Bab 2: Dilema yang Tak Terduga

56 25 9
                                    


Setelah pertemuan tak terduga dengan Jaehan, Yechan merasa dunianya terbalik. Ia tidak bisa melupakan ancaman yang diutarakan pria itu,
namun yang lebih mengganggu adalah ketertarikan yang aneh dan tidak diinginkan.

Keesokan harinya, Yechan mencoba melanjutkan rutinitasnya seperti biasa, tetapi bayang-bayang Jaehan selalu ada di benaknya. Di tengah ketidakpastian, Jaehan muncul kembali di hadapannya, kali ini dalam setting yang lebih formal: sebuah acara bisnis.

Acara tersebut diadakan di hotel mewah dengan hiasan lampu kristal yang berkilauan, dan Yechan mencoba menikmati suasana sambil berusaha melupakan kejadian malam itu. Namun, ia tidak bisa menghilangkan perasaan gelisah yang mengganggu setiap langkahnya.

Saat itu juga, dia melihat Jaehan memasuki ruangan dengan karisma
yang memikat. Jaehan mendekati Yechan dengan sikap ramah yang
menipu. "Kita bertemu lagi, Shin Yechan," ucapnya dengan senyum penuh arti. Yechan merasa dirinya terkunci dalam permainan berbahaya
yang tidak dia pahami sepenuhnya. Dia terpaksa bermain peran, berbicara dan tertawa seperti tidak ada yang salah, sambil menyembunyikan ketakutannya.

"Saya tidak tahu Anda juga diundang ke acara ini," kata Yechan, mencoba tetap tenang meskipun hatinya berdetak kencang. "Tentu saja," jawab Jaehan sambil mengambil segelas sampanye dari pelayan yang lewat. "Acara seperti ini selalu menarik bagi orang seperti kita."Yechan menelan ludah. "Orang seperti kita?" Jaehan tersenyum lebar, tetapi senyumnya tidak mencapai matanya.

"Kau tahu maksudku, Yechan. Kita berdua memiliki sisi gelap yang tidak diketahui orang lain." Malam harinya, setelah acara selesai, Yechan pulang dengan perasaan campur aduk. Ketakutannya terhadap Jaehan semakin besar, tetapi ada juga perasaan penasaran yang tidak bisa dia abaikan. Namun, saat dia membuka pintu apartemennya, dia terkejut melihat Jaehan sudah berada di sana, duduk di sofa dengan santai.

"Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Yechan dengan suara gemetar.Jaehan berdiri dan mendekati Yechan dengan langkah lambat, seperti predator yang mendekati mangsanya. "Aku hanya ingin memastikan kau ingat pilihan yang kuberikan," bisiknya dengan nada mengancam.

"Sebar dan mati, atau diam dan nikmati?"

Yechan merasa tubuhnya kaku, tidak bisa bergerak. Ketegangan antara
mereka meningkat, tetapi di saat yang sama, Yechan merasakan dorongan untuk menyerah pada godaan yang ditawarkan Jaehan.

Dalam keputusasaan, Yechan akhirnya menyerah, membiarkan Jaehan mendekatinya lebih jauh. Jaehan memegang dagu Yechan, membuatnya menatap mata yang penuh dengan kegelapan. "Kau takut padaku, Yechan?"

Yechan mengangguk perlahan, tetapi tidak bisa menahan getaran di tubuhnya. "Aku... aku tidak punya pilihan."

"Tepat sekali," bisik Jaehan sebelum menutup jarak di antara mereka.
Sentuhan Jaehan yang dingin membuat Yechan terkejut, tetapi ada sesuatu dalam dirinya yang merespons. Dalam ketakutan dan keraguan, Yechan membiarkan dirinya terhanyut dalam pelukan Jaehan, merasakan sensasi yang belum pernah dia rasakan sebelumnya.

Hari-hari berlalu dengan cepat, dan hubungan terlarang antara Yechan
dan Jaehan semakin mendalam. Yechan berjuang dengan moralitas dan ketakutannya, tetapi sentuhan Jaehan membuatnya terlena dan melupakan segalanya. Mereka berdua hidup dalam kebohongan, menyembunyikan hubungan mereka dari dunia luar. Namun, tidak semuanya berjalan mulus.

Kehidupan ganda Jaehan mulai mempengaruhi pekerjaannya. Sebagai
eksekutif, ia harus tetap tampak sempurna dan tak bercela, tetapi kehadiran Yechan membuatnya ceroboh. Rekan-rekannya mulai curiga,
dan bisikan tentang perubahan perilaku Jaehan mulai terdengar di kantor.

Mereka mulai mempertanyakan keputusan-keputusannya yang
terlihat impulsif dan tidak biasa.
Di sisi lain, Yechan mulai kehilangan fokus pada tulisannya.

Novel yang seharusnya menjadi pelarian baginya, kini menjadi cerminan dari kekacauan dalam hidupnya.

Dalam upaya menyelesaikan naskahnya, Yechan terjebak dalam bayangan Jaehan yang selalu hadir dalam pikirannya.

Dia merasakan kehadiran Jaehan dalam setiap kata yang dia tulis, seolah-olah pria itu telah menyusup ke dalam jiwanya.Konflik mencapai puncaknya ketika seorang teman dekat Yechan,
Inseong, mulai curiga dengan perubahan sikapnya.

Inseong adalah sahabat yang selalu ada di sisi Yechan, mendukung dan memberinya semangat.

Namun, akhir-akhir ini, Inseong merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Ia sering melihat Yechan termenung, seperti menyembunyikan sesuatu yang berat.

"Yechan, kau terlihat berbeda akhir-akhir ini," kata Inseong suatu hari
saat mereka bertemu di kafe favorit mereka. "Ada apa? Kau bisa cerita padaku."Yechan merasa dadanya sesak. Dia ingin menceritakan semuanya pada
Inseong, tapi dia tahu risiko yang dia hadapi. "Tidak ada apa-apa, Inseong. Aku hanya sedikit stres dengan naskahku."

Inseong tidak menyerah dan terus menggali informasi, membuat Yechan semakin terpojok.

"Aku tahu ada sesuatu yang kau sembunyikan. Tolong, biarkan aku membantumu."

Yechan menatap mata Inseong, merasa bersalah karena harus berbohong pada sahabatnya. Namun, ketakutan akan ancaman Jaehan membuatnya memilih diam.

"Aku benar-benar tidak apa-apa, Inseong. Jangan khawatir."

Inseong mendesah, tetapi dia tidak mau memaksa. "Baiklah, tapi ingat,
aku selalu ada di sini jika kau butuh seseorang untuk bicara."

Ketegangan dalam hidup Yechan semakin meningkat. Dia merasa
seperti berjalan di atas tali yang rapuh, siap jatuh kapan saja. Setiap
malam, Jaehan datang ke apartemennya, dan setiap kali, Yechan merasa semakin tenggelam dalam kegelapan. Dia tahu hubungan mereka salah, tetapi dia tidak bisa menghindari daya tarik yang Jaehan miliki.

Suatu malam, saat mereka berdua sedang bersama di apartemen
Yechan, Jaehan mendadak menjadi serius. "Kita tidak bisa terus seperti
ini selamanya, Yechan. Cepat atau lambat, seseorang akan mengetahui
hubungan kita."

Yechan menatap Jaehan dengan mata penuh ketakutan. "Lalu, apa yang
harus kita lakukan?" Jaehan tersenyum dingin. "Kita harus lebih berhati-hati.

Jangan biarkan orang lain mencium jejak kita. Dan kau harus menjaga temanmu, Inseong, agar dia tidak mencampuri urusan kita."

Yechan merasa hatinya semakin berat. Dia tahu Jaehan benar, tetapi dia juga tahu bahwa menyakiti Inseong bukanlah sesuatu yang bisa dia lakukan. Namun, dia juga tidak bisa membiarkan rahasia mereka terbongkar.

Malam itu, setelah Jaehan pergi, Yechan duduk di depan laptopnya. Dia
mencoba menulis, tetapi pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan. Dia merasa seperti terjebak dalam lingkaran setan yang tidak ada ujungnya. Saat itulah, dia menerima pesan dari Inseong. "Aku merasakan ada
sesuatu yang salah. Tolong, Yechan, jangan membuatku khawatir."

Yechan menatap layar ponselnya dengan mata berkaca-kaca. Dia merasa bersalah karena harus menyembunyikan rahasia ini dari sahabatnya. Tetapi dia juga tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain.

Dengan tangan gemetar, dia membalas pesan Inseong. "Aku baik-baik saja, Inseong. Hanya butuh waktu sendiri untuk berpikir. Terima kasih sudah peduli."

Malam itu, Yechan tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan ancaman
Jaehan dan bagaimana masa depannya yang tidak pasti.

Dia merasa seperti sedang berada di tepi jurang, siap terjatuh kapan saja.
Namun, di tengah kegelapan dan ketakutan, ada sesuatu yang menariknya kembali pada Jaehan. Daya tarik yang aneh dan tidak bisa dia jelaskan. Meskipun tahu hubungan mereka salah, dia tidak bisa menolak perasaan yang muncul setiap kali mereka bersama.

Dan begitu, hidup Yechan terus berlanjut dalam ketidakpastian. Setiap
hari adalah perjuangan antara ketakutan dan godaan, antara kegelapan dan harapan. Dan dia tidak tahu berapa lama lagi dia bisa bertahan dalam permainan berbahaya ini.

Lover my psycoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang