"Hei, Dik, apa kau baik-baik saja?" suara Mhok terdengar saat dia menghentikan larinya, tepat di depan Sea. Pria itu tampak cemas, wajahnya menunjukkan kekhawatiran yang nyata. Sea, yang sedang berjalan dengan Day, berhenti sejenak dan menoleh ke arah Mhok. Ketika Sea tidak melanjutkan langkahnya, Day pun ikut berbalik, penasaran dengan apa yang sedang terjadi.
Melihat wajah Mhok, Day sedikit terkejut. Ada sesuatu yang familiar. Namun, Day segera mengendalikan ekspresinya, berusaha tetap tenang meski perasaan campur aduk memenuhi benaknya. Dia bertanya-tanya apa yang membuat Mhok begitu cemas dan mengapa pria ini tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Sementara itu, Sea, yang masih belum mengenal Mhok, merasa bingung dengan situasi ini, tetapi tetap berusaha menjaga sikap tenang dan waspada.
"Day, apa kau mengenalnya?" tanya Sea dengan gerakan tangan, menandakan bahwa orang yang Mhok kejar adalah orang yang tepat. Day memandang Mhok dengan cermat, mencoba mengingat di mana dia pernah melihatnya. "Aku pernah melihatnya," jawab Day dengan bahasa isyarat, sambil mengerutkan kening, mencoba menggali ingatannya.
Setelah beberapa saat, Day tiba-tiba tersenyum, seolah-olah baru saja mengenali sesuatu. Dengan suara yang sangat tipis, Day berkata, "M.H.O.K—Mhok?" Dia mengeja huruf-huruf itu dengan jemarinya, memastikan apakah pria di depannya adalah orang yang dia pikirkan. Mhok, yang mendengar nama panggilannya, tampak terkejut dan senang.
"Ah, kau ingat—siapa namamu?" tanya Mhok, tampak lega namun penasaran. Melihat bahwa Day tampak kebingungan dengan pertanyaan tersebut, ia sejenak menatap Sea, mencari bantuan. Sea segera menangkap isyarat itu dan mengartikannya untuk Day, "Siapa namamu?" tanyanya dengan bahasa isyarat.
Day merespons dengan cepat, "D.A.Y—Day." Sea kemudian mengulanginya, "Namanya Day." Mendengar jawaban itu, Mhok tersenyum, senang bisa mengetahui nama pemuda itu. Namun, saat menyadari bahwa Sea masih menatapnya dengan tatapan curiga, Mhok tak bisa menahan diri untuk terkekeh kecil. Situasi yang aneh dan sedikit canggung ini menciptakan momen ringan di tengah pertemuan yang penuh tanda tanya. Mhok berusaha menunjukkan bahwa dia tidak memiliki niat buruk, berharap bisa meredakan ketegangan di antara mereka.
"Ah, tidak usah takut, aku Mhok. Aku sering melihat Day di gereja. Beberapa kali pernah bertemu," terang Mhok, mencoba menjelaskan situasi dengan tenang. Mendengar penjelasan itu, Sea bergumam "ohh" lalu mengangguk, sedikit merasa lega mengetahui Mhok bukan orang asing sepenuhnya.
Sea kemudian menyenggol bahu Day pelan, memberi dorongan halus. "Ajak dia bicara," ungkap Sea dengan bahasa isyarat, mencoba mendorong Day untuk lebih terbuka. Namun, Day tampak ragu. "Apa kamu yakin?" tanyanya, masih merasa canggung. Sea mengangguk sebagai jawaban, namun Day segera menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bisa," balas Day dengan sedikit kekhawatiran.
Melihat interaksi mereka, Mhok tersenyum dan terkekeh kecil, menyadari kecanggungan yang terjadi. Dia mencoba untuk meredakan suasana dengan pertanyaan yang lebih santai. "Jadi, kalian mau kemana?" tanya Mhok, berharap bisa memulai percakapan yang lebih ringan dan membuat mereka merasa lebih nyaman. Pertanyaannya diiringi dengan senyum ramah, menunjukkan bahwa dia hanya ingin tahu dan bukan menginterogasi.
"Kita sedang ada kegiatan kampus di dekat sini," jawab Sea dengan nada sedikit cuek, tampak tidak ingin memperpanjang percakapan. Sebelum Mhok sempat membalas, Sea sudah menarik Day untuk melanjutkan perjalanan mereka. Day, yang terkejut dengan tindakan Sea, sempat terhuyung sedikit sebelum bertanya, "Kenapa?"
Mhok, yang tampak tidak terpengaruh oleh sikap dingin Sea, berjalan dengan langkah kecil untuk menyamai irama langkah kedua pemuda itu. "Aku akan ke penginapan Ducket, kalian mau ikut?" tawar Mhok dengan ramah, berharap bisa mengajak mereka untuk berbincang lebih lanjut atau setidaknya memastikan mereka baik-baik saja.
Namun, jawaban Sea datang dengan cepat dan tegas, "Tidak." Sea menjawab tanpa ragu, membuat Mhok tersenyum kecil. Meskipun Sea terlihat enggan untuk lebih mengenal Mhok, suasana di antara mereka tetap terasa hangat. Mhok tampaknya mengerti bahwa Sea hanya berusaha melindungi Day dan dirinya dari situasi yang tidak diinginkan.
"Ah, Day..." Mhok berkata sambil memegang lengan Day dengan lembut. Mereka saling berpandangan sejenak sebelum Mhok mengeluarkan ponselnya. Dia menuliskan beberapa kata dan memperlihatkannya kepada Day: [Aku ingin meminta nomor teleponmu]. Day tersenyum, mengerti maksud Mhok. Dia kemudian mengeluarkan ponselnya dan bersiap memberikannya kepada Mhok.
Namun, sebelum Day sempat menyerahkan ponselnya, Sea dengan cepat menariknya kembali, tampak waspada. "Day, apa yang kamu lakukan?" tanyanya dengan nada khawatir, merasa perlu melindungi sahabatnya. Mhok sedikit terkejut dengan reaksi Sea, tetapi dia segera mencoba menenangkan situasi.
"Ouh, Dik, kalian tidak mungkin hanya semalam di sini. Ayo ke penginapan saja, bukan masalah. Lagi pula sudah cukup malam," ujar Mhok dengan nada ramah, mencoba menawarkan bantuan dan memperbaiki situasi yang agak canggung. Dia mengerti kekhawatiran Sea, tetapi dia juga ingin menunjukkan bahwa niatnya baik. Mhok berharap dengan tawarannya, mereka bisa beristirahat dengan nyaman dan aman setelah perjalanan panjang.
Mhok terlihat beberapa kali memberikan tawaran untuk ke penginapan, hingga akhirnya Sea setuju. Namun, keputusan akhir adalah bahwa hanya Day yang akan mengikuti Mhok ke penginapan, sementara Sea akan segera menuju gedung untuk membantu teman-teman lainnya menyiapkan stand. Sea berpikir bahwa setidaknya Day bisa beristirahat hingga esok hari tiba. Meski sedikit tidak rela, Sea tahu Day juga butuh istirahat.
"Baiklah, kau ikut bersama dia, tapi ingat, jika ada apa-apa segera telepon," ungkap Sea dengan bahasa isyarat, matanya penuh perhatian dan kekhawatiran. Day mengangguk, mengerti sepenuhnya pesan yang disampaikan oleh Sea. Dia tahu bahwa Sea selalu memikirkan kebaikannya dan hanya ingin memastikan keselamatannya. Dengan perasaan campur aduk, Day membiarkan Sea pergi, menyaksikan sahabatnya berjalan menjauh menuju gedung tempat kegiatan mahasiswa berlangsung.
"Ayo," ajak Mhok dengan ramah. Day berjalan di samping Mhok dengan tenang, menikmati keheningan yang terjadi di antara mereka. Tidak ada percakapan berarti, mungkin karena keterbatasan komunikasi atau hanya karena kelelahan dari perjalanan panjang. Saat mereka tiba di penginapan, suasana tetap tenang dan damai.
Ketika sudah di kamar, Mhok tampak sedikit bingung, lalu berkata, "Aku, akan, mandi." Dia tampak ragu-ragu dalam penyampaiannya, lalu mengambil ponselnya untuk mengetik pesan yang sama agar lebih jelas. Day mengangguk, menunjukkan bahwa dia mengerti, dan membiarkan Mhok melakukan apa yang perlu dilakukannya.
Kamar yang mereka pesan cukup luas, terlihat nyaman dan cocok untuk beberapa orang. Interiornya sederhana namun bersih, memberikan kesan hangat dan menyenangkan. Mhok kemudian menuju kamar mandi, sementara Day mengamati ruangan, merasa lega menemukan tempat yang nyaman untuk beristirahat. Meskipun masih ada sedikit rasa canggung, suasana yang tenang di penginapan ini memberikan perasaan aman dan menenangkan bagi keduanya.
Kegiatan malam pun berakhir, dan Sea segera bergegas menuju penginapan sekitar pukul tiga pagi. Saat tiba di sana, dia menemukan bahwa pintu kamar tidak terkunci, seperti sengaja dibiarkan terbuka. Dengan mudah, Sea masuk ke dalam ruangan yang remang-remang. Kelelahan terasa di setiap langkahnya saat dia berjalan menuju kamar.
Saat mendekati kamar, Sea tiba-tiba melihat sesuatu yang membuatnya terkejut. Di bawah cahaya yang redup, dia melihat Mhok memeluk tubuh Day yang sedang tidur di sampingnya. Dengan satu langkah cepat, Sea mendekati mereka, namun rasa lelah dan kekhawatiran seketika berubah menjadi kejutan. "AI! DAYYY!!" teriaknya dengan keras, suaranya menggema di dalam kamar.
Teriakan itu membuat Mhok terkejut, dan dia segera terpental dari tempat tidur, jatuh ke lantai. Day, yang terbangun sebentar oleh gerakan Mhok itu, melihat Sea yang baru saja tiba. Namun, dalam keadaan setengah sadar dan masih lelah, Day hanya memandang Sea dengan mata yang berat sebelum kembali tertidur. Sea, masih dengan napas terengah-engah, mencoba menenangkan diri sambil memandang Mhok dengan tatapan campuran antara kebingungan dan kekhawatiran.
KAMU SEDANG MEMBACA
SILENCE
Teen FictionA remake of the story from @bnnrshnn 'Hening' rewritten by @LoVeLG23 'Silence' .... Pernah kamu mendengar, bagaimana keheningan dunia yang sesungguhnya? Merasa sepi di tempat ramai, tidak berbicara dan tidak mendengar. Satu hal yang bisa menjalanka...