3 - The Practice

238 27 4
                                    

Ketika Cat terbangun keesokan paginya, dia melihat sebuah selembar kertas berisi catatan kecil di atas tempat tidurnya. Rasa ingin tahunya tumbuh. Dia mengambil catatan itu dan membacanya.

"Cat, datanglah ke gudang senjata. Kutunggu. Reaper."

Ternyata pria itu benar-benar akan melatih Camille untuk memakai pisau seperti yang dia janjikan kemarin. Kata-katanya bukan omong kosong. Mau tidak mau, Camille merasa sedikit tersanjung, tetapi lekas-lekas dia singkirkan perasaan itu.

Camille pernah melihat, dengan mata kepalanya sendiri ketika sedang latihan keterampilan senjata, Reaper melempar pisaunya tepat ke tengah target yang berjarak hampir sembilan kaki dalam waktu sekejap mata. Dia harus mengakui, Reaper adalah salah satu pengendali pisau terbaik yang pernah dia lihat.

Tapi, ketika dipikir lagi, Reaper juga sangat hebat dalam menembak.

Sial. Ada tidak ya hal yang tidak bisa dia lakukan? Camille menggerutu dalam hati.

Sebagai prajurit yang paling payah dalam menangani pisau, Camille sadar dia tentu membutuhkan latihan yang Reaper tawarkan. Dan dia yakin, Reaper tidak semudah itu menawarkan bantuannya kepada sembarang orang.

Camille tidak bisa berhenti mencurigai bahwa mungkin Reaper memang mengalah ketika mereka bertarung kemarin. Namun pada akhirnya, dia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya. Bagaimanapun juga, dia butuh sekali-kali merasa berpuas diri dalam hal yang ada kaitannya dengan musuh bebuyutannya itu.

Dengan mempertahankan kepuasan diri itu, Camille pun berjalan ke gudang senjata tanpa keraguan lagi. Dia melihat bahwa Reaper sudah ada di sana, berdiri seperti patung besar tanpa nyawa, dengan tangan yang dimasukkan ke saku.

 Dia melihat bahwa Reaper sudah ada di sana, berdiri seperti patung besar tanpa nyawa, dengan tangan yang dimasukkan ke saku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kau benar-benar datang," kata Reaper, dengan nada datar seperti biasa. "Seharusnya aku tidak membiarkanmu untuk mengalahkanku semudah itu kemarin."

"Apapun yang membuatmu bisa tidur nyenyak di malam hari, teman," Camille berusaha santai. "Jadi, dari mana kita mulai?"

Tanpa menjawab, Reaper membawa Camille ke tengah ruangan, di mana sederet pisau yang berjejer di sebuah meja menyambutnya.

"Pilih satu," perintah Reaper dengan suaranya yang dalam dan serak.

Camille mendongak sedikit ke arah pria yang berdiri beberapa langkah darinya itu. Wajahnya yang tertutup topeng hitam hanya membalas menatap Camille dengan mata coklatnya yang seperti tanpa kehidupan. Di saat yang sama, dia seperti memancarkan intensitas yang tenang, gerak tubuhnya terkendali dan penuh perhitungan. Pantas saja banyak yang takut pada sosoknya. Dia seperti hantu tak kasat mata yang bisa membunuhmu bahkan sebelum kau menyadari dia ada.

Camille semakin yakin bahwa kemarin pria itu sengaja menahan diri.

"Ada saran?" tanyanya, meraih pisau terdekat.

Reaper melangkah lebih dekat."Kau bisa mulai dengan ini," katanya, menyerahkan pisau lempar yang seimbang. Jari-jari mereka bersentuhan singkat, mengirim kejutan tak terduga pada kulit Camille. Dia segera menjauh, sebelum menimbang-nimbang pisau itu di tangannya untuk merasakan beratnya dan menguji keseimbangannya. "Lalu?" tanya Camille.

That Burns WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang