4 - The Mission

198 26 5
                                    


Beberapa minggu berlalu.

Camille masih berbagi kamar asrama dengan Shanks dan Reaper. Shanks masih ramah dan tengil seperti biasanya, sementara Reaper, sedikit lebih hangat padanya. Hanya sedikit. Setidaknya dia tidak bersikap kasar atau melontarkan hinaan pada Camille lagi. Bahkan, di beberapa kesempatan, Camille nyaris bisa mendengar dia terkekeh pelan di balik balaclava-nya setelah mendengar celetukan Camille. Selebihnya, Reaper masih seperti biasa. Dingin dan kaku, seperti mayat hidup setinggi hampir dua meter.

Kadang-kadang, Reaper masih mengajak Camille untuk berlatih tarung dan menggunakan pisau, tetapi dia selalu membawa prajurit lain. Beberapa kali mereka berlatih bertiga dengan Shanks, yang selalu bisa membuat Camille lebih rileks karena sifatnya yang supel. Kadang satu-satunya anggota Specter Ops lain, Blake, pemuda pendiam dengan keahlian spesial dalam menembak jarak jauh, ikut bergabung. Di beberapa kesempatan lain, Camille bahkan dilatih langsung oleh Kapten Ennis, atasan mereka sekaligus kepala Specter Ops, sementara Reaper entah mengapa hanya menonton di samping setiap kali itu terjadi. Ennis lebih tegas dan galak dibandingkan Reaper, tapi setidaknya dia lebih suka bercanda. Namun, di saat-saat seperti itu, Camille kadang berharap dia bisa berlatih berdua saja dengan Reaper, tanpa ada siapapun lagi di sana.

Lama kelamaan, Camille tidak bisa menyangkal ketertarikannya yang semakin tumbuh kepada sosok bertopeng itu. Jantungnya berdetak lebih kencang setiap kali Reaper masuk ke ruangan yang sama dengannya, meskipun jelas Camille tidak akan mengakuinya.

Sial. Sadarlah, Camille. Kau bukan remaja tanggung yang baru tahu rasanya naksir kakak kelas, begitu yang Camille katakan pada dirinya berulang kali, setiap hari.

Ketika tiba saatnya Specter Ops pergi melaksanakan misi, Camille selalu menikmati setiap detiknya. Sebagian karena dia memang sudah sangat tidak sabar untuk beraksi di lapangan, sebagian lagi karena dia bisa melihat langsung lelaki bagaimana hebatnya lelaki yang dia kagumi itu dalam menghabisi musuh.

Seiring berjalannya waktu, Camille juga mulai belajar hal-hal baru tentang Reaper. Hal-hal yang membuatnya terlihat lebih... manusiawi, tidak lagi seperti robot tanpa emosi.

Seperti ketika Camille tidak sengaja mendapati lelaki itu sendirian di ruang rekreasi, topeng balaclava-nya digulung ke atas bibir, sementara segelas wiski tergenggam di tangannya. Matanya terpusat pada satu-satunya televisi di sana, yang tengah menampilkan film komedi klasik Monty Python and the Holy Grail, sehingga dia tampaknya tidak menyadari kehadiran Camille yang tengah mengintip dari pintu. Ada satu adegan yang membuatnya terkekeh berkepanjangan (karena tampaknya tertawa terbahak-bahak tidak ada dalam kamus Reaper) sampai-sampai wiskinya tumpah sedikit ke pangkuannya. Reaper kelabakan mencari lap atau tisu terdekat, dan pada saat itulah Camille lekas-lekas menyingkir, tidak ingin keberadaannya diketahui lelaki itu dan membuat segalanya runyam. Diam-diam, Camille terkikik, karena pemandangan seperti tadi tentu saja langka sekali terjadi.

Kali lain, Spectre Ops sedang kebagian tugas memberantas gembong narkoba di Meksiko, yang jaringannya meluas ke seluruh dunia, termasuk ke kota-kota besar di Amerika. Setelah berhasil meringkus sang ketua gembong–yang kini hanya punya satu mata berkat sabetan pisau Reaper–para prajurit satuan tugas itu melepas penat di sebuah bar setempat. Kapten Ennis sedang melantur karena mabuk, ditemani oleh Blake yang sepertinya memanglah seorang pendengar yang baik. Shanks sedang sibuk merayu seorang pramusaji cantik. Tinggallah Camille dengan Reaper di meja, minum bir bersama sembari berbagi sekeranjang nachos, berbincang tentang hal-hal acak yang sama sekali tidak menyerempet hal pribadi. Sesekali jari mereka tidak sengaja bergesekan saat mencelupkan keping nachos mereka ke mangkuk saus keju, dan Camille merasa detak jantungnya seakan berhenti setiap kali itu terjadi. Camille mulai semakin mengenal sosok Reaper dan kegemarannya melontarkan lelucon gelap dan cenderung sensitif, yang hanya membuat Camille semakin tertarik padanya. Sambil lalu, Camille menyebutkan bahwa dia merindukan croissant hangat bermentega yang sering dia santap di masa kecilnya dulu di Prancis.

That Burns WithinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang