7. Katakan pada dunia bahwa keikhlasan itu adalah palsu

10 2 0
                                    

Mhok membuka pintu rumahnya, tak berselang lama setelah suara ketukan pintu yang membuatnya harus bangun pagi-pagi buta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Mhok membuka pintu rumahnya, tak berselang lama setelah suara ketukan pintu yang membuatnya harus bangun pagi-pagi buta. Sungguh, baru kali ini Mhok harus menahan kesal karena itu. Cahaya matahari masih bersembunyi di balik awan-awan mendung pagi itu. Yang Mhok lihat adalah gadis dengan rambut yang dicat berwarna merah maroon. Selanjutnya, senyuman yang pernah Mhok miliki. 

"Auh, Phojai? Apa yang kau lakukan sepagi ini?" tanya Mhok saat matanya belum melihat gadis itu sepenuhnya. Ada senyum tipis di wajah Phojai saat itu, dia memakai kaos tipis yang membuat dirinya terlihat kedinginan. 

Jika diingat, Mhok sudah beberapa minggu terakhir ini tidak melihat Phojai datang menjenguknya. Terakhir, saat pemakaman kakak Mhok. 

"Kau, apa kabar Mhok? Aku pikir sudah lama tidak melihatmu." ujar Phojai dengan sedikit tergesa, dia beberapa kali menatap gelisah ke arah belakang.

Mhok yang sebenarnya sudah menyadari gelagat itu, membuatnya segera bertanya. "Ada yang menganggumu?" tanya Mhok pelan.

Seolah sudah tertangkap basah, Phojai tersenyum kecil dan menghela napas, dia memberikan sebuah lembaran gambar pada Mhok, atau bisa dikatakan itu adalah undangan. "Untukku?"

Phojai mengangguk, "Aku sudah memikirkannya dengan matang, aku akan menikah dengan Keng." jelasnya.

Mhok mengangguk, dia membaca undangan pernikahan itu. Tertulis nama Phojai dan pria Keng itu. Jika kembali diingat, hubungan Phojai dengan Mhok sudah berakhir sangat lama, namun hubungan mereka berubah menjadi persahabatan yang hingga kini masih terus terjalin. Dan, untuk hubungan Phojai dengan Keng, itu baru saja terjadi.

Jika orang lain yang mendapatkan undangan pernikahan dari 'mantan',  mungkin mereka akan berbicara dengan nada keras dan kata-kata kasar, tentunya akan marah mendapatkan undangan itu. Namun bagi Mhok, hal itu bukanlah masalah besar. Ketika dirinya merasa bahwa perasaannya mulai hilang, dengan lancang dia akan membahasnya. Itu terjadi juga dengan Phojai. 

Bahkan jika undangan itu dikutuk dan berharap acara pernikahan akan gagal, itu mungkin saja terjadi, tapi siapa yang akan tahu keajaiban yang terjadi selanjutnya. Lagipun, Mhok tidak seegois itu, hubungan mereka sudah berakhir, jika memang harus berakhir untuk apa akan terus dipertahankan, mereka akan sama-sama bunuh diri.

"Apa yang harus aku bawa untuk hadiah?" tanya Mhok, memandang wajah Phojai dengan sungguh-sungguh.

"Tidak perlu, kau datang dan ucapkan selamat untukku. Itu sudah sangat cukup." jelas Phojai, dia berjalan kebelakang. Kakinya menyusuri tangga kecil didepan rumah Mhok.

"Jangan lupa datang, aku menunggu!" 

Kemudian, Phojai berbalik dan meninggalkan rumah Mhok, "Selamat." ucap Mhok kemudian.

Pemuda itu membolak-balikkan lembaran undangan itu dengan lesu, dia kembali menutup pintu dan meletakkan undangan itu sembarangan. Mhok menatap jam, kemudian ada dua pilihan dalam kepalanya, kembali tidur atau membuat sarapan. 

SILENCETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang