⚠️‼️Trigger warning: Suicidal thought ‼️⚠️
Tekan VOTE sebelum lanjut baca~
"Jadi, apa rencanamu setelah ini, Eleana?"
Eleana. Eleana Raya Gauri. Yang sebenarnya lebih akrab dipanggil Raya. Belakangan ini, ia membiarkan saja orang-orang memanggil dirinya dengan nama depannya.
"Kembali ke negara asal saya, Dok. Sudah terlalu lama saya meninggalkan pekerjaan saya."
Dokter Kim tersenyum. Terlihat bangga melihat calon mantan pasiennya kembali menemukan semangat untuk hidup.
Beberapa bulan lalu pasiennya datang dengan kondisi yang cukup mengenaskan. Polisi setempat menemukan wanita itu tak sadarkan diri di Jembatan Mapo. Tidak ada cahaya yang menyorotkan semangat kehidupan di kedua matanya. Tubuhnya teramat kurus. Nyaris hanya tersisa tulang dan kulit. Setelah diobservasi lebih dalam, pasiennya juga mempunyai riwayat selfharm.
"Semoga sukses kalau begitu," ucap Dokter Kim. Masih dengan senyum yang belum luntur dari wajah orientalnya.
Sorot teduh di mata sosok itulah yang dulu membuat Raya yakin untuk menumpahkan cerita tentang hidupnya. Tentang patah hatinya. Tentang segala bahagia yang tergerus habis setelah tragedi menyakitkan setahun lalu dan dirinya dengan pengecut melarikan diri.
"Terima kasih untuk delapan bulan terakhir ini, Dokter Kim. Saya pamit dulu. Sudah ditunggu ayah dan adik saya di luar." Wanita kurus kecil itu menjabat tangan Dokter Kim yang duduk di seberangnya. "Semoga ada kesempatan lain untuk bertemu-"
"Tidak ada dokter mana pun yang berharap agar kembali bertemu pasiennya lagi," sela Dokter Kim yang bicara dengan penuh ketegasan. Tetapi ada kelembutan yang mampu membuat setiap orang yang bicara dengannya merasa tenang. "Kau sudah jauh lebih sehat dibanding saat kita pertama kali kita bertemu dan kondisimu akan terus menjadi lebih baik lagi setelah ini. Jadi, ini adalah pertemuan terakhir kita."
"Maksud saya di luar rumah sakit, Dok. Saya masih punya utang mentraktir Dokter setelah keluar dari sini."
Dokter Kim hanya geleng-geleng kepala. "Kau tidak berutang apa pun. Begini saja, aku anggap utangmu lunas kalau kau tetap rajin meminum obatmu. Oke? Dan ingat, jangan bandel!"
Si pemilik rambut yang panjangnya hanya sampai di bawah telinga beberapa senti itu tertawa. Tawa yang tulus. Bukan tawa yang dipaksakan hadir seperti beberapa bulan terakhir. "Untuk yang satu itu, saya akan usahakan."
"Jangan hanya diusahakan! Wajib meminumnya sesuai resep. Mengerti?"
Mau tidak mau wanita itu mengangguk. Tak ingin semakin lama berada di ruangan yang rutin dikunjunginya dua kali seminggu selama delapan bulan terakhir.
***
Langkah kakinya yang pendek-pendek menyusuri sepanjang Jembatan Mapo. Ini kedua kalinya Raya datang ke sana. Berbekal kamera baru yang dihadiahkan adik tirinya, Raya bisa mengabadikan banyak foto. Senyumnya beberapa kali terkembang. Kagum pada hasil jepretannya yang memukau. Juga karena pemandangan di sana betul-betul indah saat menjelang malam begini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jatah Mantan - ON GOING
Roman d'amourSemuanya tak lagi sama sejak wanitanya pergi. Sibuknya kini hanya tentang menghindar dari rasa sepi yang kian mencekik hari demi hari. Dan ketika Raya kembali, Jagad punya kesempatan untuk membalaskan rasa sakitnya. Dengan mengikat wanita itu dalam...