Cari Penyakit

446 74 37
                                    

Oniel menutup pintu kamarnya dengan hati-hati, memastikan suara berderit tidak mengganggu keheningan malam. Ia berhenti sejenak di depan kamar Olla, menatap pintu itu dengan mata berkabut.

"Maafin gue Lla, gue gak bisa jadi kakak yang baik" bisiknya pelan, suaranya hampir tak terdengar di antara bunyi jantungnya yang berdetak kencang.

Oniel menatap pintu kamar Olla dengan pandangan hampa, berusaha mengingat momen-momen ketika dia bisa menjadi kakak yang diandalkan adiknya itu. Kenangan itu sekarang terasa begitu jauh dan kabur.

Oniel menarik nafas panjang, seolah mencoba menenangkan hatinya yang berkecamuk.

Kemudian, dia mengalihkan pandangannya ke arah kamar Sisca yang berada di sebelahnya. Mata Oniel berkaca-kaca saat dia mengingat semua dukungan dan kasih sayang yang diberikan kakaknya selama ini.

"Maafin gue kak, gue selalu gak nurut sama lo. Dan gue juga sering buat lo marah-marah. Dan hari ini, pasti keputusan gue buat lo kecewa banget sama gue" ucapnya pelan, menahan isak tangis yang mulai menguasai dirinya.

"Maaf kak. Tapi, gue masih belum siap mati muda" tambahnya dengan nada putus asa.

Oniel terdiam sejenak, mengumpulkan keberanian untuk melangkah lebih jauh. Ia tahu keputusannya ini akan membuat kecewa banyak orang, tapi ia merasa tidak ada pilihan lain. Rasa takut yang menguasai hatinya terlalu besar, menghantui setiap langkah yang diambilnya.

Dengan tas ransel yang sudah menggantung di punggungnya, Oniel meninggalkan kamar-kamar itu dan melanjutkan perjalanannya menuruni tangga menuju lantai bawah.

Namun, belum sempat Oniel menampakkan kakinya di anak tangga yang pertama, terdengar suara pintu terbuka di belakangnya. Oniel membeku di tempat, napasnya tertahan saat mendengar langkah-langkah mendekat.

"Oniel?" suara Sisca terdengar tegas di keheningan malam itu, membuat jantung Oniel berdetak lebih kencang.

Oniel menutup mata sejenak, berharap ini hanya mimpi buruk. Namun, suara Sisca yang semakin dekat memaksanya untuk berbalik menghadapi kenyataan. Kakaknya berdiri di sana, mengenakan piyama dengan rambut sedikit acak-acakan, tetapi matanya penuh kecurigaan.

"Mau kemana lo malem-malem gini?. Trus ngapain lo itu bawa tas?" Tanya Sisca, nadanya penuh kecurigaan.

Oniel menelan ludah, mencoba mencari alasan yang masuk akal. Tapi sebelum dia sempat berkata apa-apa, rasa panik mulai menguasainya.

Dengan gerakan cepat, Oniel memutar tubuhnya dan berlari menuruni tangga, berharap bisa keluar dari rumah sebelum Sisca bisa menghentikannya.

"Oniel!. Berhenti!"

Teriak Sisca, namun Oniel tidak memedulikannya. Langkah kakinya terdengar bergema di seluruh rumah, membuat malam yang tadinya hening menjadi riuh.

Oniel mencapai lantai bawah dan langsung menuju pintu depan. Bayangan pohon di luar rumah terlihat seperti sosok-sosok misterius yang mengintai, namun Oniel tidak peduli.

Dia hanya memiliki satu tujuan. Meraih gagang pintu di depannya, dan keluar dari sini secepat mungkin dalam keadaan hidup-hidup.

Tangannya gemetar saat mencoba membuka kunci, tetapi sebelum dia berhasil, Sisca sudah berada di belakangnya.

Dengan gerakan cepat, Sisca menarik ransel Oniel, membuat adiknya itu terhuyung ke belakang. Tanpa berpikir panjang, Sisca menggunakan seluruh kekuatannya untuk menarik tubuh Oniel dan membantingnya ke lantai. Tubuh Oniel jatuh dengan bunyi gedebuk yang keras, membuat rasa sakit merambat di punggungnya.

"AKKKKHH!!" Oniel berteriak, rasa sakit dan kaget bercampur aduk dalam suaranya.

Sisca berdiri di atasnya, napasnya terengah-engah. Matanya menyala, seperti tatapan predator yang siap menyantap mangsanya.

Beruntung Atau Buntung?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang