Chapter 5: Past and Present

2 1 0
                                    

Beberapa hari berlalu, Gadysa dan Alka pun semakin dekat entah berangkat kuliah bareng atau sekedar menemani pergi ke beberapa toko untuk keperluan mereka berdua hingga membuat Serena eneg melihatnya, tak jarang pula setiap Gadysa pulang ataupun mau berangkat, Serena akan melemparkan sandal tidur favoritnya ke kepala temannya itu.

Namun berbeda dengan hari ini, Gadysa tidak berangkat bersama Alka dan memilih menaiki bus bersama Serena. “Tumben kali kau tak berangkat dengan playboy sialan itu?” Ucap Serena dengan logat bataknya.

“Gak tau, gak pengen aja. Mau nemenin kamu, daripada aku dilempar sandal lagi.” Balasnya sambil mengangkat bahunya acuh tak acuh.

“Ngapain aja pas pulang ke Solo? Gak De javu?

Yang ditanyain hanya diam, padahal waktu ke Solo kemarin dengan Alka rasanya berjalan biasa saja, tapi kenapa waktu Serena berkata seperti itu, Gadysa jadi merasa sesak.

“Biasa kok, pulang ke rumah aja.” Balasnya, wajahnya memang terlihat biasa aja tapi jelas ada yang salah. “Biasa pulang ke rumah dulu terus lanjut jalan jalan? Makan kulineran di Pasar Gedhe?” Timpal Serena.

“Enggak Ren, kemarin gak ke Pasar Gedhe.. ke Pasar Triwindu lihat barang antik.” Serena yang mendengar itu hanya mendenguskan nafasnya saja, berbeda cerita dengan Gadysa yang mulai merenung. Lagipula Kota Solo itu rumahnya, kenapa ya perempuan itu malah menjadi gelisah tak tenang?

Satu tahun yang lalu, di Pasar Gedhe, salah satu tempat yang selalu ramai. Banyak pedagang disana, makanan, minuman, barang, pakaian, juga pastinya banyak pembeli. Tapi di era sekarang ini, Pasar Gedhe bukan lagi cuma untuk jual beli, tapi menjadi tempat orang orang yang merayakan cinta nya.

“Cantik, cobain dimsum yuk! Kemarin lewat di fyp katanya enak lho.”

“Ayo! Beli yang banyak ya! Tapi di bungkus aja, nanti kita cari jajan lain terus duduk di pinggiran biar bisa lihat jalan.”

“Siap cantik.”

Kalau diingat ingat momen ini sama waktu kemarin beda ya? Lebih hangat.. atau lebih menyakitkan? Yang punya memori ini saja gak tau harus mengkategorikan kenangan ini sebagai apa.

“Aku baru tau kalau ternyata kamu orang Solo.. asik ya.”

“Asik gimana? Solo kan gini gini aja.”

“Ya walaupun gini gini aja, lihat deh setiap sudut tempatnya, banyak orang merayakan dirinya sendiri dan cinta nya disini.”

Perempuan itu tidak menjawab, hanya melihat sekilingingnya yang kemudian mengangguk setuju. Ada banyak orang disana, keluarga, sepasang kekasih, atau bahkan sendirian untuk merayakan dirinya, merayakan apapun yang ada di hidupnya.

“Manis ya.” Ucap pria itu.

“Apanya manis?”

“Kamu.” — “Hoi! Yee ni anak malah bengong.”

Kembali ke realita sekarang, yang ditegur pun mengerjapkan matanya lalu berdiri untuk keluar dari bis.

“Gamon kan lu? Ah tau banget gue, emang sialan ya. Apasih yang lu suka? Kenapa sih di kenang terus, udah tau nyakitin masih aja dikenang, noh pahlawan aja kadang lupa dikenang, ini malah dikenang terus.” Omel Serena disepanjang jalan mereka menuju gedung fakultasnya, kalimatnya benar benar membuat Gadysa berpikir lagi, apa ya yag dikenang?

“Yailah bingung juga, nek iso dilupake ya wis tak lupake.”

“Bisa, kalau kamu coba pengusiran setan, hantu kan dia kalau kata kamu?”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: a day ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Story of Us (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang