Oleh; Trialiya8
***
Aku Muci, seorang perempuan yang hobi jalan-jalan.
Tepatnya, setelah perjalanan panjang memeluk impian usai.
Dulu, aku merasa anganku terlalu tinggi. Sampai membuat diriku susah bergerak.
Sebelum akhirnya aku sadar. Terserah setinggi apa pun harapan. Paling penting dari perjalanan adalah memulai. Tak peduli meski hanya 0,1% setiap harinya.
Detik ini, aku telah menikmati hasilnya. Meski impian-impian lain belum terwujud. Namun, impian utamaku ada di depan mata. Ialah berkelana.
"Muci, kamu sudah selesai berkemas?" Seseorang masuk begitu saja ke dalam kamarku. Dia adalah Nera, temen seperjuangan sekaligus teman berkelana.
"Hampir selesai, bagaimana denganmu?" Aku masih sibuk menata baju di dalam koper. Tak peduli pada Nera yang rebahan cantik di atas kasurku.
Biasanya aku akan mengomel jika ada yang tidur sembarangan di kasurku. Kali ini biarkan saja. Toh, sore nanti aku sudah ada di antara awan-awan.
"Aku sudah selesai." Nera merentangkan tangannya. Membuat kusut seprai.
"Akhirnya, ya... Kita bisa menikmati keindahan dunia di usia menginjak kepala 3. Bodoamat soal jodoh, itu belakangan, atau nanti cari aja di luar negeri," lanjutnya.
"Seenggaknya... udah ada bahan biar gak dicibir waktu pulang ke kampung halaman. Meski kita perempuan, kita juga bisa mewujudkan impian," balasku sambil menutup koper.
"Betul sekali. Walau aku yakin pasti, kalau mereka bakalan bilang—terlalu ketinggian sampai ga ada cowok yang mau," kata Nera dengan ketus.
"Gausah peduliin. Selera kita bukan cowok yang cuma bisa insecure dan ngumpet di ketek orangtua." Aku ikut rebahan di samping Nera.
Kami terdiam, menatap langit-langit kamar. Pikiranku mereka ulang adegan-adegan yang telah lalu hingga hari ini.
Langkah kaki ini tak semudah yang terlihat. Ada di mana momen aku kembali ke awal. Berbulan-bulan tanpa kemajuan. Merasa semua sia-sia dan hanya ada jalan buntu.
Perjuangan ini—bukan sekadar hasil dari mempertahankan fisik agar selalu mampu. Tapi juga merengkuh jiwa yang sering porak poranda agar tetap mau bangkit lagi.
¤¤¤
"Nera, tolong ambil fotoku." Aku pun segera berpose sebaik mungkin.
Kapan lagi bisa naik balon udara di langit Cappadocia? Musim panas yang menyenangkan.
Saat ini akhir bulan Agustus. Aku dan Nera memilih berkunjung ke Turki lebih dulu. Menikmati musim panas di negara yang dijuluki sebagai Gerbang Timur dan Barat.
Nama itu tidak tiba-tiba muncul begitu saja. Turki disebut Negara Gerbang Timur dan Barat karena posisi geografis yang strategis. Menjadi jembatan antara Asia dan Eropa.
"Sekarang giliranku," ucap Nera setelah mengambil beberapa fotoku.
"Habis ini makan dulu, ya. Udah laper," ajakku pada Nera yang saat ini memamerkan pose-pose mirip artis.
"Boleh," jawab Nera.
Negara pertama melepas penat dari sibuknya pekerjaan. Sekaligus menjadi awal perjalanan panjangku menjelajahi bumi ini.
Dua bulan setelahnya, awal November. Aku dan Nera menginjakkan kaki di Negara Sakura.
Yup, benar! Jepang.
Destinasi pertama yang kami pilih adalah Kota Kyoto. Setelah perdebatan cukup panjang, akhirnya tempat wisata yang kami kunjungi pertama kali adalah pilihanku. Ialah Kuil Kiyomizu-dera.
Pemandangan musim gugur sangat indah di sekitar kuil tersebut. Taman yang dihiasi bunga warna-warni daun musim gugur yang disebut momoji. Seperti merah, oranye, dan kuning.
"Muci, akhir November harus ke Nikko. Aku mau melihat air terjun di sana sebelum pergi negara lain." Nera memecah keheningan.
Dari tadi kami begitu menikmati udara sejuk musim gugur di sini. Sambil melihat daun beeguguran di Negara Matahari Terbit. Sungguh indah.
"Aku juga ingin ke sana. Ahh, rasanya ingin lebih lama di sini," ucapku pelan.
"Bagaimana kalau kita cari jodoh di sini?" usul Nera dengan semangat.
"Enggak, ah. Aku emang pengin dapat jodoh orang luar. Tapi bukan dari negara ini," jawabku dengan senyum misterius.
"Hahh, kalau begitu aku akan cari sendiri." Nera beranjak.
"Kamu, tunggu aku di tempat makan terdekat. Kirim saja lokasinya. Aku mau cari jodoh tampan dulu," lanjut Nera yang sudah berjarak lumayan jauh dari tempatku berdiri.
Aku tertawa kecil melihat punggungnya. Agaknya dia benar-benar ingin pria dari Jepang.
¤¤¤
Kami melewati pergantian tahun di Jepang. Sebelum akhirnya mendaratkan kaki di Finlandia pada bulan Januari.
Pertama-tama, kami akan menetap di Helsinki, yang merupakan ibu kota Finlandia.
Jika kalian menebak kami ingin melewati musim dingin di Filandia. Maka jawabannya adalah benar.
Akhir Januari kami pindah ke Kota Rovaniemi yang terkenal dengan Kota Santa Claus.
"Rena, apa kita bisa bertemu Santa Claus di sini?" tanyaku, yang lagi-lagi memasukkan tangan ke kantong jaket.
"Mungkin saja kalau kita datang saat Tahun Baru Natal. Sayangnya ini sudah lewat." Nera terlihat lebih santai, seolah tidak merasa kedinginan. Padahal suhu mencapai di bawah 0°C.
Dari dulu aku sangat ingin berkunjung ke Negara Seribu Danau ini. Melewati musim dingin, bermain salju di bawah cakrawalanya.
Mungkin, semoga saja suatu hari nanti aku bisa kembali ke sini. Bersama seseorang yang dengan senang hati menemaniku menjelajahi dunia sampai mati. Melewati berbagai musim dan segala rintangannya.
Terakhir, adalah kunjungan yang paling aku nantikan. Negara yang membuatku ingin tinggal beberapa tahun di sana. Jika berjodoh, juga ingin mengambil salah satu lelaki di negara ini untuk aku bawa pulang.
Negara yang terkenal dengan nama Tirai Bambu.
Aku dan Nera akan melewati musim semi di China. Destinasi pertama, tentu saja kota yang terkenal dengan musim seminya, yaitu Hangzhou.
Awal Maret, hari kedua setelah tiba di sini. Kami langsung pergi Danau Barat (West Lake). Pemandangan terindah yang pernah kusaksikan, bunga-bunga bermekaran.
"Nera, kali ini gantian aku yang akan mencari jodoh. Kamu, tunggu saja aku hotel. Tidak perlu cemas," kataku dengan memandang langit yang cerah.
"Ohhh, jadi gitu," ledek Nera.
"Baiklah, aku tidak akan mengganggumu. Kudoakan semoga kamu pulang-pulang membawa pasangan." Setelah itu Nera pergi dari sampingku.
Aku mengamati sekitar. Perasaan penuh haru menyelimuti. Hatiku sangat tenang dan bahagia. Kuharap itu berlangsing untuk waktu yang lama.
Aku lega, sungguh lega. Sebab perjuangan beberapa tahun belakangan tidak sia-sia. Aku berhasil menapakkan kaki di negeri ini.
Semoga, akan ada kejutan-kejutan indah lainnya di sini.
.
.
.949
KAMU SEDANG MEMBACA
Poros Cinta dan Musimnya (1)
Short Story--Antologi Cerpen-- [End] Muci adalah seorang pengembara yang akan terus berjalan. Karena ia adalah MuCi, Musim Cinta.