannya kembali, ibu mau mencari benang wol ya? Ada di rak belakang nomor dua. Ya sudah, aku mau kembali dulu, ya Bu, di sini sangat dingin," kata Arin.

Gadis itu berdigik karena memang suhu hari ini sangat dingin. Ibu menggangguk dan memberikan jalan untuk Arin. Ucapan terima kasih dilayangkan diikuti perginya Arin dari sana. Ibu tidak pikir panjang, dia masuk ke dalam dan mencari apa menjadi tujuannya ke gudang.

Gadis itu segera naik ke kamarnya. Dia mengunci pintu dan membuka lemarinya. Mengambil kotak sedang di bawah lemari tertutup sepatu. Kotak itu sedikit berdebu walau di dalam sana. Arin meniupnya, debu kecil beterbangan membuatnya terbatuk. Dengan segera dia membuka kotak itu dan menemukan beberapa benda asing. Di sana juga ada sebuah tiara cantik yang terbuat dari berlian dan permata yang langka. Itu dari ayahnya. Entah berapa harganya hingga dia mengirimkan tiara asli itu kepadanya. Namun, bukan itu tujuan Arin membuka kotak ini.

Dia mengambil sebuah gulungan bertali rami. Diletakkannya gulungan itu pada amplop yang dia ambil dari gudang tadi. Beranjak sejenak mencari sesuatu dari balik pakaiannya. Tangannya merasakan dingin pada permukaan benda panjang itu. Dikeluarkanlah sebuah pedang lengkap dengan sarungnya berwarna biru. Pedang itu sangat berat, namun, dengan semua kekuatannya, Arin berhasil meletakkannya dengan hati-hati.

Pedang ini sangat indah. Dia memiliki ornamen es pada sarung pedang. Gagangnya memiliki ornamen abstrak yang indah. Pedangnya ramping namun sangat tajam. Juga terdapat simbol aneh di tengah gagang pedang itu. Seperti simbol kerajaan. Tetapi dari mana ayahnya mendapatkan pedang ini? Bukankah terlalu berbahaya memberikan seseorang pedang kerajaan dengan cuma-cuma - kecuali dia adalah keluarga kesatria. Arin membuka amplop yang dia dapat ketika pedang ini datang sebagai kado natal Soobin yang ke sepuluh tahun.

Soobin waktu itu belum bangun dan Arin yang pertama kali membaca gulungan pada pedang ini. Sebenarnya itu bukan perilaku yang baik, membuka dan menyembunyikan kado natal orang lain. Tetapi, Arin memiliki alasan. Gulungan dengan kertas coklat tua itu memiliki pesan untuk Soobin. Namun, dalam amplop yang dia ambil ada pesan untuknya. Pesan itu berisi:

Teruntuk Arin anakku,

Sudah natal ke dua puluh tahunmu tanpaku bukan? Maafkan ayahmu ini, namun, semua demi kebaikan kalian. Pedang yang ayah berikan bukan sembarang pedang. Itu juga bukan mainan yang bisa dimainkan oleh anak kecil. Maka dari itu, surat ini ayah berikan padamu untuk segera menyimpan pedang itu sebelum adikmu melihatnya.

Aku tahu betul anak itu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan pastinya sungguh susah diberitahu. Dia akan mencaritahunya sendiri. Aku yakin, saat dia dewasa, dia akan memilih pergi mencariku. Maka dari itu, berikan gulungan itu dan isi amplop ini kepadanya. Berikanlah pedang itu untuknya sebagai senjata perlindungan. Aku tahu pasti berat untukmu dan tolong jaga adikmu, Arin. Ayah sayang padamu.

Ayah♡

Itulah isi pesan yang dia terima. Arin mencium kertas yang kini telah berwarna karena termakan waktu. Arin kembali menatap pedang itu. Berkilap indah, sangat indah. Seperti memang dirancang dengan kilauan bak salju yang sedang turun. Namun, bukan abu-abu seperti awan mendung. Dia biru seperti air. Tenang dan menyejukkan, namun, memiliki sisi aman dan damai.

Pedang itu.

Pedang pastinya bukan sembarang pedang biasa.

.

.

.

.

.

To Be Continue.

The Truth Of Fairy Tales - [Yeonbin] | Friendship StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang