Seorang lelaki berambut coklat yang tak terlalu tinggi itu menunggu kendaraan lalu lalang di persimpangan jalan. Ia mendengus kesal, karena sudah menekan tombol untuk pejalan kaki, tetapi lampu itu tetap saja tak mau menyala.
"Kau harus sabar sedikit anak muda," ucap wanita tua sembari menekan tombol itu dengan perlahan, Muci heran. 'Apa aku terlaly gegabah?' pikirnya, akan tetapi tak lama setelah sang nenek tua menekan tombolnya sang lampu menyala begitu saja.
Muci tak mau ambil pusing, ia langsung meninggalkan wanita tua yang jalan saja sudah membungkuk itu dengan santai. Bahkan, langkahnya sedikit menjadi cepat ketika waktu hitung mundur sudah terlihat.
Muci sampai di seberang, akan tetapi ia merasa ada yang mengganjal. Maka dari itu ia menoleh ke belakangnya dan terlihat nenek tua itu terjebak di tengah jalan dengan banyak klakson yang diarahkan untuknya.
Setelah embusan napas berat keluar, Muci berjalan ke arahnya dan membantunya menyebrang dengan penuh kesabaran. "Kau anak yang baik, bisakah aku memberikanmu hadiah?"
"O-oh! Tidak perlu, Nek!" Akan tetapi, seakan tak peduli wanita tua itu sudah merogoh tasnya dan memberikan sebuah kotak kecil, seukuran telapak tangannya pada Muci. "Ambil saja, kau pengembara bukan? Benda ini akan membawamu ke petualangan yang menakjubkan, Musim Cinta." Nenek itu tersenyum, lalu tanpa sepatah kata lagi ia sudah beranjak pergi, meninggalkan Muci yang entah mengapa mematung di sana.
"Kupikir kotak ini cukup bagus juga, isinya apa, ya?"
Muci melanjutkan jalannya, sekarang ia sudah mulai masuk ke hamparan rumput yang sangat luas, dari sini Muci sanhat merasakan hawa musim semi nan indah.
Di antara luasnya hamparan rumput, terdapat bunga dengan berbagai macam warna sebagai hiasannya. Muci suka ini, ia juga sangat menyukai wangi serbuk bunga yang selalu menyapanya ketika angin berembus.
Tak terasa kakinya bahkan sudah melewati banyak rumput di belakang sana. Dari tempatnya berpijak, Muci dapat melihat pohon beringin yang begitu besar menaungi area yang cukup luas di bawahnya.
Karena penasaran ia mendekat ke arah pohon itu dan duduk di bawahnya, sembari menikmati embusan angin yang lewat serta gesekan antara daun dan ranting dari pohon beringin.
Tak butuh waktu lama untuk Muci hingga sampai menyapa alam bawah sadarnya. Akan tetapi, hal itu tak berlangsung lama. Dirinya terbangun karena ada suara kwek-kwek yang begitu memekakan telinga.
Matanya terbuka dan mendapati seekor bebek dari sebelah kiri ingin mendekatinya, karena terkejut pasca tidur ia reflek menjauuh hingga melewati batas garis tengah dari pohon beringin.
Sedetik setelahnya suasana tiba-tiba berubah. Dari yang sunyi menjadi begitu ramai. Suara angin yang tadinya tenang menjadi begitu terburu-buru, seolah menciptakan huru-hara di hamparan tanag yang luas itu.
Bahkan langit pun ikut menggelap dan tak lama beribu-ribu tetesan air tumpah dari atas langit, bahkan tanpa bisa berkutik Muci dapat merasakan kakinya yang basah karena air mulai menggenang.
"Kok bisa langsung hujan?!" Muci Heran, bahkan ia mulai merasakan basah serta dingin yang menusuk ke kulitnya. Tak tanggung-tanggung, bahkan sekarang petir ikut bergumuruh dari atas langit yang dapat Muci lihat dengan jelasnya.
"Jangan ketakutan! Kau hanya perlu menyebrang pohon beringin sekali lagi." Suara itu mengejutkan Muci, ia langsung menoleh dan mencari dari mana suara itu berasal.
"Aku di sini bodoh! Di bawahmu!" Muci terkejut, ia kembali tak percaya setelah melihat siapa yang berbicara. "BAGAIMANA SEEKOR BEBEK BISA BERBICARA?!" Sama seperti sebelumnya, Muci kembali terkejut hingga mundur tanpa sengaja dan melewati batas garis tengah dari si pohon beringin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Poros Cinta dan Musimnya (1)
Short Story--Antologi Cerpen-- [End] Muci adalah seorang pengembara yang akan terus berjalan. Karena ia adalah MuCi, Musim Cinta.