Malam itu, pantai tampak seperti sebuah lukisan yang indah, menggambarkan kedamaian dan misteri yang menyelimuti sekelilingnya.
Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, seolah merangkai kisah-kisah lama dalam bisikan lembut, membawa serta aroma laut yang khas dan menenangkan.
Bulan purnama bersinar dengan anggun di langit, cahayanya memantulkan kilauan di atas permukaan laut, menciptakan pendaran yang tampak seperti ribuan bintang yang tenggelam di dalam birunya lautan malam.
Di tepi pantai, Oniel duduk bersebelahan dengan Gita di atas hamparan pasir yang dingin, menatap luasnya samudra yang tampak tak berujung di depan mereka. Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, ditemani oleh nyanyian alam yang lembut. Suara ombak yang berdebur lembut seolah-olah menjadi latar musik malam itu.
Merasa bosan dengan suasana, Oniel pun menunduk, bermain-main dengan butiran pasir di antara jari-jarinya, merasakan tekstur halus pasir yang dingin.
Sementara itu, Gita, dengan tatapan yang masih terfokus pada horizon laut, menikmati pemandangan malam yang indah. Sesekali juga, wanita itu ditemukan sedang memeluk tubuhnya sendiri. Mencari kehangatan dari udara malam yang sedikit menusuk.
Oniel memperhatikan gerakan kecil itu, melihat betapa Gita mencoba melawan dinginnya malam dengan cara yang sederhana, dia merasa dorongan untuk melakukan sesuatu. Dengan penuh pertimbangan, ia meraih jaket yang menggantung di pundaknya dan tanpa berkata sepatah kata pun, mengalungkannya di bahu Gita.
Gita menoleh, kemudian senyumnya muncul sebagai ungkapan terima kasih yang tulus. Senyuman itu seperti cahaya lembut yang menyinari wajahnya, memberikan kehangatan di malam yang sejuk ini. Dengan jaket yang kini melingkari bahunya, Gita kembali menatap laut, kali ini dengan rasa nyaman yang lebih terasa.
Oniel sedikit terpana melihat senyuman itu. Senyuman yang jarang, atau mungkin tidak pernah dia temukan dari wanita disampingnya ini. Ditambah dengan cahaya bulan yang lembut, wajah Gita tampak lebih cerah dan tenang dari biasanya.
Oniel menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan keberanian yang tersimpan di dalam hatinya.
Tak lama, Oniel merentangkan tangannya ke samping, mengarah ke bahu lain milik Gita. Hatinya berdebar kencang, namun ia tahu bahwa inilah saat yang tepat. Perlahan, ia mendekatkan tubuhnya dan melingkarkan lengannya di sekitar bahu Gita, menariknya dengan lembut ke dalam pelukan.
Gita terkejut oleh tindakan mendadak itu, tetapi tubuhnya tidak menolak. Sebaliknya, ada rasa nyaman yang segera mengalir ke seluruh tubuhnya, menyebarkan kehangatan yang menyentuh setiap inci dari dirinya. Dia membiarkan dirinya menyandarkan kepala di bahu Oniel, membiarkan dirinya larut dalam pelukan lelaki disampingnya ini.
"Makasih, Niel" bisik Gita pelan, suaranya nyaris tertelan oleh desiran ombak yang terus mengalun.
Oniel hanya bisa mengangguk dengan kaku, merasakan kehangatan yang menjalar dari tubuh Gita ke dalam dirinya. Jantungnya berdetak dengan ritme yang tidak biasa, seolah-olah malam ini, setiap detak jantungnya terhubung dengan kehangatan dan kedekatan yang baru saja terjalin.
Tak lama dari itu, tiba-tiba Gita merasakan sesuatu yang aneh. Di tengah-tengah aroma asin laut, ada bau lain yang mulai tercium. Bau logam yang samar namun cukup kuat untuk membuatnya khawatir. Ia mengangkat kepala dari bahu Oniel dan melihat ke wajahnya.
"Lo mimisan, Niel?" tanya Gita, nada suaranya penuh kekhawatiran.
Oniel bingung sejenak sebelum menyadari apa yang terjadi. Dia menyentuh hidungnya dan merasakan sesuatu yang basah. Darah.
Oniel merasakan kepanikan yang mendadak ketika dia melihat darah di jarinya. Meskipun ini bukan pertama kalinya dia mengalami ini, keadaan sekarang membuatnya semakin gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
Beruntung Atau Buntung?
FanfictionSequel '5 Kesalahan Semalam' dari cerita 'Oniel Short Story (With Members)'