Keadaan di ruangan ini sungguh dingin dan menakutkan. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Lyra.
Menakutkan bukan karena ada seorang hantu di dalam sini, tapi menakutkan karena tatapan tajam Caelum yang mengarah padanya. Salah satu hal yang Lyra pahami setelah menjadi lintah di sekitar Caelum adalah bahwa Caelum sangat menakutkan ketika marah.
Tatapan tajamnya seperti bisa menusuk tubuhmu secara tidak langsung. Rahangnya yang tegas menampilkan satu emosi: "Jangan macam-macam dengan saya!"
Bahkan tangan yang terlipat di dadanya pun tidak membantu, karena membuat otot lengannya terlihat semakin mencolok di balik kaos hitam yang ia kenakan, lengkap dengan beberapa tato yang mencuat dari balik lengannya.
Caelum adalah sosok laki-laki yang memukau, seperti dewa Yunani dalam wujud manusia. Dengan tubuh yang proporsional dan kuat, setiap gerakannya mengalir begitu elegan dan penuh kepercayaan diri. Wajahnya yang maskulin dipahat dengan sempurna, dengan rahang kuat dan garis pipi yang tegas. Matanya, seperti mata elang, memancarkan kecerdasan dan intensitas yang menakjubkan, sering kali menyiratkan kedalaman emosi yang tak terungkapkan. Rambut hitamnya, yang teratur disisir, menambahkan kesan misteri dan ketegasan pada penampilannya. Tidak hanya itu, Caelum juga memiliki senyum yang jarang ditampilkan, tetapi ketika tersenyum, memberikan daya tarik yang sulit untuk diabaikan, memancarkan pesona yang memikat seperti magnet bagi siapa pun yang melihatnya.
Setelah melihat itu hampir setiap hari tanpa bosan, Lyra bahkan tidak mengingkari bahwa Caelum pantas menjadi idola banyak orang. Sayangnya, saat ini pesona Caelum sangat tidak berarti bagi Lyra, terlebih tinggi Caelum yang mengintimidasi setinggi 188 cm, disandingkan dengan Lyra, gadis mungil yang bahkan tidak setinggi bahu Caelum, tidak membantu sama sekali.
Lyra sangat-sangat terintimidasi saat ini. Bagaimana jika dia tahu bahwa selama ini Lyra membuntutinya ke mana-mana? Apa Caelum tidak akan mengamuk?
"A-aku fans kamu," cicit Lyra dengan suara bergetar, melihat tatapan tajam Caelum semakin mempersempit matanya.
"Bagaimana kamu bisa masuk ke sini? Apa kamu penguntit? Kenapa hanya saya yang bisa melihat kamu? Kenapa yang lain tidak bisa?" cecar Caelum, tidak sabar.
"Ya—eh, tidak. Aku bukan penguntit, tapi ya, aku memang suka mengikutimu," ucap Lyra dengan panik. "Tapi tenang saja aku tidak mengikuti kamu ke toilet dan lain sebagainya kok. Aku hanya mengikuti aktivitas kamu sebagai artis dan saat kamu di rumah." Oops, sepertinya Lyra justru salah ngomong.
Wajah Caelum semakin menghitam. Lyra menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menggerakkan tangannya. "Bukan begitu, maksudku kan aku hantu jadi tidak ada yang bisa melihatku. Kamu juga tadinya kan tidak bisa melihatku. Bukan berarti aku tidak menghargai privasimu. Aku tetap tahu batasan kok. Tapi aku tiba-tiba terbangun di tempat tidurmu dan—"
"Cukup!" potong Caelum, merasa semakin pusing. Kepalanya seperti akan pecah.
Lyra ingin sekali mengutuk bibirnya karena tidak bisa berhenti berbicara. Semakin lama Lyra berbicara, sepertinya semakin banyak rahasianya yang akan terbongkar.
Sambil memijat kepalanya dengan lelah, Caelum menghempaskan badannya di sofa terdekat lalu berkata, "Jelaskan secara perlahan! Penjelasanmu membuat kepala saya semakin pusing," sebal Caelum.
Melihat idola kesukaannya sakit, Lyra seketika menjadi panik. Ia pun berjalan menghampiri Caelum. "Mana kepalamu yang sakit? Coba aku lihat. Kamu butuh obat? Apa mau ke rumah sakit?" seru Lyra dengan panik.
Melihat hantu tersebut seperti akan menyentuh kepalanya, Caelum merasa ngeri. "Berhenti di situ!" serunya, membuat langkah Lyra terhenti beberapa meter dari tempat Caelum duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gravity
RomanceLyra terbangun sebagai hantu dengan hanya ingatan tentang namanya dan obsesinya terhadap Caelum, idolanya yang terkenal. Dalam upayanya untuk memahami mengapa dia terjebak di antara dunia kehidupan dan kematian, Lyra memutuskan untuk membuntuti Cael...